Samuel: Berdoa Sebelum Memilih

Samuel adalah anak Elkana, seorang bani Efraim yang saleh, dengan istrinya bernama Hana. Nama Samuel sendiri disebut sebanyak 134 kali dalam Alkitab, bisa ditemukan dalam 7 kitab: 1 Samuel, 1 dan 2 Tawarikh, Mazmur, Yeremia, Kisah Para Rasul, dan surat Ibrani.

Alkitab mencatat Samuel sebagai hakim terakhir dan terbesar dalam sejarah Israel (Kisah Para Rasul 13:20). Samuel juga merupakan yang pertama di antara para nabi (Kisah Para Rasul 3:24). Pada zaman Perjanjian Lama, ia dan Musa adalah dua pemimpin bangsa yang terbesar di mata Tuhan (Yeremia 15:1).

Sebenarnya, otoritas kepemimpinan dalam diri Samuel sudah mulai dinyatakan Tuhan sejak Samuel masih muda. Tuhan memberi dia pewahyuan yang menyingkapkan kejatuhan imam Eli (1 Samuel 3:1-21). Meskipun ia pada mulanya sungkan, akhirnya Samuel menyampaikan pesan nubuat itu kepada Eli (1 Samuel 3:18). Kepemimpinan Samuel sebagai nabi terus berkembang dan semakin diakui banyak orang, Alkitab mencatat: "Maka tahulah seluruh Israel dari Dan sampai Bersyeba, bahwa kepada Samuel telah dipercayakan jabatan nabi Tuhan" (1 Samuel 3:20).

Dengan otoritas kepemimpinannya yang besar, Samuel menyerukan pertobatan nasional. Samuel berbicara kepada seluruh kaum Israel: "jika kamu berbalik kepada Tuhan dengan segenap hati, maka jauhkanlah para allah asing dan para Asytoret dari tengah-tengahmu dan tujukan hatimu kepada Tuhan dan beribadahlah hanya kepada-Nya" (1 Samuel 7:3). Bangsa itu pun bertobat, mereka menjauhkan berhala-berhala Baal dan Asytoret (1 Samuel 7:4).

Samuel adalah seorang pemimpin yang profesional; ia menjalankan tugas-tugasnya dengan baik. Sebagai kepala urusan-urusan sekuler, Samuel berkeliling negeri untuk mengadili seluruh rakyatnya (1 Samuel 7:16).

Samuel adalah pemimpin yang terbuka terhadap kritik. Ketika rakyat Israel meragukan integritas anak-anak kandungnya, Samuel tidak mengelak (1 Samuel 8:4-5). Samuel bukan tipe pemimpin yang terjerat nepotisme. Samuel menampung aspirasi rakyat yang menghendaki raja baru. Ia pun sangat proaktif dalam pergumulan mencari pemimpin baru tersebut. Sebagai tokoh senior, Samuel jugalah yang akhirnya menetapkan dan mengurapi raja baru tersebut, Saul, dan kemudian Daud.

Kehidupan Doanya

Semangat doa dalam diri Samuel merupakan warisan dari ibunya. Sebelum Samuel lahir, Hana, ibunya, mandul dan tidak bisa memunyai anak (1 Samuel 1:2, 5-6). Hana berdoa dengan sungguh-sungguh, dan akhirnya Tuhan memberinya seorang anak yang hebat. Setahun setelah doa itu, Hana melahirkan Samuel (1 Samuel 1:20).

Dalam penelitian psikologi, ditemukan fakta bahwa pertumbuhan kejiwaan seseorang sudah dimulai sejak dia dalam kandungan ibunya. Kondisi kejiwaan ibu juga menentukan pertumbuhan psikis sang bayi. Demikian juga secara rohani, kehidupan rohani sang ibu akan mengalir dalam diri anak yang dikandungnya. Yohanes Pembaptis misalnya, sudah dijamah Roh Kudus ketika ia masih berada dalam kandungan ibunya, Elizabet (Lukas 1:41).

Kehidupan doa Samuel juga terbina baik sejak ia masa kanak-kanak. Setelah Samuel disapih pada usia 2 atau 3 tahun, Hana membawanya ke Silo dan menyerahkannya secara resmi kepada imam Eli untuk tinggal bersama dia di lingkungan Bait Suci (1 Samuel 1:24-28). Samuel menjadi pelayan di hadapan Tuhan sejak ia masih kanak-kanak (1 Samuel 2:18). Sejak belia, Samuel hidup dalam disiplin rohani yang tinggi. Ia tinggal di lingkungan orang-orang yang berdoa.

Pembentukan kehidupan rohani seorang pemimpin tidak terjadi secara sekejap. Karena itu, kita perlu mendidik kaum muda dalam disiplin rohani yang tinggi. Kelak, ketika mereka beranjak dewasa dan menjadi pemimpin, kehidupan doa pribadinya akan sangat kuat. Tetapi, jika seseorang dengan kehidupan doa lemah telah menjadi pemimpin dan menjadi sangat sibuk karena status dan perannya itu, ia tidak akan mudah bertumbuh dalam kehidupan doa. Bahkan, ia kadang-kadang meremehkan doa, sebab pikirnya, "Tanpa doa pun, aku sudah menjadi pemimpin."

Kehidupan doa Samuel bersifat dinamis dan dialogis. Alkitab tidak mencatat bagaimana ia memohon dalam doanya, meminta ini dan itu untuk keperluan hidupnya. Alkitab justru mencatat bagaimana Tuhan berbicara kepadanya sejak ia masih remaja (1 Samuel 3). Samuel disebut seorang pelihat, seorang yang sering memperoleh visi dari Tuhan (1 Samuel 9:9). Di manakah Samuel-Samuel masa kini? Sekarang banyak orang cerdas, brilian, cendekia, dan terlatih sudah menjadi pemimpin sejak masa muda, tetapi masih terlalu sedikit pemimpin Kristen yang memunyai kehidupan doa yang kuat.

Memilih Raja Baru

Ketika Samuel sudah berusia lanjut, rakyat memintanya untuk memilihkan seorang raja bagi mereka. Samuel menghadapi situasi yang mengharuskan dirinya memilih salah seorang dari sekian banyak orang Israel untuk diangkat menjadi raja bagi bangsa itu. Seorang pemimpin akan selalu diperhadapkan pada situasi yang mengharuskan dirinya memilih orang. Seorang pendeta harus memilih pemimpin-pemimpin kelompok sel, seorang direktur harus menunjuk manajer-manajer bawahan.

Sebelum Samuel memilih seorang raja, ia bersedia menampung aspirasi para tua-tua Israel (1 Samuel 8:4-5). Keluh kesah mereka sebenarnya mengesalkan hati Samuel, tetapi kemudian ia berdoa membawa persoalan ini kepada Tuhan (1 Samuel 8:6). Keinginan jemaat, bawahan, dan karyawan tidak jarang membuat pemimpin menjadi kesal, apalagi jika mereka mengajukan permohonan itu secara emosional, misalnya dengan berunjuk rasa. Tetapi, seorang pemimpin Kristen harus menjaga suasana hatinya, dan membawa setiap persoalan itu dalam doa.

Akhirnya, Samuel menyetujui keinginan rakyatnya sesuai persetujuan Tuhan. Kadang-kadang, seorang pemimpin Kristen menerima permintaan bawahan karena ia takut atau karena pertimbangan politis. Tetapi, keputusan Samuel selalu berdasarkan pertimbangan Tuhan. Pada saat memilih Saul, itu juga mengikuti petunjuk Tuhan sendiri (1 Samuel 9:1516).

Ketika raja Saul melakukan banyak kesalahan dan kemudian Tuhan menolaknya, Samuel sempat bersedih. Namun kemudian Tuhan berkata: "Berapa lama lagi engkau berdukacita karena Saul? (1 Samuel 16:1a). Tuhan, tidak senang jika kita larut dalam kekecewaan, kepahitan, dan kesedihan karena orang pilihan kita gagal. Dalam ayat itu, Tuhan menyuruh Samuel mengurapi Daud menjadi raja yang baru.

Pada waktu memilih Daud, Tuhan berbicara kepada Samuel agar jangan memilih berdasarkan penampilan fisik (1 Samuel 16:7). Inilah pentingnya doa, supaya kita jangan salah pilih. Orang yang hebat secara fisik belum tentu dipilih Tuhan. Tuhan mengetahui siapakah orang yang tepat bagi kita. Ikutilah pimpinan Roh Kudus!

Akhirnya, Samuel mengambil tabung tanduk yang berisi minyak itu dan ia mengurapi Daud di tengah-tengah saudara-saudaranya (1 Samuel 16:13a). Artinya, orang yang kita sudah pilih menurut hikmat Tuhan, harus kita doakan agar ia memunyai otoritas untuk menjalankan pekerjaan baru yang diembannya. Pemimpin Kristen perlu menaikkan doa untuk mengimpartasikan pengurapan bagi para pengikut atau penerusnya.

Diambil dari:

Judul buku : Mezbah Doa Para Pemimpin
Judul artikel : Samuel: Berdoa Sebelum Memilih
Penulis : Haryadi Baskoro
Penerbit : Yayasan ANDI, Yogyakarta 2008
Halaman : 21 -- 26

Komentar