Ketika Doa Menjadi Sebuah Rutinitas

Oleh: Roma

Ketika merenungkan banyak hal yang terjadi dalam kehidupan saya, saya teringat waktu saya masih kecil, saat itu usia saya masih belasan tahun. Saat itu, saya sangat suka menonton Televisi. Setiap saat dalam waktu yang kosong, atau waktu yang sengaja saya kosongkan, saya akan manfaatkan untuk menonton TV. Walaupun saya sukan menonton Televisi, saya tetap ingat untuk berdoa, karena memang Bapak saya selalu mengajarkan kami anak-anaknya untuk "rajin" berdoa. Baik itu doa bangun pagi, doa makan, doa tidur, dan doa-doa lainnya. Saya akui memang, Bapak saya adalah pribadi yang suka berdoa, tetapi berbeda dengan saya, yang berdoa karena terpaksa dan takut kepada orang tua.

Doa-doa seperti itu terus terjadi di dalam kehidupan saya saat itu. Akan tetapi, saya sendiri tidak mengalami pertumbuhan di dalam Tuhan. Doa-doa yang saya naikkan kepada Tuhan, menjadi hal yang simbolis saja, rutinitas yang harus di jalani, dan hafalan yang sudah menetap di pikiran saya. Saya terus-menerus tidak mendapatkan sesuatu yang berbeda yang mengarah kepada pertumbuhan rohani saya. Kadangkala, saat mau tidur, saya suka berdoa dengan sikap yang tidak benar. Maksudnya ialah, saya berdoa sudah posisi yang benar, sehingga saat saya berdoa dalam hati, saya langsung ketiduran, dan doanya tidak ada kata "Amin" sampai pada pagi hari.

Mengingat hal-hal semacam itu, beberapa kali saya merasa geli dan malu sendiri. Saya telah salah mengartikan doa. Dahulu saya berpikir, jika hanya berdoa saja, walaupun tanpa iman, semuanya akan baik-baik saja, karena saya telah melakukan tugas saya sebagai orang Kristen yaitu berdoa. "Mindset" tersebut salah. Saya hanya menjadikan doa itu seperti rutinitas saja, yang tidak terlalu bermanfaat. Namun, saat menyadari hal itu, saya akhirnya mengerti bahwa doa itu bukan hanya hafalan atau mantra saja, melainkan lebih daripada itu semua. Doa adalah saat bagi saya membangun hubungan yang baik dengan Tuhan, waktu yang baik untuk berbicara kepada Tuhan, dan waktu yang terbaik juga untuk Tuhan juga dapat berbicara kepada saya.

Saya semakin mengerti arti doa yang sesungguhnya kepada Tuhan. Saya banyak belajar dari tokoh-tokoh iman yang ada di Alkitab, bagaimana mereka yang senantiasa membangun diri mereka kepada Tuhan melalui doa. Selain itu, saya juga banyak belajar dari orang tua saya, orang-orang yang saya temui yang menjadi teladan juga dalam hidup saya. Beberapa dari mereka mengalami banyak sekali kemurahan Tuhan dalam kehidupan pelayanan mereka, melalui sebuah doa. Doa yang mereka naikkan, menghasilkan sesuatu yang berharga dalam pelayanan mereka. Itu menjadi pelajaran-pelajaran yang saya ikuti ketika saya berdoa. Pendeta saya sering berkata, apapun yang akan kita lakukan, kita harus diskusikan dulu dengan Tuhan. Maksudnya ialah kita harus bertanya dulu kepada Tuhan, apakah itu baik, apakah itu sesuai, dan apakah itu hal yang Tuhan mau. Itu semua harus kita lakukan dulu dengan mengambil waktu berdoa kepada-Nya.

Jadi, doa yang hanya rutinitas, tidak akan menghasilkan sesuatu. Doa yang hanya rutinitas tidak akan bisa menyogok Allah. Namun, doa yang lahir dari iman, dan didasarkan dengan kesungguhan hati akan membawa berkat dan kehidupan rohani yang bertumbuh di hadapan Allah. Teruslah berdoa! (1 Tes. 5:17, AYT).

Komentar