Hidupku Merupakan Sebuah Doa

Mary Khoury dan keluarganya dipaksa berlutut di depan rumahnya. Pemimpin dari fanatik telah menyerang desa mereka, melambaikan pistolnya tanpa berhati-hati di hadapan wajah mereka. Kebenciannya terhadap orang-orang Kristen tampak membara di matanya. Ia mengancam, "Jika kau tidak mau mengikuti agama kami, kau akan ditembak".

Mary tahu bahwa Yesus telah diberikan pilihan yang sama, "Lepaskanlah rencana-Mu untuk menyelamatkan orang berdosa, atau Kau akan disalib." Ia memilih salib.

Pilihan Mary serupa. "Aku dibaptis sebagai orang Kristen, dan suara-Nya datang kepadaku: "Jangan sangkal imanmu." Aku akan menaati-Nya. "Silakan tembak." Letusan kencang dari sebuah senapan terdengar di belakangnya menggema di lembah itu, dan tubuh Mary jatuh ke tanah.

Dua hari kemudian, Palang Merah datang ke desanya. Dari seluruh keluarganya, hanya Mary satu-satunya yang masih hidup. Tetapi pelurunya memotong sum-sum tulang punggungnya, menyebabkan kedua tangannya lumpuh. Tangannya terentang dari tubuhnya dan tertekuk pada sikunya, mengingatkan akan Yesus pada saat penyaliban-Nya. Ia tak dapat melakukan apa pun dengan kedua tangannya.

Lebih banyak kata-kata dari Tuhan datang kepada Mary. Walaupun ia kini cacat, ia tahu bahwa Allah memiliki rencana bagi kehidupannya.

"Setiap orang memiliki tugas," ia berkata. "Aku tak pernah dapat menikah atau melakukan pekerjaan fisik apa pun. Jadi, aku akan menyerahkan hidupku bagi kaum fanatik, seperti pria yang memotong leher ayahku, mengutuk ibuku dan menusuknya, dan kemudian mencoba untuk membunuh mereka. Hidupku akan menjadi doa bagi mereka."

Doa-doa semacam inilah yang menghancurkan pemerintahan dari mereka yang menganiaya orang-orang Kristen, sebagaimana yang tidak pernah dapat dilakukan oleh jutaan dollar yang dihabiskan untuk bom-bom atom. Mereka juga membawa mereka yang membenci orang-orang Kristen berhadapan muka dengan muka dengan Anak Allah.

Teladan Mary menyemangati yang lainnya untuk melakukan tindakan heroik di Lebanon. Banyak yang meninggal, terluka, atau kabur meninggalkan negeri selama perang sipil di Lebanon. Beberapa tinggal, seperti seorang utusan Injil yang terlalu khawatir dengan jemaatnya untuk kabur menyelamatkan diri. Walau letusan dari granat yang meledak di rumahnya meninggalkannya dalam keadaan tuli pada satu telinga, dan membunuh keluarga yang terdiri dari lima orang yang tinggal di sebelah rumahnya, ia masih kuat dalam roh. Satu telinga sudah cukup baginya untuk menyebarkan Kabar Baik.

Diambil dan disunting seperlunya dari:

Judul buku : Jesus Freaks
Penyusun : Toby McKeehan dan Mark Heimermann
Penerbit : Cipta Olah Pustaka, 1995
Halaman : 85 -- 86

Komentar