Bukan Kelas Anak Ayam

Suatu waktu, ada seekor rajawali dewasa yang sedang terbang, dan dari bawah sana ada rajawali kecil yang sedang berkumpul bersama sejumlah anak ayam dan induknya. Rajawali kecil itu melihat ke langit, lalu dengan sedih ia berkata dalam hatinya, "Andaikan aku bisa seperti dia. Terbang tinggi menjulang ke langit. Wah, burung yang gagah, sayapnya sangat lebar". Kemudian ada seekor anak ayam berkata, "Hai, tubuh kamu kok mirip burung yang di atas sana, ya?" Tubuh kamu lain lho dari kami".

"Ah, biarin, yang penting aku tetap anak ayam," balas rajawali kecil. Menyadari hal ini, maka anak ayam tadi mulai menjauhi rajawali kecil. Rajawali kecil jadi sedih, ketika tahu dirinya tidak di sukai saudara-saudaranya. Sepanjang hari hatinya sedih, sambil meratap ia berkata, "Mengapa aku tidak semujur dia?"

Rajawali kecil belum tahu siapa dia sebenarnya. Pikirannya mengatakan dia itu anak ayam. Rajawali kecil terpengaruh oleh lingkungan yang secara alamiah sebetulnya bukan lingkungannya yang sebenarnya. Pantas kalau dia sedih sekali dikucilkan anak-anak ayam yang merasa lain dengannya. Dia belum sadar akan perbedaan yang sangat mendasar itu. Dia berada di lingkungan yang menolak dia, tapi dia tidak menyadari bahwa dia punya kesempatan berada di lingkungan yang jauh lebih istimewa, yang di saksikannya melalui rajawali dewasa yang di kaguminya tadi.

Apakah kita sering terpengaruh situasi tanpa menyadari bahwa kita adalah rajawali-rajawali yang di tetapkan Allah untuk terbang tinggi seiring bertumbuhnya kita ke arah kedewasaan rohani? Apakah sukacita kita hilang karena merasa tidak dapat diterima oleh dunia, sementara kita juga tak berada "di angkasa", sehingga hanya merasa iri dengan kehidupan yang cemerlang dari rajawali-rajawali dewasa" di sekitar kita? Biarlah kita menyadari bahwa apapun keadaan kita sekarang ini, kita dapat bertumbuh lebih mulia dari sekadar menjadi seperti anak-anak Ayam.

Apa hebatnya burung rajawali, sehingga Alkitab mengambilnya sebagai perumpamaan tentang orang-orang yang bersandar kepada Tuhan?

1. Jeli

Salah satu kehebatan burung rajawali yakni kemampuan untuk melihat mangsa dari tempat yang tinggi. Sebagai anak Tuhan, kita harus memunyai mata rohani untuk melihat dan membedakan mana yang baik dan yang jahat. Mana musuh dan mana sahabat. Mana Tuhan dan mana iblis. Mana yang pantas dan mana yang tidak pantas.

2. Kuat

Sekalipun badai yang datang menerpanya, namun tidaklah membahayakan si rajawali yang sedang terbang. Bahkan semakin kencangnya angin bertiup, semakin kuatnya bentangan sayapnya. Sayapnya tidak pernah goyah karena memang kuat. Sekalipun terbang begitu lama, tetapi tidak pernah lelah. Badai (kesulitan ekonomi, pekerjaan, keluarga, jodoh dan masalah lainnya) boleh mengguncangkan kehidupan kita, tetapi kita harus tetap kuat. Bukan karena kuat dan gagahmu tetapi oleh Roh Tuhan.

3. Tegas

Burung rajawali tidak pernah memanjakan anaknya. Jika anaknya hanya mau tinggal di sarang, maka sarang itu akan di goyang-goyang, di acak-acak, di rusak. Mengapa? Karena ia mau anaknya dapat terbang seperti dia dan menantang badai. Pernahkah Anda merasa firman yang sering di sampaikan terlalu keras bagi Anda, seakan-akan firman yang di sajikan itu seperti palu yang menghancurkan dosa (Yeremia 23: 29), seperti api yang menghanguskan (Ibrani 12:29), seperti pedang bermata dua (Ibrani 4:12)? Pernahkah Anda menolak Firman ini dalam hati Anda dan berkata itu tidak cocok untukku? Tegas! Merupakan sifat dari rajawali. Jangan kompromi dengan dosa. Dosa itu harus di rombak seperti Allah menggoyang-hancurkan dosa-dosa bangsa Israel (Ulangan 32:11).

Milikilah sifat-sifat seperti burung rajawali, baik itu ketajaman dalam melihat mangsa (dosa), kekuatan sayap yang tak tergoyahkan oleh badai (persoalan hidup), dan menggoyang-hancurkan isi sarang (kelemahan-kelemahan).

Diambil dari:

Judul majalah : Pukat, Tahun XVII, Edisi Juli - Agustus 1999
Judul artikel : Bukan Kelas Anak Ayam
Penulis : HJP
Penerbit : GBI Mawar Sharon Jakarta
Halaman : 33

Komentar