Maukah Anda Memuji Dia Saat Anda Menanti?

"Namun, aku percaya pada kasih setia-Mu. Hatiku bersukacita karena keselamatan-Mu." (Mazmur 13:5, AYT)

Jika iman adalah detak jantung dari anatomi spiritual orang Kristen, maka pujian adalah denyut nadi yang sehat. Ketika iman mengingat kembali perbuatan penebusan Allah yang menakjubkan, kita tidak bisa tidak memuji. Kita memuji Dia karena membelah Laut Merah dengan firman. Kita memuji Dia karena membunuh raksasa dengan umban gembala. Kita memuji Dia karena mengirimkan Anak-Nya untuk menderita dan mati. Kita memuji Dia karena membangkitkan Kristus dari kubur.

Gambar: berdoa bersama

Akan tetapi, iman melangkah lebih jauh. Tidak puas memuji Allah hanya pada sisi yang jauh dari pembebasan, iman mengajarkan kita untuk memuji Dia, bahkan sebelum pembebasan tiba: tidak hanya setelah Dia membelah Laut Merah, tetapi ketika tentara Mesir masih menekan; tidak hanya setelah Goliat terbunuh, tetapi ketika dia masih mengejek bala tentara Israel; tidak hanya setelah batu berguling dari kuburan, tetapi juga selama keheningan Sabat pada Sabtu Suci.

Seperti yang Daud tunjukkan dalam Mazmur 13, pujian seperti itu tidak muncul dengan mudah. Seringkali, itu datang di sisi lain dari doa dalam kesesakan.

Berapa lama lagi, ya Tuhan?

Tanpa pendahuluan atau pembukaan, Mazmur 13 dibuka dengan sedih: "Berapa lama lagi, ya Tuhan?" Pertanyaan itu sudah biasa bagi sebagian besar orang, bahkan jika keadaan kita yang sulit tidak seserius Daud. Tekanan meningkat. Doa tampaknya tidak didengar. Sementara itu, janji Allah tidak dipenuhi.

Ke mana pun Daud memandang, kenyamanan menghindarinya. Ke atas, dinding awan menyembunyikan wajah Allah (Mazmur 13:1). Ke dalam, nasihat dan kepedihan mengganggu (Mazmur 13:2). Ke sekitar, musuh mengancam raja yang bimbang (Mazmur 13:2). Empat kali dalam dua ayat, Daud mengulangi pertanyaannya: "Berapa lama lagi? ... Berapa lama lagi? ... Berapa lama lagi? ... Berapa lama lagi?"

Akan tetapi, bahkan di sini, iman tidak meninggalkannya. Untuk semua penderitaan yang terbungkus dalam pertanyaan Daud, dia tahu bahwa campur tangan Allah bukanlah masalah tentang jika, tetapi tentang kapan โ€“ bukan tentang "Maukah Engkau?", tetapi tentang "Berapa lama lagi?" Ini bukanlah seruan keputusasaan yang dilemparkan ke langit yang tidak bertuhan, melainkan nyanyian kepercayaan yang gelisah.

'Lihat dan Jawablah Aku'

Bersamaan dengan setiap napas dalam Mazmur, iman bertumbuh lebih kuat. Pada ayat 3, Allah bukan hanya "Ya Tuhan," tetapi "Ya Tuhanku." Pada saat yang sama, ratapan menghasilkan permohonan: "Lihat dan jawablah aku ... terangi mataku" (Mazmur 13:3). Iman yang tulus mungkin sering berbicara dalam kata ratapan dan keluhan, tetapi pada akhirnya, itu mengangkat kata permohonan khusus.

Daud melanjutkan doanya agar dilihat, dijawab, dan dihidupkan kembali dengan tiga alasan: "Jangan sampai aku tidur dalam kematian, jangan sampai musuhku berkata, 'Aku telah mengalahkan dia,' lalu lawan-lawanku akan bersukacita ketika aku goyah" (Mazmur 13:3โ€“4). Alasan ini mungkin, pada awalnya, tampak seperti kesimpulan yang putus asa: "Jawab aku atau aku akan mati!" Namun, lebih banyak hal yang terjadi di sini daripada itu.

Daud, meskipun putus asa, sedang memohon kepada Allah berdasarkan janji-janji-Nya sendiri. Pada awal kehidupan publik Daud, Allah berjanji bahwa si anak gembala akan duduk di atas takhta Israel. Kemudian, Dia memeteraikan sumpah itu dengan janji-janji kovenan: "Aku akan membuat namamu besar ... Aku memberikan keamanan kepadamu dari semua musuhmu ... Apabila umurmu sudah genap dan engkau berbaring bersama-sama dengan nenek moyangmu, Aku akan membangkitkan benih sesudahmu" (2 Samuel 7:9, 11-12). Dalam Mazmur 13, janji-janji itu tampaknya terancam bahaya. Jadi, Daud mengirimkannya kembali kepada Allah, dibungkus dalam doa.

Ketika kita hanya melampiaskan kekacauan di dalam diri kita, doa kita sering kali meninggalkan kita tepat di tempat kita memulai. Akan tetapi, ketika kita berdoa dalam jejak janji Allah, kita sering menemukan, bersama Daud, iman yang secara perlahan meningkat.

'Aku Akan Bernyanyi bagi Tuhan'

Banyak orang Kristen yang akrab dengan pernyataan terkenal "Namun Allah" dari Perjanjian Baru (Efesus 2:4, misalnya). Akan tetapi, kita tidak hanya bisa melihat dosa kita dan berkata, "Namun Allah"; kita juga bisa melihat keputusasaan kita dan berkata, "Namun aku":

Namun, aku percaya pada kasih setia-Mu;

hatiku bersukacita karena keselamatan-Mu.

Aku akan bernyanyi bagi Tuhan,

karena Dia telah berbuat baik kepadku. (Mazmur 13:5โ€“6)

Tidak puas memuji Allah hanya pada sisi yang jauh dari pembebasan, iman mengajarkan kita untuk memuji Dia, bahkan sebelum pembebasan tiba.
  1. Facebook
  2. Twitter
  3. WhatsApp
  4. Telegram

Tidak ada keadaan yang berubah; tidak ada doa yang dijawab; tidak ada pembebasan yang tiba. Namun, dalam sekejap, musuh menjadi kecil, kesedihan dan kekhawatiran melonggarkan cengkeramannya, dan ratapan memberi jalan untuk pujian. Mengapa? Karena perenungan Daud yang penuh doa pada janji-janji Allah telah mengingatkannya pada sesuatu yang lebih kuat daripada musuh-musuhnya, lebih pasti daripada kesedihannya: "kasih setia-Mu."

Mazmur Daud lainnya menunjukkan kepada kita mengapa kasih setia memiliki pengaruh yang sedemikian besar pada raja yang jatuh. Dari sudut pandang waktu, kasih setia Tuhan adalah "dari selama-lamanya sampai selama-lamanya"; dari perspektif ruang, itu "setinggi langit di atas bumi"; dari perspektif karakter Allah, itu mengalir dari-Nya dengan kelimpahan (Mazmur 103:8,11,17). Kasih setia seperti itu adalah janji atas semua janji Allah. Tidak heran Daud bernyanyi.

Hari ini, kita memiliki kepastian yang lebih besar tentang kasih setia Allah: salib yang berdarah, kubur yang kosong, dan Juru Selamat yang duduk di atas takhta. Dan jika kasih setia ini adalah milik kita, maka kita juga bisa menyanyi dengan bebas/bersemangat, jauh sebelum pembebasan datang. Karena jika Kristus telah datang, dan jika kita berada di dalam Dia hanya dengan iman, maka Allah tidak akan gagal untuk menyediakan bagi kita dengan limpah. (t/Jing-Jing)

Download Audio

Diterjemahkan dari:
Nama situs : Desiring God
Alamat situs : https://www.desiringgod.org/articles/will-you-praise-him-while-you-wait
Judul asli artikel : Will You Praise Him While You Wait?
Penulis artikel : Scott Hubbard

Komentar