Kelahiran Yesus Kristus

(18) Adapun kelahiran Yesus Kristus demikian halnya: Tatkala Maryam, yaitu ibunya, bertunangan dengan Yusuf, sebelum keduanya bersetubuh, maka nyatalah Maryam itu hamil daripada Rohulkudus.

Menurut tradisi orang Yahudi, pertunangan dipandang hampir sama dengan perkawinan meskipun orang yang masih bertunangan belum hidup bersama-sama sebagai suami-istri. Maria, yaitu ibu dari Yesus Kristus, bertunangan dengan Yusuf. Pada masa mereka bertunangan, mereka belum berhubungan tubuh sebagai kebiasaan orang yang menikah. Meskipun demikian, nyatalah bahwa Maria hamil. Di sini dijelaskan bahwa anak itu adalah dari Roh Kudus asalnya. Akan tetapi pada waktu itu, Yusuf belum mengetahui rahasia itu. Keadaan Maria dipandangnya sebagai zinah.

(19) Maka Yusuf, suaminya itu, oleh sebab ia seorang yang lurus hati, dan tiada hendak memberi malu kepadanya dengan nyata, bermaksudlah ia akan menceraikan dia dengan senyap.

Dapat dikatakan bahwa Yusuf beranggapan Maria bersalah, akan tetapi ia tidak ingin mempermalukannya terang-terangan. Yusuf dikenal sebagai seorang laki-laki yang lurus hatinya dan adil. Kata "keadilan" adalah kata yang penting dalam kitab-kitab nabi dan Mazmur. Dalam Injil Matius, kita sering menemui kata itu dalam nas-nas penting (5:6; 20,21, dst.; 6:1,33). Dalam keadilan, terhisap sifat kemurahan hati terhadap sesama manusia. Karena Yusuf adalah orang yang lurus hatinya, ia tidak mau bertindak terhadap Maria dengan tidak adil sebab ia tidak mengetahui pokok sebab kehamilan Maria. Karena rasa hatinya yang halus, ia tidak bertanya kepada Maria tentang keadaannya itu. Akan tetapi, melihat segala sesuatu yang dialaminya, ia tidak dapat menikahi Maria. Itulah sebabnya, ia bermaksud meninggalkan Maria dengan diam-diam.

(20) Tetapi ketika ia mempertimbangkan maksud itu, malaikat Tuhan nampak kepadanya dalam mimpi dan berkata: "Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus."

Sebelum Yusuf dapat melaksanakan keputusannya, ia mendapat mimpi bahwa seorang malaikat Tuhan mencegah maksud Yusuf itu.

Malaikat-malaikat muncul pada permulaan dan akhir sejarah hidup Yesus; pada waktu kelahiran (Matius 2:12,13,19 dan Lukas 1 dan 2), pada waktu Yesus dicobai oleh Iblis, dan pada masa kesengsaraan dan kebangkitan Tuhan Yesus (Markus 1:13; Lukas 22:43; Markus 16:5; dst.).

Tentang Yesus sendiri, tidak diberitakan bahwa Ia mengalami mimpi yang demikian; tidak diberitahukan juga bahwa Yesus mendapat pernyataan Allah dengan perantaraan malaikat sebab Yesus memunyai hubungan langsung dengan Bapa-Nya.

Yusuf tidak dipanggil malaikat itu dengan namanya saja, tetapi sebagai "anak Daud". Ia dinasihati supaya ia jangan khawatir mengambil Maria menjadi istrinya karena yang diperanakkan dalam kandungannya itu adalah dari Roh Kudus. Dengan demikian, ia sekarang mengetahui apa yang sudah diketahui Maria, bahwa Allah telah melakukan mukjizat yang istimewa kepadanya. Ia akan menjadi ibu, tetapi tidak ada laki-laki yang menjadi bapa anak itu. Dalam nas ini juga tidak dikatakan bahwa Roh Kudus menjadi ganti bapa-Nya.

Yusuf sekarang sudah tahu, bahwa yang diperanakkan dalam Maria berasal dari Roh Kudus. Akan tetapi, kita harus ingat bahwa tidak dikatakan bahwa anak itu diperanakkan oleh Roh Kudus. Roh Kudus bukannya suatu kodrat alam, melainkan Ia pembawa kuasa ilahi yang menjadikan dan yang dapat masuk ke dalam batin manusia untuk melakukan pekerjaan-Nya di situ. Inilah pokok utama satu-satunya yang disebutkan berhubungan dengan kelahiran Tuhan Yesus.

(21) "Maka ia akan beranakkan seorang anak laki-laki, dan hendaklah engkau menamakan Dia Yesus, karena Ialah yang akan melepaskan kaumnya daripada segala dosanya."

Malaikat memberitakan Yesus sebagai isi berita dari seluruh Perjanjian Baru. Yesus akan "melepaskan kaumnya dari pada segala dosanya". Sebutan itu terdapat dalam Mazmur 130:8. Pengampunan dosa ialah kata dalam Perjanjian Lama dan Baru yang merangkum segenap janji Allah. Pengampunan dosa itu lebih luas artinya daripada penghapusan beberapa perbuatan yang salah. Bo1eh dikatakan arti yang sesungguhnya ialah bahwa perpisahan antara Allah dan manusia sudah dihapuskan. Kata "melepaskan" pada ayat itu juga dapat diterjemahkan sebagai menyelamatkan. Yesus adalah menjadi Juru Selamat. Yesus dalam bahasa Ibrani ialah "Jehoschua" atau "Jeschua" yang diterjemahkan dalam bahasa Yunani menjadi "Yesus". Tentu para pembaca Injil Matius mengetahui bahwa nama "Yesus" itu ada hubungannya dengan penyelamatan dan pelepasan, sebab kata itu tidak diterangkan lebih jauh oleh Matius. Bahwa Yesus mendatangkan keselamatan, pertolongan, dan kelepasan, dikatakan juga dalam nas-nas lain lagi (Lukas 19:10; Kisah Para Rasul 4:12). Istilah "Juru Selamat" itu terdapat dalam silsilah kelahiran Yesus menurut Injil Lukas juga (Lukas 2:11).

Israel tidak disebut "kaumnya" karena Yesus menjadi besar di antara kaum itu atau karena Ia terhisap pada kaum itu oleh kelahirannya (Roma 9:5), tetapi karena kaum itu terhisap kepada-Nya. Kaum itu milik-Nya sebab dipilih oleh Allah sebagai sasaran wahyu-Nya.

Kata "kaum" tidak memunyai makna politik di sini. Orang Yahudi mengeluh karena ada di bawah pemerintahan orang Romawi pada waktu itu sehingga mereka menanti-nantikan kedatangan Mesias yang menurut anggapan akan melepaskan mereka dari penjajahan orang Romawi. Akan tetapi, Yesus Kristus hendak melepaskan kaum-Nya dari dosa. Tidak ada penjajahan yang lebih kejam daripada dosa yang tidak terampuni. Yesus Kristus datang untuk menyelamatkan kaum-Nya dari dosa. Yesus Kristus menang atas dosa sebab Ia menjadi "Anak Domba Allah" yang dikorbankan di kayu salib karena dosa umat manusia di dunia ini.

(22) Maka sekaliannya itu berlaku, supaya sampailah barang yang difirmankan oleh Tuhan dengan lidah nabi, bunyinya: (23) "Sesungguhnya anak dara itu akan mengandung dan beranakkan seorang anak laki-laki, dan disebut orang namanya: Immanuel", yang diterjemahkan artinya, Allah beserta kita.

Mulut malaikat menyatakan firman Allah, yaitu nama Mesias: "Yesus" itu, dan seperti gema menjawab suara roh di dalam Alkitab: "Immanuel". Nama Immanuel ialah tafsiran dari kelahiran Yesus. "Allah beserta kita" ialah terjemahan kalimat itu. Di dalam Yesus Kristus telah datang Allah kepada kita untuk menjadi Penolong kita.

Bahwa Yesus menjadi penggenap perjanjian yang dijanjikan Allah dalam Perjanjian Lama, Ialah keyakinan di dalam seluruh Perjanjian Baru (2 Korintus 1:10). Kata nubuatan dalam Perjanjian Lama yang berhubungan dengan Yesus Kristus. Semua penulis Injil menggunakan "bukti Alkitab", terutama Matius. "Supaya sampailah yang difirmankan oleh Tuhan dengan lidah nabi" atau terjemahan tepatnya, "Supaya dipenuhi yang difirmankan Tuhan dengan perantaraan nabi", itulah perkataan yang ditemui berulang-ulang (2:15; 4:14; 21:4; 26:56). Yesus sendiri mempergunakan "bukti Alkitab" itu, terutama ketika Ia memberitakan keharusan sengsara-Nya (Matius 16-21; Lukas 24:27,44).

Matius mempergunakan bukti Alkitab sebab para pembaca Injilnya ialah orang Kristen yang berbangsa Yahudi.

Nabi itu berkata-kata tentang seorang anak (Yesaya 7:14) yang harus dinamai "Immanuel" atas pesan Allah. Arti nama itu penting sekali sebab di dalam Yesus, Allah sendiri beserta kita. Penting dalam hubungan itu bahwa nabi berkata-kata tentang seorang anak dara. Menurut perjanjian itu, Mesias akan datang di dunia sebagai anak seorang anak dara. Kata nabi itu menjadi tanda yang sah untuk Yusuf sehingga ia tidak khawatir lagi, bahwa perkataan malaikat itu benar.

Dalam nas Ibrani dari nabi, tidak ditulis kata "anak dara", tetapi suatu kata yang berarti "wanita muda/anak perempuan yang dewasa. Jadi, tidak tentu apakah wanita muda itu sudah kawin atau tidak. Meskipun ia sudah kawin, ia belum beranak. Agaknya Yesaya tidak bermaksud mengatakan ia seorang anak dara yang belum dijamah laki-laki. Akan tetapi dalam terjemahan Yunani, Septuaginta, dipakai "anak dara" dalam teksnya. Agaknya Matius memakai terjemahan Septuaginta dengan maksud untuk membuktikan bahwa Yesus dilahirkan oleh anak dara yang belum dijamah laki-laki karena kelahiran Yesus adalah peristiwa yang luar biasa; suatu mukjizat yang Allah kerjakan hanya sekali saja dalam sejarah manusia.

Mukjizat kelahiran Yesus itu lebih jelas lagi diberitakan oleh Lukas sebab Lukas menulis Injilnya untuk orang Kristen yang dulunya beragama kafir.

(24) Maka bangunlah Yusuf daripada tidurnya, diperbuatnyalah sebagaimana pesan malaikat Tuhan kepadanya, lalu diterimanya Maryam isterinya. Maka tiadalah Yusuf bersetubuh dengan Maryam sehingga Maryam melahirkan seorang anak laki-laki, lalu diberinya nama kepada-Nya Yesus.

Yang penting dalam ayat ini adalah bahwa Yusuf, setelah ia bangun dari tidurnya, berbuat sebagaimana pesan malaikat Tuhan. Ia mengambil Maria dan membawanya ke rumahnya sebagai istrinya. Jadi sebelum Yesus dilahirkan, Maria sudah menjadi istri Yusuf (bandingkan Lukas 2:5).

"Maka tiadalah Yusuf bersetubuh dengan Maria, hingga Maria melahirkan seorang anak laki-laki." Untuk pergaulan orang kawin secara kelamin, Alkitab mempergunakan perkataan yang lebih dalam, yaitu "mengetahui istrinya". Ditekankan di sini bahwa Yusuf "tidak mengetahui Maria", ia tidak melakukan pergaulan orang kawin. Maria dilingkupi suasana mukjizat karena ia hamil dari Roh Kudus. Yusuf menghormati keadaan itu, maka ia tidak bersetubuh dengan Maria sampai ia melahirkan anaknya itu. Mungkin sekali di kemudian hari mereka itu beranak sebab kerap kali dikatakan tentang saudara Tuhan Yesus (12:46, dst.; 13:55-56). Akan tetapi, beberapa abad sesudah Kristus, timbullah anggapan dalam gereja Roma Katolik bahwa Maria tetap menjadi anak dara sesudah kelahiran Yesus. Dasar yang kuat dan pasti untuk anggapan itu memang tidak dapat ditunjukkan.

Bahwa Yusuf menamai anak itu "Yesus" tidak hanya untuk menekankan bahwa ia taat pada pesan malaikat, melainkan akhirnya dikatakan bahwa Yusuf mengakui Yesus sebagai anaknya yang sah. Demikianlah Yesus menjadi "anak Daud".

[*Catatan: Kutipan Alkitab diambil dari Alkitab versi Terjemahan Lama]

Diambil dan diedit dari:

Judul buku : Injil Matius
Judul artikel : Kelahiran Yesus 1:18-25
Penulis : K. Riedel
Penerbit : Badan Penerbit Kristen, Jakarta 1952
Halaman : 21 -- 24

e-JEMMi 50/2007

Komentar