Kunjungi Situs Natal
https://natal.sabda.org
Ketika saya melihat ke belakang, beberapa jawaban Allah atas doa dalam kehidupan saya tampak begitu nyata dan mencolok.
Berikut adalah salah satu di antaranya:
Anak laki-laki saya, Daniel, adalah pemain pengumpan dalam tim sepak bola SMA-nya dan pernah mencetak beberapa angka. Suatu hari, ketika ia masih SMP, ia bertanya kepada saya, "Yah, jika aku dapat terus bermain dengan baik, jika aku ditawari beasiswa, dan itu untuk melanjutkan ke sekolah sekuler, bukan sekolah kristiani, apakah Ayah akan memberikan izin?"
Saya tidak memikirkan hal itu dengan saksama. Saya katakan, "Nak, pergilah ke sekolah apa pun yang kau mau, dan aku tahu kau akan baik-baik saja."
Nah, jawaban saya tampaknya berpengaruh baik pada prestasinya di SMP. Ketika melanjutkan ke SMA, ia masih bermain dengan sangat bagus. Kemudian, ia masuk dalam anggota tim, dan mulai memikirkan apa yang akan ia lakukan. Saya mulai ragu, apakah jawaban yang saya berikan kepadanya tahun sebelumnya adalah jawaban yang tepat.
Melalui serangkaian kejadian dan hubungan yang kompleks, Daniel memutuskan untuk mendaftarkan diri di Northeast Louisiana University di Monroe, Louisiana, menggunakan beasiswa sepak bola yang diterimanya. Ketika saya mengetahui bahwa Daniel ingin melanjutkan ke sana, saya berusaha mencari lebih banyak informasi mengenai apa saja yang terjadi di sana dan tempat seperti apakah daerah itu. Saya tidak ingat pernah bertemu orang kristiani yang berasal dari Louisiana, dan saya telah mendengar hal-hal mengenai Mardi Gras (karnaval yang diselenggarakan pada hari Selasa sehari sebelum hari Rabu Abu yang menandai dimulainya masa pantang dan puasa 40 hari pada masa prapaskah) dan sebagainya, jadi saya mulai khawatir.
Datangnya Seorang Penolong
Jika Anda melihat jurnal saya mengenai hal-hal yang saya tulis selama bulan-bulan sebelum Daniel pergi kuliah, Anda akan melihat, hari demi hari, saya berdoa memohon pertolongan Allah untuk membantu saya menemukan seseorang di Monroe, Louisiana, seorang yang percaya, seorang yang bisa menjadi teman bagi Daniel, seorang yang bisa membantunya selama ia menjadi mahasiswa. Saya mendoakan hal itu selama berbulan-bulan.
Suatu hari, saya sedang berada di kantor ketika telepon berdering. Saya mengangkatnya, dan suara yang menjawab di ujung sana memiliki aksen daerah Selatan terindah yang pernah saya dengar. Penelepon itu memperkenalkan diri sebagai Richard Giannini, kepala bidang olahraga di Northeast Louisiana. Ia mengatakan bahwa belakangan ini ia sedang bermain golf "dengan seorang teman pengkhotbah" yang bertanya kepadanya mengenai anggota baru tim sepak bola. "Saya katakan kepadanya bahwa kami baru saja merekrut seorang anak laki-laki dari Kalifornia bernama Daniel Jeremiah."
Dengan rasa tertarik, temannya bermain golf itu bertanya, "Apa pekerjaan ayahnya?"
"Saya kira ia seorang pengkhotbah," jawab kepala bidang olahraga itu. Temannya itu kemudian berkata bahwa ia mengenal saya dan mengetahui pelayanan saya.
"Nah, saya sedang duduk di kantor saya pagi ini," Pak Giannini melanjutkan berbicara kepada saya, "dan saya berpikir, saya yakin orang yang tinggal di Kalifornia ini pasti sedang bertanya-tanya, apakah ada orang kristiani di sini yang bisa menjadi teman bagi anaknya. Dan, saya akan menelepon Anda serta memberi tahu bahwa saya adalah orang percaya. Saya baru saja pulang dari kebaktian Promise Keepers [organisasi yang terdiri dari para pria kristiani dari segala latar belakang ras, sosial ekonomi, dan budaya, yang mengadakan reli kebaktian di stadion olahraga dengan tujuan menyadarkan para pria akan tanggung jawabnya atas kehidupan keluarga, istri, dan anak-anaknya]. Saya ikut dalam dua kelompok yang bisa diandalkan di Monroe, menjadi jemaat gereja First Baptist Church, dan katakan kepada putra Anda bahwa jika ia membutuhkan apa pun, jika ia membutuhkan seseorang untuk diajak bicara, atau jika ia merasa putus asa, ia bisa mengetuk pintu saya, dan saya akan selalu siap sedia membantunya."
Kemudian ia menambahkan, "Ngomong-ngomong, kepala universitas kami juga orang percaya, dan istrinya mendengarkan khotbah Anda setiap hari di radio."
Sesudah kami mengakhiri pembicaraan, saya meletakkan gagang telepon, dan mulai menangis. Saya membaca kembali jurnal saya dan melihat betapa seringnya saya meminta kepada Allah supaya ada seseorang di Louisiana yang dapat membantu anak saya -- dan sekarang Dia telah memberikan kepala bidang olahraga dan kepala universitas sebagai jawaban doa saya!
Tidak Selalu Ya
Allah selalu menjawab doa, meskipun kadang-kadang Dia mungkin tidak memberikan jawaban, terutama sesuatu yang kita inginkan, atau memberikannya persis ketika kita menginginkannya. Dia selalu menjawab doa yang tulus -- tetapi jawaban-Nya tidak selalu ya.
Saya ingat pernah membaca paradigma kecil ini dari Bill Hybels beberapa tahun lalu, dan saya menuliskannya di bagian depan Alkitab saya. Bunyinya seperti ini:
Jika permintaannya salah, Allah mengatakan, "Tidak." Jika Anda salah, Allah mengatakan, "Bertumbuhlah." Jika waktunya salah, Allah berkata,"Bersabarlah."
Dan, jika permintaan itu benar, dan Anda benar, dan waktunya tepat, Allah mengatakan, "Teruskan!"
Dalam paradigma tersebut, bagian tersulit bagi saya bukanlah jawaban "tidak"; melainkan jawaban "bersabarlah".
Saya selalu ingin Allah menjawab doa saya sekarang juga. Saya ingin berdoa kemudian merasakan bahwa ketika saya bangkit, Allah sudah siap dengan jawaban di depan pintu rumah saya.
Dan, Allah terkadang melakukan itu bagi kita, tetapi seringnya Dia menempatkan kita di tengah-tengah badai, atau Dia menunggu beberapa waktu sehingga kita bisa tetap berdoa dan dapat menumbuhkan sayap-sayap doa kita kemudian kita menjadi Iebih kuat daripada jika yang terjadi adalah sebaliknya.
Allah terkadang harus menunda jawaban doa-doa kita sampai kita cukup matang untuk menerimanya. Jika Anda adalah anak laki-laki berusia lima belas tahun dan Anda berdoa untuk memperoleh sepeda motor, Allah mungkin menjawab ya doa Anda, tetapi mungkin tidak saat itu juga. Dia mungkin menunggu sampai Anda sedikit lebih dewasa sehingga Anda tidak akan keluar dan mati dengan sepeda motor itu.
Jawaban doa harus sesuai jadwal Allah, bukan jadwal kita. Dia mendengarkan kita berdoa, dan Dia menjawab sesuai kehendak dan waktu-Nya. Namun, hal itu hendaknya tidak menghambat kita untuk tetap tekun berdoa kepada-Nya.
Jawaban doa harus sesuai jadwal Allah.
Bersyukur atas Jawaban Tidak
Apakah Allah akan memberikan setiap hal kecil yang kita inginkan dan minta? Tidak, Dia tidak berjanji melakukan hal seperti itu. Dia berjanji memberi kita hal-hal yang kita perlukan, dan hanya untuk hari ini. Allah tidak berjanji memenuhi setiap khayalan kita. Kita mungkin berdoa untuk mendapatkan sebuah mobil mewah baru, tetapi mungkin kehendak-Nya bagi kita adalah agar kita mengendarai mobil bekas yang kecil dan murah. Tak ada yang salah dengan kedua jenis kendaraan itu; keduanya bisa menjadi alat transportasi yang kita perlukan. Dan, memenuhi kebutuhan kita adalah janji Allah kepada kita.
Saya ingat membaca pernyataan Ruth Graham -- istri Billy Graham -- yang mengatakan bahwa jika Allah telah memberikan setiap hal yang dimintanya, ia pasti sudah menikahi laki-laki yang salah tujuh kali.
Mungkin Anda juga sudah hidup cukup lama (saya tahu saya sudah hidup cukup lama) untuk bersyukur atas kenyataan bahwa Allah tidak menjawab ya semua doa Anda. Mungkin itu adalah sesuatu yang sangat Anda inginkan dan doakan dengan sungguh-sungguh, tetapi sekarang Anda bisa melihat bahwa itu bukanlah yang terbaik bagi Anda sehingga ada rasa syukur di hati Anda karena Allah memberikan jawaban tidak.
Kerap kali Allah harus mengubah diri saya terlebih dulu supaya Dia bisa menjawab doa saya.
Bahkan, ketika kita meminta sesuatu yang tidak seharusnya, doa kita bisa menuntun kita pada pemahaman yang lebih jelas akan kehendak Allah. Saya mendapati bahwa kerap kali Allah harus mengubah diri saya dulu supaya Dia bisa menjawab doa saya. Terkadang, doa saya berdasarkan pemahaman yang salah. Saya sering berdoa meminta sesuatu, berpikir bahwa saya mengetahui semua duduk persoalannya, padahal sebenarnya tidaklah demikian; bahkan sedikit pun saya tidak mengerti! Namun, ketika saya terus berdoa, Allah membantu saya melihat bahwa seluruh perspektif saya ternyata keliru. Dia kemudian mengubah, meluruskan, dan menyempurnakan doa-doa saya -- kemudian Dia memberikan jawabannya. Dia kemudian seakan-akan berkata kepada saya, "Itulah doa yang ingin Aku dengar darimu." Dan, saya menerima apa yang saya minta.
Perubahan
Saya suka berpikir bahwa setiap kali kita berdoa, entah dengan cara apa pun kita diubahkan. Kebenaran itu sendiri seharusnya sudah menarik kita untuk berdoa, jika kita ingin menyerupai Allah.
Oswald Chambers (dalam If You Will Ask) bahkan melangkah sedemikian jauh dengan berkata:
Tidaklah terlalu benar bahwa "Doa mengubah berbagai hal" sebagaimana doa mengubah kita, kemudian kita mengubah berbagai hal.... Doa tidak mengubah hal-hal secara eksternal, tetapi mendatangkan keajaiban di dalam berbagai hal yang berada dalam kendali kita. Ketika kita berdoa, berbagai hal mungkin tetap sama, tetapi kita mulai menjadi berbeda.
Inilah jenis perubahan dalam diri kita yang perlu kita doakan. Dalam bukunya yang berjudul The Possibilities of Prayer, E.M. Bounds mengatakan bahwa hanya melalui doalah kita mendapatkan kemampuan "untuk merasakan hukum kasih, berbicara seturut dengan hukum kasih, dan melakukan segala sesuatu dengan selaras dengan hukum kasih.... Kita memerlukan pertolongan Ilahi untuk bertindak dengan semangat persaudaraan, penuh hikmat, dan mulia, serta untuk memberikan penilaian dengan benar dan penuh kasih. Doa menjamin adanya pertolongan dari Allah untuk melakukan semua ini seturut cara Allah."
Alasan di Balik Jawaban Tidak
Saya tahu beberapa orang kristiani hanya meluangkan sedikit waktu untuk berdoa karena mereka telah melewati masa-masa sulit untuk memercayai bahwa mereka akan melihat jawaban yang signifikan. Mungkin dulu mereka berdoa untuk sesuatu yang sungguh vital bagi mereka dan tidak mendapatkan jawaban yang mereka harapkan. Jadi, sebagian besar mereka telah berhenti berdoa.
Mereka dengan mudah menyamakan diri dengan apa yang ditulis J. Oswald Sanders dalam Effective Prayer: "Menjadi fatalis (orang yang percaya bahwa segalanya ditentukan oleh nasib) dalam hal doa adalah mudah. Lebih mudah lagi menganggap doa yang tidak terjawab sebagai kehendak Allah daripada menyelidiki penyebab kegagalan tersebut." Dan, apa saja yang bisa menjadi penyebab kegagalan? Mungkin salah satu penyebabnya adalah bahwa kita terlalu mudah melihat suatu persoalan dari sudut pandang kita dibanding dari perspektif Allah. Mengenai hal itu, Oswald Chambers memaparkan banyak hal untuk direnungkan:
Tuhan kita dalam pengajaran-Nya mengenai doa tidak pernah sekalipun menyebutkan doa yang tidak terjawab; Dia mengatakan bahwa Allah selalu menjawab doa. Jika doa kita disampaikan dalam nama Yesus, maka, sesuai dengan sifatNya, jawabannya tidak akan pernah seturut dengan sifat kita, tetapi sifat-Nya. Kita cenderung melupakan hal ini, dan mengatakan tanpa berpikir bahwa Allah tidak selalu menjawab doa. Setiap saat Dia selalu menjawab doa, dan ketika kita berada dalam persekutuan yang erat dengan-Nya, kita menyadari bahwa kita tidak pernah tersesat.
Allah selalu menjawab doa.
Akan tetapi, bagaimana jika Anda yakin bahwa Anda sudah berdoa sungguh-sungguh seturut kehendak-Nya untuk sesuatu yang menyukakan Dia, namun demikian tampaknya tidak ada jawaban yang positif?
Ketika situasi yang kita hadapi seperti itu, James Montgomery Boice memiliki nasihat sangat praktis bagi kita dalam tafsirnya The Sermon on the Mount:
Jika Anda berdoa untuk sesuatu dan Allah tidak menjawab doa Anda dengan jawaban "Ya," bertanyalah apa yang harus Anda kerjakan untuk sementara waktu dan serahkanlah diri Anda untuk itu. Ini tidak berarti bahwa Allah mungkin pada akhirnya tidak akan memberi Anda apa yang Anda minta, tetapi untuk sementara waktu Anda akan melakukan pekerjaan yang mulia.
Benar-benar nasihat yang bagus! Dan, nasihat terbaik adalah ini: Teruslah berdoa!
Diambil dari: | ||
Judul asli buku | : | The Prayer Matrix |
Judul buku terjemahan | : | The Answer |
Judul bab | : | Jauh Lebih Banyak Lagi |
Penulis | : | David Jeremiah |
Penerjemah | : | Stepanus Wakidi |
Penerbit | : | Gloria Graffa, Yogyakarta 2004 |
Halaman | : | 34 -- 43 |