Kunjungi Situs Natal
https://natal.sabda.org
Yakub mengirimkan utusan-utusan kepada Esau untuk berdamai. "Aku menyuruh memberitahukan hal ini kepada tuanku, supaya aku mendapat kasihmu" (ayat 5). Utusan-utusan itu kembali sambil berkata kepada Yakub bahwa Esau sedang mendatanginya dengan diiringi empat ratus orang. Yakub merasa takut dan ia memanjatkan sebuah doa yang sangat baik (ayat 9:12). Sore dan malam harinya, ia membagi-bagi para pengikutnya dan kawanan ternaknya sedikitnya menjadi tiga kelompok dan menyuruh mereka menyeberangi Sungai Yabok, dan tinggallah ia seorang diri. Kehidupannya sendiri akan dipertahankannya sendiri. Seperti biasa, Yakub merencanakan dan bertindak demi kepentingan pribadinya.
Dalam kegelapan malam, Yakub berhadapan dengan seorang utusan surgawi dan suatu pergumulan terjadi antara keduanya. Bila kita mengatakan bahwa perkelahian ini merupakan suatu pelajaran bagi doa Yakub yang tidak beriman, maka kita kehilangan bagian terpenting dari cerita ini. Pergulatan ini tidak ada sangkut pautnya dengan doanya, tetapi merupakan bagian dari jawaban atas doanya. Utusan surgawi itulah yang memulai pergulatan dengan Yakub, bukan Yakub yang memulainya.
Apakah pergulatan ini benar-benar terjadi secara fisik? Hal ini benar-benar terjadi, karena akibat perkelahian itu jelas terlihat (Ayat 25,31,33). Yakub bukanlah seorang pengecut. Ia melawan musuhnya dengan sepenuh tenaga. Allah harus mengalahkan Yakub sebelum Allah mengalahkan Esau. Pergulatan itu merupakan suatu usaha Allah untuk mematahkan perlawanan dan pemberontakan Yakub, untuk menghancurkan kekuatan dirinya sendiri. Yakub harus berhadapan dengan Allah sebelum ia berhadapan dengan Esau. Ia harus belajar melepaskan rencana dan kecerdikannya dan menyerahkan kepercayaannya sepenuhnya kepada Allah. Yakub akan dapat mengatasi Esau sesudah Yakub dikalahkan oleh Allah. Kehidupan Yakub yang mementingkan diri sendiri harus dikalahkan, sifat-sifatnya yang lama harus ditaklukkan, Ia harus menang dengan terlebih dahulu dikalahkan, dengan menerima kemenangan Allah. Allah yang mengambil inisiatif dalam kehidupan Yakub. Allah selalu mengambil inisiatif dalam kehidupan Yakub. Allah selalu mengambil insiatif dalam kehidupan kita juga. Roh Kudus memulai pekerjaan-Nya dalam hati kita dengan membawa kita kepada Yesus Kristus (Yohanes 6:44; Yohanes 12:32).
Pangkal paha Yakub dipukul oleh utusan Allah itu sehingga terlepas dari persendiaanya. Karena ia tidak dapat bergulat lebih lama lagi, ia memeluk utusan Allah itu dengan sepenuh tenaganya sambil berkata, "Aku tidak akan membiarkan engkau pergi, jika engkau tidak memberkati aku." Kemenangannya dalam berdoa adalah dalam bertahan terus sampai ia menerima berkat. Ketika ia mengaku bahwa ia memang seorang penipu (itulah arti kata "Yakub" itu), namanya diubah menjadi Israel dan penipu itu berubah menjadi seorang pangeran yang memiliki kuasa dari Allah dan atas manusia.
Pergulatan itu merupakan jawaban atas doa Yakub. Di tempat itu Allah telah mengalahkan Yakub, mengajarnya untuk tidak tergantung pada kemampuan dirinya sendiri, memberkatinya dan kemudian Yakub dapat menghadapi Esau tanpa merasa takut. Jawaban sepenuhnya terhadap doanya (pemulihan hubungan dengan Esau) ada dalam (Kejadian 33:4). Pengalaman ini merupakan suatu krisis rohani dalam kehidupan Yakub, suatu perpindahan ke dalam suatu suatu kehidupan iman. Kehidupan ini dapat disamakan dengan kehidupan kudus yang dimulai dengan suatu krisis dan ini merupakan suatu proses yang berlangsung terus, karena masih ada banyak hal yang diinginkannya dalam kehidupan Yakub, bila Anda menyelidiki dengan lebih teliti pada bagian-bagian berikutnya. Seperti Paulus, Yakub juga bukanlah seorang yang sempurna (Filipi 3:12) tetapi Allah tetap melaksanakan rencana-Nya, "karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya" (Filipi 2:13). Sering kali Allah harus bekerja dalam hati orang-orang yang belum diselamatkan.
Yakub menamakan tempat itu "Peniel" -- "Wajah Allah." Bila kita berhadapan dengan Allah muka dengan muka, kita harus tunduk kepada kehendak-Nya, kalau tidak, kita harus menanggung konsekuensinya.