Doa Seorang Nabi yang Putus Asa (Yeremia 20:7-9,12-13)

Yeremia sangat mengasihi Allah dan memiliki iman yang besar di dalam Allah. Ia telah mengharapkan bahwa karya kasihnya akan menahan kerusakan bangsanya. Ia menjadi bahan celaan, bahan tertawaan, ia dipenjarakan dan dipasang (ayat 2). Ia merasa bahwa Allah telah "membujuk" nya (ayat 7) untuk melakukan suatu pelayanan yang mustahil dapat dilaksanakannya. Orang Israel dan Yehuda sangat suka memberontak dan menyembah berhala sehingga ia putus asa akan panggilan Allah terhadap dirinya. Ia bahkan berkata bahwa ia tidak mau berbicara lagi tentang nama Allah (ayat 9).

Tetapi firman Allah ada di dalam hatinya seperti api yang menyala-nyala yang terkurung dalam tulang-tulangnya, oleh karena itu ia tidak dapat lagi menahan diri untuk berbicara tentang firman Allah. Api ilahi akan membakar habis setiap rintangan yang menghambat penyebarluasan firman Allah. Betapa indahnya jika firman Allah menyala-nyala seperti api dalam hati seseorang. Api itu membakar sangat, memurnikan emas, membakar keputusasaan kita dan membangkitkan iman di dalam Allah.

Jadi nabi itu berseru dengan suara yang keras: "Tetapi Tuhan menyertai aku seperti pahlawan yang gagah, sebab itu orang-orang yang mengejar aku akan tersandung jatuh dan mereka tidak dapat berbuat apa-apa ..... menjadi malu sekali ..... tidak berhasil," dan mendapat noda yang tak terlupakan (ayat 11).

Sering kali kita merasa lelah dalam melayani Tuhan; tetapi jika kita berhenti melayani, kita akan merasa lebih lelah lagi. Tidaklah mungkin bagi seseirang yang memiliki suatu hati yang berkobar-kobar untuk berhenti berbicara tentang firman Allah. Tuhan, berilah kami suatu hati yang berkobar; suatu hati yang dibakar oleh kasih Yesus; "Sebab kasih Kristus yang menguasai kami" (2 Korintus 5:14) Ya Allah, peliharalah api yang berkobar itu dalam hati saya. Yeremia menutup doanya dengan memuji Tuhan (ayat 13). Ia telah belajar apa yang Tuhan katakan kepada Paulus; "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna" (2 Korintus 12:9).

Komentar