Selasa, 24 Maret 2020 -- Etiopia

03/24/2020 7:25 am
Asia/Jakarta

Semua orang percaya menghadapi batasan tertentu dari pemerintah. Misalnya, mendirikan layanan penyiaran agama dan mengajar tentang agama di sekolah telah dilarang. Penganiayaan yang dihadapi oleh orang-orang percaya di Etiopia sering bergantung pada tempat tinggal mereka. Misalnya, di daerah perkotaan dan daerah yang sebagian besar Protestan, orang Kristen yang meninggalkan Gereja Ortodoks Etiopia akan menghadapi konsekuensi yang kurang serius, meskipun mereka mungkin masih menghadapi tantangan dari keluarga mereka. Namun, di masyarakat pedesaan yang terutama terdiri dari anggota Gereja Ortodoks Etiopia, orang-orang Kristen yang memilih untuk menjadi bagian dari denominasi lain dapat dikucilkan atau diserang secara fisik.

Seorang peneliti Open Doors mengatakan, "Ada sejumlah tantangan yang dihadapi oleh kaum Injili dan Pentakosta di daerah-daerah tempat mayoritas adalah Ortodoks. Mereka tidak diizinkan berpartisipasi dalam acara-acara dan asosiasi sosial; mereka kesulitan menemukan sekolah tempat anak-anak mereka akan aman; mungkin ada penghalang untuk kehidupan sehari-hari, seperti pergi ke pasar. Dalam kasus-kasus ekstrem, mereka mungkin terpaksa meninggalkan daerah itu." Wasihun (nama samaran) tinggal di sebuah desa tempat keluarganya adalah satu-satunya orang Kristen -- sisanya adalah penganut Animisme. Ketika dia masih muda, keluarga Wasihun (nama samaran) terus-menerus menghadapi penghinaan dan ancaman karena menolak kembali ke kepercayaan tradisional mereka. Akhirnya, ayah Wasihun (nama samaran), Matuma (nama samaran), terbunuh di depan keluarganya karena tidak ikut serta dalam ritual tradisional. Wasihun (nama samaran) baru berusia 7 tahun saat itu.

Berdoalah bersama kami agar orang-orang seperti Wasihun (nama samaran) di mana pun mereka berada boleh mendapatkan penghiburan dan jalan keluar dari semua tantangan dan penganiayaan yang telah terjadi dalam hidup mereka.

Komentar