Klub Domba Keseratus

Mengapa Allah mau menjawab doa-doa demi kepentingan orang-orang yang hidup dalam dosa, terpisah dari kemuliaan Allah dan yang mengikuti pangeran penguasa udara? Karena semua yang tertulis di atas. Kondisi-kondisi putus asa seperti itu memicu kasih karunia-Nya. Doa-doa untuk kebutuhan yang dirasakan akan mereka yang terhilang mempunyai prioritas lebih tinggi daripada doa-doa bagi kebutuhan mereka yang sudah selamat.

Alasannya sederhana: Kebutuhan orang-orang percaya adalah kebutuhan untuk mempercantik saja. Ini bukan mengatakan bahwa kebutuhan orang-orang percaya tidak penting bagi Allah. Itu penting. Namun, orang-orang yang belum percaya mempunyai kebutuhan yang lebih vital dan lebih esensial.

Tujuan kekal mereka tergantung dalam keseimbangan. Bagi orang-orang percaya, sebuah krisis merupakan problem sementara yang memengaruhi tingkat kenyamanan mereka di sisi surga ini. Bagi mereka yang belum percaya, itu berarti surga atau neraka.

Alkitab mengajarkan kita bahwa gembala meninggalkan 99 domba sendirian, yang sudah aman, untuk mencari satu yang terhilang (Lukas 15:1-7). Ia sebenarnya membuat domba keseratus menjadi fokus pemeliharaan dan perhatian-Nya. Beberapa orang mempunyai ide bahwa Allah hanya memandang para pendosa melalui jendela-jendela kaca berwarna di bangunan gereja kita, atau Ia tidak akan mendengar suara-suara mereka sampai mereka bergabung dengan koor gereja. Tidak ada yang bisa lebih jauh lagi dari kebenaran itu. Detak jantung Allah adalah untuk mereka yang terhilang. Ia mengasihi mereka sampai pada titik sudah memberikan yang paling baik untuk mereka: Anak-Nya. Mata-Nya terus-menerus mencari yang terhilang.

Tidak ada di satu tempat pun tentang hal ini yang lebih jelas daripada di dalam area doa. Berulang kali, saat saya bertanya dalam seminar-seminar tentang berapa banyak yang sudah datang pada Tuhan karena seseorang mendoakan mereka, hampir setiap orang mengangkat tangan. Pada waktu saya bertanya lebih lanjut berapa banyak dari doa-doa itu yang berhubungan dengan kebutuhan yang dirasakan, sejumlah tangan yang sama terangkat. Inilah sebabnya segera setelah sebuah kota dipenuhi dengan sel-sel doa, dan orang-orang Kristen mulai mendoakan kebutuhan yang dirasakan oleh jiwa yang terhilang, Allah mengejutkan mereka dengan jawaban doa yang hampir seketika. Nyatanya, doa bagi kebutuhan akan domba yang keseratus itu adalah persamaan rohani dengan memutar angka 911.

Ruth bersama saya biasa pergi menunggang kuda di sebuah peternakan yang dikelola oleh seorang Argentina yang kaku bernama Alvarez. Bapak Alvarez mendengar Injil dan mulai menghadiri gereja, tetapi ia bukan seorang percaya. Ia masih menunggu di ambang pintu yang memisahkan mereka yang terhilang dari mereka yang selamat. Para misiologis menggunakan sebuah alat pengukur yang disebut Modified Engel's Scale (Skala Modifikasi Engel) untuk menelusuri perjalanan rohani orang-orang. Dimulai dengan -10 dan berakhir dengan +10. Angka nol menandai ambang pintu yang membagi kehidupan sebelum dan sesudah menerima Kristus. Misalnya, Ayatollah Khomeini akan mencatat -10 sementara Rasul Paulus +10, dan seterusnya. Bapak Alvarez suatu hari akan mencatatkan diri pada -1 Modified Engel's Scale, hari yang lain ia akan berada di angka 0, namun sebelum ia bisa sampai ke angka + 1 ia akan nelakukan belokan-U ke arah -1. Kita biasanya mendoakan supaya Allah mendesak dia ke dalam Kerajaan. Allah menjawab doa itu melalui doa seorang yang lain: doa milik Bapak Alvarez sendiri.

Suatu hari Minggu, ia pergi ke gereja dan mendengarkan khotbah berdasarkan Yakobus 5. Pengkhotbah menekankan perlunya berdoa bagi yang sakit dan mengurapi mereka dengan minyak. Berapa banyak dari pesan itu yang dimengerti Bapak Alvarez, tidak diketahui. Namun, keesokan pagi setelah mendengar khotbah itu, ia bangun mendapati bahwa sapi jantan yang paling berharga suda mati. Itu tragedi besar. Bagi seorang koboi, kehilangan sapi jantannya yang bernilai tinggi ibarat seorang admiral yang kapalnya tenggelam. Itu termasuk dalam proporsi bencana besar. Jika suatu hari ketika Bapak Alvarez menyadari kebutuhan yang ia rasakan, itulah harinya. Sewaktu ia menatap sapi jantan yang mati itu, ia ingat pengajaran yang pernah ia dengar malam sebelumnya. Ia pergi ke dapur dan menemukan sekaleng minyak zaitun. Kemudian, ia berjalan ke luar dan mengurapi binatang mati itu lalu berdoa, sapi jantan itu bangun dan berjalan!

Ketika Bapak Alvarez bercerita kepada saya, saya memiliki pandangan yang sama skeptisnya dengan yang mungkin Anda punyai sekarang ini. Saya bertanya-tanya apakah itu benar-benar terjadi. Saya tahu ia seorang pria terhormat yang tidak akan mereka-reka cerita seperti itu, namun saya mempertanyakan apakah sapi jantan itu benar-benar sudah mati. Itulah saatnya ketika saya membuat kesalahan dengan menanyakan apakah demikian mungkin terjadi. Bapak Alvarez melepas kacamatanya serta melotot kepada saya dengan intensitas sedemikian rupa sehingga saya merasakan selaput jiwa saya menjadi cokelat kemerahan seketika. Dengan suara meledak ia berkata, "Anak muda, aku telah menjadi koboi selama lebih dari setengah abad. Aku kenal sapi-sapi jantan dan betina luar-dalam. Kalau aku bilang sudah mati, itu pasti mati! Paham?"

Mengapa Allah mau membangkitkan seekor sapi jantan dari kematian? Untuk alasan yang sama Yesus mau melakukan sesuatu yang tidak biasanya seperti mengubah air menjadi anggur. Itu merupakan kebutuhan yang sangat nyata dirasakan, yang sekali terpenuhi, tidak bisa gagal membuka mata mereka yang terhilang terhadap realitas kuasa dan kasih Allah.

Bapak Alvarez akhirnya menjadi seorang Kristen. Dengan pertobatannya terjadilah transfer dari Klub Keseratus menuju kesembilan puluh sembilan. Tidak pernah lagi ia mengalami pengalaman dramatis seperti yang satu itu. Nyatanya, suatu ketika saya ingat melihat dia meminum aspirin untuk sakit kepala. Minum aspirin untuk mengobati sakit ringan biasa seperti itu setelah melihat seekor sapi jantan dibangkitkan dari mati tampaknya seperti suatu kontradiksi. Bagaimanapun, itu bukan kontradiksi sewaktu Anda memahami bahwa kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan itu memiliki prioritas rendah di dalam klub ke tempat Bapak Alvarez ditransferkan tidak lama setelah pertobatannya.

Diambil dari:

Judul asli buku : That None Should Parish
Judul buku terjemahan : Supaya Tak Seorang pun Binasa
Penulis : Ed Silvoso
Penerjemah : Ester Anggawijaya
Penerbit : Harvest Publication House, Jakarta 2000
Halaman : 94 -- 98

Komentar