Kunjungi Situs Natal
https://natal.sabda.org
Kita cenderung menginterpretasikan perintah untuk mendoakan semua orang dalam pengertian yang sangat sempit. Bila sampai kepada "mendoakan raja-raja dan semua pembesar" (1 Tim. 2:2), kita biasanya membatasi diri kita sendiri dengan mengulangi nama-nama mereka secara teratur setiap hari sebagai bagian dari doa-doa kita. Beberapa orang melakukan yang lebih lagi dengan mencetak sebuah peta dunia dengan nama-nama presiden serta para perdana menteri yang tercantum di setiap bangsa, kemudian mereka mendoakannya.
Semuanya ini tentu saja bagus, tetapi belum semuanya seperti yang dipikirkan Paulus. Allah sudah tahu siapa Perdana Menteri Mozambik atau Presiden Mauritania. Allah tidak menderita penyakit Alzheimer sehingga kita mesti mengingatkan Dia akan nama-nama itu. Untuk berdoa secara efektif bagi mereka, perlu menjalani langkah pertama ini. Kita harus mendatangi para pembesar itu dan menanyakan apakah permohonan-permohonan doa mereka. Mereka sudah menyadari bahwa banyak dari masalah yang mereka hadapi membutuhkan suatu mukjizat. Mereka yang memerlukan mukjizat akan cenderung mengharapkan mukjizat jika mereka membutuhkannya dengan cukup mendesak.
Keterbukaan orang-orang yang terhilang terhadap doa syafaat demi kepentingan mereka telah menjadi kejutan terbesar yang pernah saya jumpai dalam pelayanan kami menjangkau kota. Bagaimanapun saya pasti tertolak oleh siapa saja yang memegang otoritas kepada siapa doa-doa telah ditawarkan. Baru-baru ini, sekelompok gembala beserta saya bertemu dengan wakil gubernur dari propinsi paling kuat di Argentina. Setelah "omong-omong" pembukaan, saya menyampaikan kepadanya, "Bapak Wakil Gubernur, gembala-gembala ini mewakili sebuah jaringan sel-sel doa yang meliputi seluruh kota. Kami berharap dapat mengetahui masalah-masalah apa yang sedang Bapak hadapi di propinsi ini yang akan membutuhkan mukjizat terjadi. Kami ingin mendoakan Anda."
Segera ia tersenyum, berterima kasih kepada saya atas tawaran itu, dan bertanya tentang jaringan sel doa secara rinci. Saya menyampaikan versi 1 Timotius 2:1-8 selama tiga menit kepadanya. Saya memberi tahu bagaimana kami, gereja, diperintahkan Allah untuk menguatkan orang orang seperti dirinya dalam doa dan bagaimana kuasa Allah tersedia bagi mereka yang mencari wajah-Nya.
Ia tersenyum lagi, kemudian, berbalik kepada salah seorang asistennya sambil berkata, "Fernandez, saya menunjuk engkau menjadi 'Sekretaris Mukjizat'. Kapan saja gubernur atau saya menghadapi situasi yang mustahil -- yang cukup sering terjadi -- saya akan meneleponmu dan engkau akan menghubungi para gembala ini." Lalu, ia berpaling kepada kami dan bertanya, "Seperti itu caranya, bukan?" Apa yang semestinya merupakan pertemuan 15 menit berkembang menjadi satu setengah jam. Setelah selesai, ia menyambut saran kami untuk menutup dalam doa. Kami menumpangkan tangan kepadanya dan berdoa. Ketika kami sudah selesai, dengan air mata di sudut matanya, ia merangkul kami serta mengundang kami untuk datang kembali "berbicara kepada gubernur mengenai hal ini ... doa."
Seorang gembala yang menjadi bagian dalam tujuan menjangkau kota di sebuah kota di Kanada menceritakan sebuah kisah serupa pada saya. Ia pergi dengan sekelompok gembala untuk bertemu dengan seorang anggota dewan kotapraja -- seorang wanita -- yang sangat liberal, selain terlibat aktif dalam proaborsi, juga sedang mengajukan pengesahan prostitusi di kota tersebut. Para gembala ingin memberi tahu dia tentang posisi mereka dalam isu-isu itu. Segera setelah gembala-gembala melewati pintu, anggota dewan itu menyambut mereka dengan memberikan salam, "Saya ingin Anda semua tahu bahwa saya seorang feminis!" Dengan kecenderungan seperti itu, dialog membangun tidak lagi memungkinkan. Suasananya sangat tegang, dan pertemuan itu tidak terbukti produktif.
Sewaktu mereka beranjak pergi, gembala yang memimpin menyampaikan kepada anggota dewan itu, "Kami ingin mendoakan Anda sesuai yang diperintahkan Allah kepada kami. Apa yang bisa kami doakan?" Ada perubahan mendadak dalam suasana. Anggota dewan ini kebingungan, tetapi juga memperoleh kejutan menyenangkan. Setelah pulih dari kejutan awalnya, ia berujar, "Doakan supaya saya bisa melaksanakan pekerjaan yang baik sebagai seorang pejabat publik." Mulai hari itu, para gembala mendoakan dia. Sejak saat itu, ia telah berbalik sikap dalam prostitusi yang disahkan dan telah melunakkan pendiriannya terhadap aborsi. Nyatanya, ia juga telah mengambil beberapa sikap yang sedemikian dekat kepada sudut pandang prokeluarga sehingga beberapa orang pendukung liberalnya mengkritik dia di muka umum. Ia minta didoakan supaya mampu melaksanakan pekerjaan yang baik, dan ia mendapatkan tepat seperti yang dimintanya!
Baru-baru ini, rekan saya Poncho Murguia, seorang gembala di Ciudad Juarez di Meksiko utara yang sedang memimpin sebuah rencana menjangkau kota di sana, membawa saya ke balai kota, tempat saya diminta untuk menyampaikan sesuatu kepada satuan tugas yang bekerja untuk mengurangi kriminalitas di dalam kota. Kami duduk di hadapan sekelompok 20 orang spesialis yang sudah terpilih dan diberi wewenang oleh pemerintah setempat untuk menemukan solusi atas masalah kriminalitas berat yang memengaruhi Ciudad Juarez. Mereka mengundang saya karena mereka telah mendengar tentang perubahan, haluan dramatis di penjara paling aman terbesar di Argentina. Hanya dua orang di dalam satuan tugas itu orang Kristen yang lahir baru. Sewaktu saya menunjukkan panel, saya mengontraskan kondisi-kondisi sebelum dan sesudah terjadinya terobosan di Argentina. Kemudian, saya terus menjelaskan dengan menggunakan sebanyak mungkin istilah sekuler semampu saya bahwa alasan timbulnya terobosan adalah karena kuasa doa. Saya tidak menyembunyikan apa-apa sementara dengan jelas mempresentasikan kebutuhan akan intervensi Allah dalam situasi-situasi ekstrem seperti yang sedang mereka hadapi.
Saat saya selesai, mereka memberikan sambutan meriah dengan tepuk tangan dan sorak-sorai yang sangat hangat kepada saya, dan salah seorang anggota satuan tugas memberikan isyarat supaya saya mendoakan mereka langsung di sana. Itu disetujui dan didukung dengan suara bulat. Sang ketua meminta saya, "Bersediakah Anda mendoakan kami, Bapak Silvoso?" Saya sangat gembira. Hanya untuk memastikan bahwa kami semua sepakat, saya berpaling kepada seorang pria Meksiko yang kelihatan jantan duduk di sebelah saya (ia tampak keras seperti Pancho Villa di hari yang sial) dan bertanya kepadanya, "Bagaimana menurut Anda? Haruskah saya berdoa?"
Ia melihat tepat di mata saya serta menjawab, "Tentu saja. Kami memerlukannya!" Saya maju ke depan dan berdoa bagi mereka, dan sementara saya melakukannya, saya merasakan kelaparan rohani mereka. Sewaktu pertemuan usai, setiap orang mendekat menjabat tangan saya dan mengundang saya datang kembali dalam waktu dekat.
Para pembesar terbuka terhadap doa. Kita harus menyadari hal ini. Mereka tidak menuntut agar doa-doa itu terjawab. Yang mereka minta hanyalah supaya seseorang yang dekat dengan Allah mengucapkan doa-doa. Orang-orang yang belum percaya tidak memiliki kesukaran-kesukaran teologis tentang doa seperti kita orang-orang Kristen. Bagi kita, tampaknya kalau kita mendoakan sesuatu dan tidak terjadi apa-apa, Allah bisa mendapat malu. Ini tidak demikian dengan kebanyakan orang non-Kristen. Mereka bersyukur bahwa dalam saat kebutuhan yang nyata, seseorang dengan sukarela mau berbicara kepada Pribadi Utama mengenai masalah-masalah mereka.
Doa merupakan jejak kekekalan yang paling nyata di dalam hati manusia. Apakah yang biasanya dilakukan setiap orang (termasuk orang ateis) ketika menghadapi situasi yang mustahil? Mereka berdoa! Bulan demi bulan saya temukan di bagian "Drama dalam Kehidupan Nyata," majalah Reader's Digest, suatu rujukan kepada doa saat inti kisah itu telah mencapai dasar lubang tanpa jalan keluar. Doa adalah umum bagi setiap agama di muka bumi.
Majalah Life, dalam edisi Februari 1994, menerbitkan sebuah cerita sampul tentang doa. Artikel tersebut mengutip hasil-hasil Gallup Poll (Pengumpulan pendapat umum mengenai masalah politik, sosial dan sebagainya di Amerika Serikat) yang menunjukkan bahwa 95 persen orang Amerika telah mendapatkan setidaknya satu doa terjawab!
Cerita dalam 1 Raja-raja 18 menggambarkan masa paling gelap bangsa Israel -- ketika Ahab dan Izebel memerintah dengan kekebalan hukum serta nabi-nabi Baal memerintah bangsa. Atas nama Allah, Elia berkonfrontasi dan dengan sukses memecahkan krisis tersebut melalui doa. "Kemudian biarlah kamu memanggil nama allahmu dan aku pun akan memanggil nama TUHAN. Maka allah yang menjawab dengan api, dialah Allah!" (1 Raja-raja 18:24). Elia sanggup membawa resolusi untuk krisis sangat rumit yang melibatkan kehidupan politik, agama, dan ekonomi bangsa melalui doa di hadapan umum. Yang paling menarik adalah bahwa orang-orang sepakat dengan pendekatannya: "Seluruh rakyat menyahut, katanya: Baiklah demikian!" (1 Raja-raja 18:24). Sekali kuasa Allah diperlihatkan dan ketakutan pada Dia mencengkeram bangsa, Elia menaikkan doa untuk kebutuhan yang paling mendesak: hujan. Cara terbaik untuk berdoa dengan pintar bagi mereka yang belum diselamatkan, dan terutama bagi para pembesar, adalah dengan mengenal mereka dan memelihara kontak dengan mereka untuk mendoakan kebutuhan-kebutuhan yang mereka rasakan.
Diambil dari:
Judul asli buku | : | That None Should Parish |
Judul buku terjemahan | : | Supaya Tak Seorang pun Binasa |
Penulis | : | Ed Silvoso |
Penerjemah | : | Ester Anggawijaya |
Penerbit | : | Harvest Publication House, Jakarta 2000 |
Halaman | : | 81 -- 86 |