Cara Berdoa

Dengan Allah yang sedemikian rindu menunggu untuk mendengarkan kita, serta hak yang sedemikian istimewa karena doa yang dapat kita gunakan untuk mendekatkan diri kepada-Nya dan mendapatkan semua karunia baik-Nya, mengapa kita tidak lebih banyak meminta?

Penyebab utamanya adalah musuh jiwa kita, yang ingin mencegah agar kita tidak mengembangkan hubungan yang akan memberikan sukacita dan kepuasan. Dan, saya menduga strategi musuh yang nomor satu untuk mencegah doa kita adalah kesibukan hidup kita. Betapa seringnya Anda berpikir, "Oh, aku benar-benar ingin berdoa, tetapi entah bagaimana aku tidak dapat melakukannya."

Dengan berdoa, kita menyatakan komitmen kita kepada-Nya.

FacebookTwitterWhatsAppTelegram

Yesus juga orang yang sibuk, tetapi Dia menyediakan waktu untuk berdoa. Satu hari yang sangat sibuk bagi Tuhan kita tercatat dalam Markus 1:21-34. Hari itu adalah hari Sabat, dan Yesus sedang berada di kota Kapernaum. Dia mengajar di sinagoge, membuat para pendengarnya takjub dengan pengajarannya yang penuh kuasa. Di sana, ada laki-laki yang kerasukan setan, dan Yesus menyembuhkannya, yang semakin membuat kerumunan keheranan. Kemudian, Yesus meninggalkan sinagoge, lalu pergi ke rumah Simon dan Andreas, tempat ibu mertua Simon terbaring karena demam. Yesus menyembuhkannya, kemudian ia bangkit dan melayani mereka.

Sesudah matahari terbenam, "seluruh penduduk kota" berkumpul di depan pintu rumah itu, membawa "semua orang yang menderita sakit dan yang kerasukan setan". Yesus menghabiskan malam itu untuk menyembuhkan dan mengusir setan.

Hari itu adalah hari pelayanan tanpa henti yang menegangkan, yang memberikan ketegangan luar biasa baik bagi tubuh maupun pikiran. Sesudah melewati hari yang sedemikian melelahkan seperti itu, kebanyakan kita paling tidak pasti akan menginginkan istirahat semalam penuh. Namun, lihat apa yang Yesus lakukan pada pagi harinya: "Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang terpencil dan berdoa di sana" (Markus 1:35).

"Oh, tetapi itu 'kan Yesus," mungkin Anda berpikir demikian. Dia adalah Anak Allah; tentu saja Dia bisa melakukan hal yang demikian. Bagaimanapun, saya hanyalah orang biasa. Saya tidak bisa bangun sebelum matahari terbit untuk berdoa pada pagi hari seperti itu jika malam sebelumnya saya menyembuhkan banyak orang. Yesus bisa melakukannya, saya tidak.

Kita mungkin ingin mengikuti teladan Guru kita, tetapi itu tampaknya mustahil. Pada kenyataannya, terkadang bertahan hidup saja tampak seperti kisah sukses terbesar yang berani kita harapkan. Kita merasa bahwa kita hanya tidak memiliki kekuatan untuk berdoa seperti Yesus; tampaknya kita begitu lemah dan miskin.

Namun demikian, hal seperti inilah yang paling membuat kita layak untuk berdoa: kelemahan, kemiskinan, ketergantungan, dan ketidakberdayaan kita.

Hal yang paling membuat kita layak untuk berdoa adalah ketidakberdayaan kita.

"Doa telah dianugerahkan kepada mereka yang tidak berdaya," tulis Ole Hallesby dalam bukunya yang berjudul Prayer. "Doa dan ketidakberdayaan tidak bisa dipisahkan. Hanya mereka yang tidak berdaya yang bisa benar-benar berdoa." Dan, Hallesby menambahkan hal ini: "Ketidakberdayaan Anda adalah doa terbaik Anda."

Prinsip itu harus menjadi pelajaran nomor satu mengenai cara berdoa -- hanya membiarkan ketidakberdayaan Anda menjadi pembimbing Anda.

Berikut ini ringkasan dari beberapa pelajaran terpenting lainnya yang sudah saya pelajari.

Berdoalah secara Spesifik

Yesus ingin agar kita mendoakan hal-hal yang spesifik. Dia menggunakan roti dan ikan sebagai ilustrasi dalam Matius 7 -- untuk mengajarkan doa kepada para pendengarnya, Dia menggunakan berbagai kebutuhan hidup mereka yang umum dan biasa.

Saat Teduh

Ketika kita berdoa, kita harus berdoa secara spesifik. Mintalah kepada Allah apa yang Anda butuhkan, secara spesifik -- sespesifik mungkin, sehingga ketika doa Anda dikabulkan, Anda akan mengetahuinya, kemudian memuji dan bersyukur kepada-Nya atas jawaban doa Anda.

Jangan menjadikan doa semacam permainan kepura-puraan rohani.

Kita tidak boleh menjadikan doa kita semacam permainan kepura-puraan rohani tanpa adanya kaitannya dengan kebutuhan nyata yang menghadang kita. Sesering apakah kita berdoa seperti ini untuk orang lain atau diri kita sendiri: "Ya Tuhan, dampingilah mereka sekarang secara khusus"? Namun, apa yang sebenarnya kita minta? Bayangkan, seandainya Anda adalah orangtua yang meninggalkan anak-anak Anda bersama seorang pengasuh baru. Apakah Anda akan berkata kepadanya, "Katie, kuminta kamu sekarang mendampingi anak-anakku secara khusus"? Tidak, Anda akan berkata, "Anak-anak perlu makan malam, kemudian mandi, dan mendengarkan cerita Alkitab sebelum tidur. Mereka lelah setelah melewati hari yang panjang, jadi pastikan mereka sudah tidur pada jam sembilan." Permintaan Anda akan menjadi sangat spesifik. Begitu pula dengan doa.

Berdoalah secara Pribadi

Beberapa orang berpikir bahwa doa hanya dapat dilakukan secara bersama-sama. Jika mereka memerlukan doa, mereka menghubungi gereja dan meminta agar semua orang mendoakan mereka. Cara itu baik, tetapi doa pribadi tidak kalah baik dengan doa bersama.

Doa adalah sesuatu yang bersifat pribadi.

Untuk meminta sebagaimana kita seharusnya meminta menuntut suatu keheningan secara teratur di hadapan Allah, menyendiri ke tempat yang sunyi. Itu adalah persoalan yang kadang harus saya pergumulkan.

Dalam Markus 1, sesudah Yesus bangun jauh sebelum matahari terbit untuk pergi ke luar sendiri dan berdoa, murid-murid-Nya mencari Dia. "Semua orang mencari Engkau," kata mereka ketika mereka menemukan-Nya (Markus 1:37). Sampai tingkat tertentu saya mengalami situasi seperti itu; tentu saja tidak berarti seluruh dunia mencari saya, tidak juga berarti mereka mencari saya karena alasan yang sama seperti mereka mencari Yesus, tetapi saya merasakan tekanannya, dan saya yakin Anda kadang-kadang juga merasakan hal yang sama. Dan, prinsip yang kita pelajari dari peristiwa dalam kehidupan Yesus ini juga berlaku bagi kita sebagaimana hal itu berlaku bagi Yesus: Jika Yesus, Putra Allah, mempraktikkan disiplin dan ketetapan hati untuk menyendiri dari keramaian supaya Dia bisa menyendiri bersama Bapa untuk berdoa, maka kita juga harus melakukan itu.

Berdoalah dengan Jujur

Dalam pendahuluan untuk Mazmur dalam bukunya yang berjudul The Message, Eugene Peterson menulis bahwa karena kita tidak berpengalaman dalam hal berdoa, "Kita menganggap bahwa pastilah ada bahasa 'orang dalam' yang harus kita kuasai sebelum Allah mendengarkan doa kita dengan serius. Namun, bahasa semacam itu tidak ada. Doa bersifat mendasar, bukan bersifat lanjut. Doa menjadi sarana bahasa kita untuk menjadi jujur, benar, dan bersifat pribadi dalam menanggapi Allah. Doa menjadi sarana untuk kita memperoleh segala sesuatu di kehidupan kita dalam keterbukaan di hadapan Allah."

Allah ingin kita mendekati-Nya dengan jujur, terbuka, dan tulus. Doa berhubungan dengan berbagai masalah dunia nyata yang disampaikan dalam bahasa dunia nyata. Allah tidak ingin kita menaikkan doa yang indah ke hadapan-Nya.

Allah tidak ingin kita menaikkan doa yang indah ke hadapan-Nya.

Ketika kita membaca Mazmur, kita melihat bahwa Daud tidak pernah berusaha menyembunyikan apa yang dirasakannya mengenai berbagai hal ketika ia berbicara dengan Allah. Ia berbicara terus terang dan jujur ketika ia berseru kepada Tuhan. Kadang-kadang kita hampir tidak percaya bahwa ia mengatakan hal-hal itu.

Belajar dari Orang Lain

Selama bulan-bulan pergumulan saya yang panjang melawan penyakit, saya tidak hanya berdoa dengan desakan hati yang lebih besar, tetapi saya juga menggunakan kata-kata para orang kudus lain yang telah memulai pengumulan mereka sendiri dengan doa sebelum saya. Saya merasa mendapatkan dukungan dan penguatan ketika saya membaca pengertian mendalam mereka yang penuh kuasa. Dalam jurnal, saya mencatat kutipan-kutipan yang membantu saya secara khusus.

Itulah yang membuat saya memulai kebiasaan membaca sebuah bab atau bagian pendek dari buku tentang doa setiap hari. Harus saya akui bahwa saya telah mempraktikkan hal ini selama bertahun-tahun dalam kehidupan doa saya. Doa merupakan hal yang sulit bagi saya, sampai-sampai saya selalu membaca buku mengenai doa. Saya mungkin telah membaca seratus buku mengenai doa. Dan, saya masih bergumul dengan doa, tetapi saya tahu apa yang harus dilakukan.

Pada dasarnya, Anda bisa belajar berdoa hanya dengan berdoa, tetapi ada banyak buku yang bisa dan akan mendorong Anda untuk menerapkan disiplin ini.

Berdoalah dengan Tekun

Akhirnya, ingatlah untuk terus meminta, terus mencari, dan terus mengetuk. Berdoalah dengan ketekunan.

Saya belajar banyak hal dari dosen-dosen saya di seminari. Yang selalu paling saya sukai adalah Howard Hendricks, kepala jurusan saya. Ia seorang komunikator luar biasa dan sangat taat kepada Allah. Suatu hari ia masuk kelas, dan dengan berurai air mata ia mengumumkan, "Tuan-tuan, saya ingin mengatakan sesuatu kepada Anda semua. Ayah saya yang berusia tujuh puluh tahun menerima Yesus Kristus sebagai Juru Selamatnya. Hal ini mungkin tidak ada artinya bagi Anda, tetapi hendaklah Anda ketahui bahwa selama empat puluh tahun saya telah berdoa setiap hari untuk keselamatannya. Dan, sesudah empat puluh tahun, Allah akhirnya mengatakan ya." Tidak heran Yesus mengatakan kepada kita agar "selalu berdoa tanpa jemu-jemu".

Akan ada hasilnya jika kita berdoa. Akan ada hasilnya jika kita berdoa tanpa jemu-jemu.

Dua Perumpamaan

Dalam Lukas 11 dan Lukas 18, Yesus menceritakan dua perumpamaan kepada para murid-Nya yang secara khusus mengajar kita untuk tidak patah semangat dalam kehidupan doa. Dengan sangat jelas, Dia menganggap bahwa kehilangan semangat dalam doa merupakan kemungkinan nyata bagi kita; sama jelasnya bahwa Dia menganggap doa jauh lebih penting bagi kita agar kita tidak menjadi kendur karena kehilangan semangat.

Tekun Berdoa

Anda kini mungkin sedang kehilangan semangat dalam doa -- Anda terus berusaha berdoa, tetapi tidak bisa bertekun. Anda mungkin patah semangat karena ada sesuatu yang Anda doakan setiap hari, dan Allah masih belum memberikan jawaban. Saya juga telah mengalami pergumulan dengan melemahnya semangat doa. Saya percaya orang kristiani yang jujur mana pun akan mengakui adanya masa ketika mereka merasa putus asa dalam berdoa, saat Allah seakan-akan sedang tidur atau sedang liburan. Itulah alasan Yesus menceritakan dua perumpamaan ini.

Adanya kebutuhan mendesak yang dirasakan menjadi faktor pendorong dalam kedua perumpamaan ini. Apakah Anda ingat bagaimana kisah perumpamaan tersebut?

Dalam perumpamaan pertama (Lukas 11:5-8), seseorang menerima tamu tak diundang di rumahnya. Namun, hari sudah larut malam, dan ia tidak memiliki makanan untuk menyegarkan tamunya yang telah menempuh perjalanan panjang. Maka, pada tengah malam tuan rumah yang sudah bertekad hati itu mengetuk pintu rumah sahabatnya untuk meminta roti, meskipun sahabatnya beserta semua keluarganya sudah tidur dan rumahnya sudah tertutup rapat. Apakah tuan rumah itu akan mendapatkan roti yang dicarinya itu? Ya, demikian kata Yesus, ia akan mendapatkan roti -- bukan karena persahabatan, tetapi hanya karena orang yang ada di depan pintu itu terus mendesak meminta dengan tidak tahu malu.

Dalam perumpamaan lainnya (Lukas 18:1-8), seorang janda terus-menerus datang menghadap hakim dan memintanya untuk memberikan pembebasan (mungkin pembebasan utang) dari lawannya. Apakah janda itu akan mendapatkan keadilan yang dicarinya? Ya, jawab Yesus, ia akan mendapatkannya -- bukan karena sifat dan belas kasihan hakim itu (karena hakim itu "lalim" dan "tidak takut akan Allah dan tidak menghormati seorang pun"), tetapi hanya karena ia terganggu oleh permohonan tanpa henti dari janda itu.

Dan, apa pelajaran yang dapat berguna bagi kita?

Yesus memberi tahu kita: Kita "harus selalu berdoa tanpa jemu-jemu" (Lukas 18:1), karena Allah pasti "membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepadaNya," dan Dia bahkan akan melakukannya "segera" (Lukas 18:7,8).

Dengan berdoa, kita menyatakan komitmen kita kepada-Nya.

Maksud utama kedua perumpamaan ini adalah ketekunan dalam doa. Yesus sedang mengajar kita bahwa seperti apa pun yang kita lihat dari luar, apa pun yang kita ketahui melalui daya tangkap indra kita, kebenaran mendasar dari kehidupan kristiani kita menjadi satu dalam doa kita kepada Allah. Dengan berdoa, kita menyatakan komitmen kita kepada-Nya, dan meskipun kita tidak bisa melihat apa yang sedang Dia kerjakan, kita tahu Dia sedang mengerjakan sesuatu dan kita tidak ingin menggagalkan proses tersebut dengan berhenti berdoa. Kita tidak akan kehilangan harapan; kita tidak akan kehilangan semangat; kita akan terus berdoa.

Doa yang Berhasil

Dalam Kolose 4:12, Paulus bercerita kepada jemaat di Kolose mengenai temannya yang luar biasa, Epafras; ia menulis bahwa Epafras "selalu bergumul dalam doanya untuk kamu". Terjemahan lain mengatakan bahwa Epafras "selalu bergulat dalam doa" (NIV). Kehidupan doanya memiliki intensitas dan kegigihan menyeluruh seperti dalam pertandingan gulat. Ia bergulat dengan Allah seperti Yakub bergulat suatu malam jauh sebelum zaman Paulus (Kejadian 32:22-32).

Saya bertanya-tanya: Apakah bahasa semacam itu menggambarkan seperti apakah kehidupan doa kita di hari-hari mendatang? Akankah doa memiliki intensitas dan kegigihan seperti dalam pertandingan olahraga? Apakah kita akan tekun? Dan, apakah kita akan memastikan bahwa doa kita bersifat khusus, pribadi, dan jujur?

Untuk membantu Anda agar dapat menjawab ya semua pertanyaan tersebut, ada satu hal praktis lagi yang ingin saya bagikan kepada Anda mengenai doa.

Download Audio

Diambil dari:
Judul asli buku : The Prayer Matrix
Judul buku terjemahan : The Answer
Judul bab : Cara Berdoa
Penulis : David Jeremiah
Penerjemah : Stepanus Wakidi
Penerbit : Gloria Graffa, Yogyakarta 2004
Halaman : 74 -- 84

Komentar