Berdukacita dengan Mereka yang Berdukacita

Kemarin, Helen mengatakan kepada saya bahwa suaminya, Gerry, kini lumpuh. Di perguruan tinggi, Helen adalah teman sekamar istri saya, Gerry dan saya tinggal di asrama yang sama. Helen menjadi pendamping mempelai dalam pernikahan kami. Ketika kami lulus dari perguruan tinggi, saya dan istri saya pergi ke seminari di wilayah Boston, sementara Gerry dan Helen menjadi misionaris di Malaysia. Selama lebih dari 45 tahun mereka melayani di Malaysia, Singapura, dan Hong Kong. Baru-baru ini mereka pindah kembali ke Amerika Serikat dan menetap di Fort Worth, Texas.

Minggu lalu, Gerry jatuh dan tulang punggungnya remuk. Dia tidak bisa menggerakkan lengan dan kakinya, juga tak dapat bernapas. Saya pun berdoa semalaman. Secara naluri, saya mengingatkan Tuhan tentang pelayanan Gerry yang sudah lama dilakukannya dengan setia, dan mengatakan kepada-Nya bahwa ini bukanlah bagian terakhir yang tepat bagi seorang prajurit seperti Gerry. Helen masuk ke dalam lembah kepedihan, dan istri saya dan saya sedang berusaha berdoa dengan empati dan dengan berfokus pada kerajaan (Tuhan) untuk teman dan sahabat kami ini.

Kalimat sebelumnya berisi lima kata yang dipilih dengan cermat dan dipikirkan dengan matang. Saya akan menjabarkannya bagi Anda.

Berdukacita adalah salah satu pengalaman hidup yang universal. Arti berdukacita adalah merasakan duka yang mendalam, kepedihan, sakit hati, penderitaan, kecemasan, rasa sakit, kesengsaraan, ketidakbahagiaan, dan kemalangan. Ini adalah kebalikan dari sukacita. Dukacita terjadi karena rasa kehilangan yang dirasa sebagai sesuatu yang tidak dapat dibatalkan, seperti kematian, penyakit yang berujung pada kematian, dan kecelakaan yang menewaskan. Hal ini tidak diekspresikan dengan cara yang sama di setiap budaya, tetapi tidak peduli di mana pun Anda tinggal di planet ini, cepat atau lambat Anda akan mengalami "saat-saat berdukacita." Meskipun pada kenyataannya semua manusia berdukacita, namun pengalaman kesedihan setiap orang selalu unik.

Kitab pendek Rut dalam Perjanjian Lama menceritakan sebuah kisah tentang seorang janda Moab yang menjadi nenek buyut dari Raja Daud dan nenek moyang Yesus Kristus. Ketika Elimelekh dan kedua anaknya meninggal, Naomi memutuskan untuk kembali ke Betlehem, dan ia mendesak menantunya perempuan untuk tetap tinggal di Moab. Rut menjawab Naomi dengan empati, "Janganlah desak aku meninggalkan engkau dan pulang dengan tidak mengikuti engkau; sebab ... bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku." (Rut 1:16-17)

Nama Rut berarti "sahabat", "pendamping", atau "teman". Kata kuno "ruth" berarti "kasihan" atau "belas kasihan"; kata ini masih mempertahankan maknanya dalam kata “ruthless” (tidak kenal belas kasihan). Rut dilambangkan sebagai perwujudan rasa empati. Memiliki rasa empati dengan orang-orang yang berdukacita berarti menjadi "Rut" mereka, "sahabat", "pendamping", dan "teman" mereka. Artinya, ada bersama-sama dengan mereka saat mereka berjalan melalui "lembah bayang-bayang kekelaman" (Mazmur 23: 4).

Doa orang Kristen adalah respons percakapan orang percaya terhadap pewahyuan Diri Allah dalam Pribadi dan karya Kristus. Doa orang Kristen harus selaras dengan pengajaran Kristus tentang doa. Sekarang, banyak sekali apa yang disebut doa, tidak memenuhi standar alkitabiah yang minimal ini.

Pusat ajaran Kristus tentang doa adalah permohonan, "datanglah Kerajaan-Mu". Kerajaan ini memiliki dua makna. Pertama adalah kerajaan anugerah, yang tidak terlihat, internal, untuk saat ini, pemerintahan Allah yang dialami secara pribadi dalam diri masing-masing orang percaya (lihat Roma 14:17). Yang kedua adalah kerajaan kemuliaan yang akan datang, pemerintahan global Allah pada masa yang akan datang dalam kekuasaan yang berdaulat, setelah Kristus membuat musuh-musuh-Nya "menjadi tumpuan kaki-Nya" (Ibrani 10:13). Kerajaan anugerah dan kerajaan kemuliaan terkait sangat erat. Hanya mereka yang dilahirkan kembali dan yang menjadi anggota kerajaan anugerahlah yang akan memerintah bersama Kristus dalam kerajaan kemuliaan (lihat Yohanes 3:3,5).

Kebanyakan doa merupakan reaksi emosional terhadap krisis. Karena itulah, doa biasanya berpusat pada diri sendiri dan sentimental. Doa dengan fokus secara proaktif mempersiapkan seseorang dalam menghadapi krisis dengan mengatakan janji-janji Allah bagi orang-orang dan situasi-situasi, pemeliharaan Allah ditempatkan dalam kehidupan kita, berpusat pada Tuhan, sungguh-sungguh, dan dengan iman yang teguh.

Mengapa orang-orang Kristen harus berdoa dengan empati dan berfokus pada kerajaaan bagi mereka yang berdukacita? Saya percaya alasan yang paling penting adalah bahwa Yesus melakukan hal ini juga selama pelayanan-Nya di bumi, Dia masih melakukannya sekarang, dan Dia ingin agar kita menjadi rekan kerja-Nya.

Yesus - Pribadi yang Paling Berempati

Yesus adalah Allah, dan Dia mengesampingkan hak istimewa keilahian-Nya, mengosongkan diri-Nya, mengambil rupa seorang hamba, dan “menjadi sama dengan manusia”, Dia merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib (Filipi 2:5-8; lihat juga Ibrani 2:14-15; Ibrani 4:14-15).

Teladan Yesus

Kematian Lazarus adalah contoh doa Yesus dengan empati dan berfokus pada kerajaan bagi mereka yang berdukacita (Yohanes 11:1-45). Ketika Yesus mendengar bahwa Lazarus sakit, Ia berkata, "Penyakit ini ... akan menyatakan kemuliaan Allah, oleh penyakit itu Anak Allah dapat dimuliakan" (Yohanes 11:4). Dia menunda dua hari sebelum pergi menemui Lazarus karena kemuliaan Allah yang menggerakkan Dia, dan bukan keinginan yang mendesak untuk meringankan penderitaan manusia. Yesus berempati dengan Maria dan Marta dalam kesedihan mereka. "Dia sangat terharu dalam roh dan sangat sedih." Dia "menangis." Mereka yang mengamati berkata, "Lihat bagaimana Dia mengasihinya!" (Yohanes 11:33, Yohanes 11:35-36) Yesus berdoa dengan keyakinan yang berfokus pada kerajaan. Dia menengadah ke atas dan berkata, "Bapa, Aku mengucap syukur kepada-Mu, karena Engkau telah mendengarkan Aku. Aku tahu, bahwa Engkau selalu mendengarkan Aku, tetapi oleh karena orang banyak yang berdiri di sini mengelilingi Aku, Aku mengatakannya, supaya mereka percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku." (Yohanes 11:41-42) Dia berdoa dengan suara yang terdengar untuk dan bersama saudari-saudari (Lazarus) yang sedang berdukacita. Lazarus dibangkitkan, dan Yesus "dimuliakan melalui itu."

Kita telah melihat apa artinya bagi orang Kristen untuk berdoa dengan empati dan berfokus pada kerajaan bagi mereka yang berdukacita, dan mengapa orang percaya harus melakukan hal ini. Sekarang, marilah kita memikirkan bagaimana orang Kristen bisa melakukan ini.

"Bagaimana" berdoa harus mencakup aktivitas manusia dan kedaulatan ilahi.

Menanggapi permintaan para murid untuk mengajar "keduabelas murid" berdoa, Yesus memberikan pelajaran singkat yang terdiri atas empat bagian: pertama, pola doa (Lukas 11:1-4); kedua, perumpamaan tentang seorang teman di tengah malam (Lukas 11:5-8); ketiga, prinsip A-S-K: Ask (Mintalah), Seek (Carilah), dan Knock (Ketuklah) (Lukas 11:9-10); dan keempat, karunia Bapa (Lukas 11:13).

Tiga bagian pertama dari pelajaran ini menunjukkan bahwa subyek doa dan cara kita berdoa dapat dikembangkan dengan memahami bagaimana cara kerja doa. Pemahaman ini memberikan wawasan ke dalam sifat doa dan mengajar orang percaya tentang metodologi doa, yang membantu menghilangkan suatu hambatan untuk mengembangkan kehidupan doa. Berkaca pada sifat doa dan cara kerja doa akan membantu Anda menjadi pendoa yang lebih baik.

Bagian keempat dari pelajaran Yesus menggerakkan kita melampaui aktivitas manusia kepada kedaulatan ilahi. Yesus berkata bahwa Bapa memberikan "Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepada-Nya." (Lukas 11:13) Roh Kudus adalah "Roh pengasihan dan permohonan." (Zakharia 12:10) Dialah yang memampukan kita berdoa (Roma 8:26-27). Roh Kudus berdiam di dalam semua orang percaya. Dia tahu segala sesuatu, karena itu, Dia mengerti kebutuhan sejati dan kebutuhan yang dirasakan orang-orang yang berdukacita. Ketika kita meminta pertolongan-Nya, Dia menyediakan apa yang dibutuhkan. Tanpa pelayanan Roh, semua doa tidak akan berkuasa.

Saya akan menyimpulkan dengan menyarankan lima langkah praktis bagi mereka yang ingin berdoa dengan empati bagi mereka yang berdukacita.

  1. Mintalah kepada Tuhan untuk menunjukkan kepada Anda, kepada siapa Dia menghendaki Anda berdoa. Jangan menganggap bahwa Anda bertanggung jawab untuk melayani semua orang yang berdukacita.
  2. Bacalah. Setiap orang Kristen harus menyediakan waktu setiap hari untuk membaca Alkitab. Ketika Anda melakukan ini, mintalah Roh untuk memberikan pemahaman untuk berdoa bagi mereka yang telah Dia tempatkan di hati Anda. Selain Alkitab, salah satu buku yang paling bermanfaat adalah "A Grief Observed" karya C. S. Lewis.
  3. Renungkanlah. Renungkan dengan seksama pemahaman yang Tuhan berikan kepada Anda melalui bacaan yang disarankan.
  4. Tulislah. Tulislah pemahaman Anda dalam sebuah jurnal. Jujurlah ketika Anda menuliskan pikiran dan perasaan Anda.
  5. Berdoalah bagi mereka yang berdukacita. Doakan catatan jurnal Anda dengan sungguh-sungguh. Naikkan pokok-pokok doa Anda ke hadirat Tuhan. Cara yang biasanya bermanfaat bagi adalah dengan mendaftarkan orang-orang Kristen yang lain untuk berdoa bersama Anda dalam pelayanan ini.

Doa perkabungan dan empati yang berfokus pada kerajaan diciptakan untuk satu sama lain. Karena keterkaitan antara dukacita dengan rasa kehilangan yang tidak dapat dibatalkan, biasanya mendorong adanya pemikiran yang serius pada apa yang terjadi setelah pemakaman. Kerajaan yang menjadi fokus kita, akan menggerakkan kita melebihi kesedihan pemakaman dan berujung pada langit dan bumi baru. Ketika orang-orang Kristen dengan sungguh-sungguh berhubungan dengan seseorang yang berdukacita dengan berdoa untuk dan bersama orang tersebut dengan berfokus pada kerajaan, “Tuhan sendiri akan memberikan minyak untuk pesta ganti kain kabung, nyanyian puji-pujian ganti semangat yang pudar, sehingga mereka dapat disebut "pohon tarbantin kebenaran," "tanaman TUHAN" untuk memperlihatkan keagungan-Nya." (Yesaya 61:3) (t/Jing-jing)

Diterjemahkan dari:

Nama situs : www.ligonier.org
Alamat URL : http://www.ligonier.org/learn/articles/mourn-those-who-mourn/
Judul asli artikel : Mourn with Those Who Mourn
Penulis : Archie Parrish
Tanggal akses : 5 Maret 2013

Komentar