Penginjilan Doa

Prinsip: Doa merupakan jejak kekekalan paling nyata di dalam hati manusia. Doa syafaat demi kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan atas mereka yang terhilang merupakan cara terbaik untuk membuka mata mereka kepada terang Injil.

Amanat Agung Dimulai dengan Sebuah Kota: Yerusalem. "Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi." (Kis. 1:8) Pada suatu waktu, ketika mayoritas besar populasi dunia berdiam di daerah-daerah pedalaman, Yesus memilih sebuah kota sebagai titik awal misi murid-murid-Nya. Sama seperti Amanat Agung dimulai dengan sebuah kota, kemungkinan besar sekali akan berakhir sewaktu kota terakhir di ujung bumi yang paling jauh terinjili.

Kota-kota penting bagi Allah. Ia sangat memikirkan kota-kota, dan kematian kota menyedihkan Dia. Dalam Perjanjian Lama, Allah mengutus para nabi untuk menaikkan permohonan bersama-sama para penduduk kota bagi pertobatan, dan Ia sangat bersukacita ketika kota-kota seperti Niniwe bertobat, walau ada rasa frustrasi Yunus. Yesus sendiri menangis atas Yerusalem di hadapan umum. Sesudah itu, pada saat Ia menuliskan ketujuh surat-Nya, tercatat dalam Wahyu pasal 2 dan 3, Ia menyebut gereja-gereja dengan nama kota tempat mereka melayani. Lebih jauh lagi, dalam kitab Wahyu, pertempuran antara Allah dan Iblis terpusatkan di sekitar dua kota besar: Yerusalem dan Babilon.

Yesus memerintahkan para murid-Nya untuk tidak meninggalkan Yerusalem sampai mereka telah diperlengkapi dengan kuasa dari tempat tinggi. (Kis. 1:8) mengimplikasikan bahwa sesudah kuasa turun ke atas mereka, mereka tidak akan meneruskan ke Yudea dan Samaria sampai Yerusalem terinjili. Ketika Yesus mengutarakan strategi ini -- pertama-tama Yerusalem dan dari sana, menyebar ke luar dalam lingkaran-lingkaran yang terus bertumbuh ke segala jalan sampai ke ujung-ujung bumi -- saya dapat membayangkan Petrus memperjuangkan desakan yang menyarankan suatu perubahan tempat pengadilan. "Tuhan," mungkin demikian katanya, "bagaimana kalau dimulai di ujung-ujung bumi yang paling jauh lebih dahulu dan kemudian perlahan-lahan ke luar, ke jalan kita kembali ke Yerusalem? Pada saat itu, segala sesuatu akan sudah sangat mereda di sekitar sini."

Tentunya ada beberapa logika atas saran Petrus tersebut. Yerusalem merupakan kota tersulit untuk memulai sebuah agama baru, setidak-tidaknya agama Kristen! Yerusalem adalah tempat Yesus disalibkan di muka umum sebagai pelaku kriminal. Suatu putusan yang sangat populer karena massa yang termanipulasi oleh imam-imam besar Yahudi, menuntut sampai memuncak menjadi kerusuhan. Jika saja Pontius Pilatus tidak menyetujui secara diam-diam, ia akan sudah menghadapi gangguan besar yang harus diperjuangkan.

Petrus, pengikut Yesus yang paling antusias, pernah menyangkal Dia di hadapan publik. Administrator-Nya, Yudas, mengkhianati Dia demi beberapa keping uang perak. Murid-murid Dia selebihnya kebingungan dan bersembunyi. Hanya Yohanes yang berdiri di dekat salib untuk menerima tugas dari Yesus agar merawat ibu-Nya, yang hatinya terkoyak oleh pedang keresahan, kalau bukan kebingungan. Pencarian di antara pembantu-pembantu terdekat-Nya tidak akan pernah membalikkan sejumlah besar potensi bagi para penanam gereja atau misionaris. Para wartawan penyelidik zaman modern sudah sangat sibuk menyingkapkan kekurangan-kekurangan dalam karakter anggota-anggota inti kekristenan.

Selain itu, Yerusalem telah mempunyai agama yang sudah lama dianut. Agama ini terkait sangat kuat dan tak terpisahkan dengan negara, sampai kepada titik bahwa tidaklah mungkin menjadi anggota bangsa Yahudi tanpa lebih dahulu menjadi milik agama resmi. Lebih daripada itu, dewan tua-tua memiliki hubungan sangat kuat dengan tentara Romawi yang menduduki kota itu yang cuma menunjukkan kejijikan pada Yesus.

Argumentasi para murid yang paling meyakinkan untuk mendukung kesaksian mereka -- tentang kebangkitan Yesus -- telah dilukiskan secara berhasil sebagai satu lelucon. Para tua-tua Yahudi dan tentara-tentara Romawi dengan licik bersekongkol untuk menanamkan gagasan dalam pikiran masyarakat bahwa Yesus tidak bangkit dari mati. Sebaliknya, mereka mengatakan bahwa murid-murid-Nya sudah mencuri dan menyembunyikan tubuh-Nya.

Akhirnya, sekelompok murid yang menerima Amanat Agung dengan instruksi-instruksi khusus untuk memulai di Yerusalem tidak mempunyai pengaruh atau kekuatan politik, sosial, maupun ekonomi. Sama halnya, mereka dipandang rendah oleh kekuasaan yang ada sebagai bebal dan meninggalkan kebiasaan dalam sebuah kota yang menyombongkan diri dalam intelektualisme. Untuk menambahkan hinaan atas luka-luka, prasangka sosial secara efektif digunakan untuk mendiskreditkan gerombolan orang-orang Galilea ini. "Bisakah sesuatu yang baik muncul dari Galilea?" Barangkali menjadi salah satu perbincangan kontemporer paling populer (lihat Yoh. 1:45-46).

Oleh karena itu, tugas untuk mengawali Amanat Agung di Yerusalem menjadi sama menarik dan menyedihkan seperti diminta pergi ke Waco, Texas, untuk memulai kembali Branch Davidian Church seminggu setelah David Koresh beserta para pengikutnya membakar diri. Berbicara secara manusia, kesempatan berhasil para murid sama sekali tidak ada.

Namun, Yesus dengan jelas memerintahkan mereka untuk memulai di Yerusalem dengan implikasi tidak meninggalkan kota itu sampai mereka sudah berhasil di sana. Jika pernah ada tugas yang sulit, inilah dia.

Dari Ruang Atas ke Setiap Ruang Tamu

Di dalam minggu-minggu kepergian Yesus, para murid dituduh telah menggenapi Amanat Agung di kota tersebut oleh ahli-ahli agama di Yerusalem. Berbicara atas nama mahkamah agama, imam besar berkata kepada mereka, "Kamu [para murid] telah memenuhi Yerusalem dengan ajaranmu [ajaran-Nya]" (Kis. 5:28). Hanya ada satu cara untuk "memenuhi sebuah kota" yaitu dengan melakukannya dari rumah ke rumah. Kalau musuh-musuh sejati mereka dengan spontan mengakui seperti ini, boleh-boleh saja mengasumsikan bahwa para murid telah berhasil dengan cara yang luar biasa.

Berapa lama waktu berlalu antara Kis. 1:8 dan Kis. 5:28? Cuma beberapa minggu saja! Dalam minggu-minggu tersebut, gereja beralih dari "Ruang Atas" ke setiap "Ruang Tamu" di Yerusalem.

Lebih jauh lagi, serangan rohani bertubi-tubi tidak berhenti di daerah pinggiran Yerusalem saja. Hal ini menimbulkan kegaduhan dari satu kota ke kota lain, dikobarkan oleh penganiayaan agama; berjalan melewati kota Samaria, tempat diperhadapkan untuk mengalahkan tantangan agama palsu, kemudian orang banyak bersukacita; bergulir ke Antiokhia, mengatasi tantangan rasisme dan prasangka kultural.

Sebenarnya, gereja di Antiokhia adalah hasil dari sebuah "kesalahan terbuka" yang dilakukan oleh beberapa penginjil pemicu kesenangan. Mereka lupa bahwa mereka semestinya tidak membagikan Firman kepada orang-orang non-Yahudi. Sebagaimana Kisah 11:19-26 menggambarkan, kerumunan besar orang-orang Yunani dan non-Yahudi mendengar Injil, menerimanya, dan sebagai hasilnya gereja non-Yahudi pertama dimulai. Dapat dimengerti, para rasul di Yerusalem kebingungan dengan perkembangan ini. Bukan berarti bahwa orang-orang non-Yahudi belum pernah bertobat sebelumnya. Misalnya, Kornelius, seisi rumah, beserta teman-teman dekatnya sudah menerima Injil (Kisah 10:24-48), tetapi mereka mewakili sekelompok kecil orang-orang yang takut akan Allah dengan ikatan-ikatan langsung kepada sinagoga Yahudi (Kisah 10:1-2). Bagaimanapun, dalam kasus Antiokhia, kita memiliki sejumlah besar para penyembah berhala sejati yang memeluk kekristenan tanpa berlatar belakang hukum Musa apa pun (Kisah 11: 21,26). Untungnya, para rasul di Yerusalem mengirimkan Barnabas, yang juga dikenal sebagai "putra penghibur," untuk memeriksa situasi. Barnabas, selain mempunyai budaya ganda (ia dilahirkan di Siprus), juga memiliki karunia belas kasihan. Ini memampukan dia untuk melihat "kasih karunia Allah" (Kisah 11:23) melebihi pelanggaran-pelanggaran ritual Yahudi yang terang-terangan dilakukan oleh orang-orang percaya baru. Jika seseorang yang bersikap berat sebelah, seperti Yakobus misalnya, dikirimkan sebagai gantinya, hasilnya dapat membawa bencana. Mengamati mereka makan daging babi dengan tangan yang tidak dicuci dahulu pada hari Sabat, akan sudah cukup bagi Yakobus untuk menyatakan akhir dari gereja non-Yahudi mula-mula!

Barnabas melanjutkan memanggil seorang rabi Yahudi yang menganggur bernama Saulus, yang entah bagaimana bersembunyi di Tarsus, untuk datang dan membantu memperlengkapi orang-orang percaya non-Yahudi di Anthiokia. Betapa tugas yang membingungkan bagi seorang Farisi dari antara orang-orang Farisi! Kendatipun tidak mempunyai kepercayaan penuh dari "para pemimpin denominasi" di Yerusalem (atau mungkin karena hal itu!), upaya-upaya Saulus bertahan melalui pengujian dan para pengikut Yesus mulai dikenal dengan nama "Kristen" untuk pertama kalinya di Antiokhia.

Beberapa waktu kemudian, gereja di Antiokhia mengutus Barnabas dan Saulus (segera disebut Paulus, Kisah 13:9), untuk mengabarkan Injil ke kota-kota di ujung-ujung bumi yang paling jauh. Salah satu kota tersebut adalah Efesus, di Asia Kecil. Kunjungan perdana Paulus adalah kunjungan yang singkat (Kisah 18:19-21). Pada kunjungan kedua kalinya, Paulus menemukan sekelompok 7 "murid" asing yang tidak tahu siapa atau apakah Roh Kudus itu, karena mereka hanya dibaptis dalam baptisan Yohanes. Paulus membaptis seluruhnya 12 pria dan memperkenalkan mereka kepada Roh Kudus. Tampak bahwa ke-12 pria ini, bersamaan dengan sekelompok orang Yahudi yang takut akan Allah dari sinagoga setempat, menjadi anggota inti gereja di Efesus.

Kesamaan para murid di Yerusalem dalam Kisah 1:8 sangat mirip. Sekelompok kecil orang percaya menghadapi salah satu kota besar yang sedang berkembang di Asia Kecil: Efesus. Ini merupakan kota yang dijalankan oleh agama terorganisir. Kultus lokal terhadap Dewi Artemis menyerap setiap aspek kota tersebut dan identitasnya sangat menyerupai Mormonisme serta Tabernakel Mormon yang ditegakkan di Salt Lake City, Utah. Lingkungan-lingkungan politik, ekonomi, dan kesatuan saling mengkait dengan kultus yang menguntungkan ini. Para penjaga gerbang Artemis memandang setiap agama baru dengan antusiasme sama seperti seekor singa lapar yang akan menyambut seekor rusa timpang. Untuk membuat segala sesuatu lebih buruk, sinagoga lokal yang awalnya menyambut kedatangan Paulus dengan cepat berbalik menentang dia dan sekelompok petobat baru yang masih belum berpengalaman dan memaksanya pindah ke sebuah bangunan nonagama (Kisah 19:9). Ini merupakan hantaman besar dalam sebuah kota karena bangunan bait Allah sama pentingnya dengan apa yang sedang berlangsung di dalam bait itu sehingga keadaan yang berbau kepura-puraan berkembang: para pendukung agama baru berkumpul di aula sewaan yang menghadap Artemis dengan tempat keramatnya yang mewah memberikan identitas bagi kota tersebut. Berbicara secara manusia, tidak pernah ada pertarungan yang lebih tidak seimbang.

Bagaimanapun, dua tahun kemudian seluruh kota Efesus telah mendengar Injil, dan salah satu pertarungan kuasa paling dramatis yang pernah tercatat di seluruh Alkitab terjadi, menghasilkan sejumlah besar petobat.

Oleh Paulus, Allah mengadakan mukjizat-mukjizat yang luar biasa, bahkan orang membawa sapu tangan atau kain yang pernah dipakai oleh Paulus dan meletakkannya atas orang-orang sakit, maka lenyaplah penyakit mereka dan keluarlah roh-roh jahat .... Banyak di antara mereka yang menjadi percaya, datang dan mengaku di muka umum bahwa mereka pernah turut melakukan perbuatan-perbuatan jahat seperti itu. Banyak juga di antara mereka yang pernah melakukan sihir mengumpulkan kitab-kitabnya lalu membakarnya di depan mata semua orang. Nilai kitab-kitab itu ditaksir lima puluh ribu uang perak. Dengan jalan ini, makin tersiarlah firman Tuhan dan makin berkuasa (Kisah 19: 11,12,18-20).

Seperti Yerusalem sebelumnya, ledakan rohani tidak membatasi diri hanya untuk kota tersebut. Secara sistematis, itu menyebar melalui seluruh Asia Kecil sampai pada tingkat yang dalam Kisah 19:10 Roh Kudus nyatakan lewat Lukas, ahli tulis-Nya, dalam istilah yang tegas bahwa "semua penduduk Asia mendengar firman Tuhan, baik orang Yahudi maupun orang Yunani." Ketika Paulus akhirnya meninggalkan Asia Kecil, ia sanggup mengatakan kepada Gereja di Roma (Rom. 15:23) bahwa tidak ada alasan baginya untuk menetap di "daerah-daerah ini." Penuh kuasa!

Terjadi lagi! Sebuah gereja kecil yang bergumul sudah menjangkau seluruh kota, dan dari sana telah menaklukkan daerah lainnya. Dalam kurun waktu relatif singkat, Injil menyebar dari ruang kelas Tiranus ke setiap ruang tamu di Asia Kecil.

Diambil dari:

Judul asli buku : That None Should Parish
Judul buku terjemahan : Supaya Tak Seorang pun Binasa
Penulis : Ed Silvoso
Penerjemah : Ester Anggawijaya
Penerbit : Harvest Publication House, Jakarta 2000
Halaman : 63 -- 70

Komentar