Selamat Natal 2024 dan Tahun Baru 2025
https://natal.sabda.org
Yesus Kristus adalah contoh sempurna seorang pemimpin yang rendah hati, yang oleh karenanya Ia sangat ditinggikan oleh Allah. Yesus mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia ... Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib (Filipi 2:7-8). Semasa di bumi, Yesus akrab dengan orang-orang dari kalangan bawah. Para murid-Nya pun kebanyakan kaum proletar. Yesus tidak merasa jijik berkomunikasi dengan pemungut cukai dan pelacur. Ia pun tidak segan untuk membasuh kaki para murid-Nya sendiri (Yohanes 13:5). Yesus adalah pemimpin yang rela berkorban bukan supaya disanjung sebagai pahlawan, melainkan karena kasih-Nya pada kita. Dengan demikian, Ia menyatakan diri-Nya sebagai Sahabat sejati, katanya: "Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya." (Yohanes 15:13)
Yesus adalah Pemimpin yang hatinya penuh belas kasihan dan tindakan-Nya menunjukkan konsistensi sikap hati-Nya itu. Banyak kali Injil mencatat bahwa demi melihat orang banyak yang menderita maka tergeraklah Yesus oleh belas kasihan (Matius 9:36; 14:14; 15:32; 20:34; Markus 1:41; Lukas 7:13). Yesus adalah tipe Pemimpin yang "reachable" (terjangkau) dan "touchable" (terjamah). Banyak pemimpin yang selalu menjaga jarak terhadap anak buahnya. Bahkan tidak sedikit pendeta yang sulit ditemui, apalagi diajak ngobrol secara pribadi. Tetapi, Yesus selalu bersama para murid-Nya, membagi hidup dengan mereka (life-sharing ministry). Secara fisik pun Yesus tidak menjaga jarak. Seorang murid-Nya tak sungkan bersandar dekat dengan Yesus di sebelah kanan-Nya (Yohanes 13:23).
Hal lain yang hebat dalam kepemimpinan Yesus adalah peran-Nya sebagai seorang Pendidik dan Pelatih. Yesus sengaja berada di situasi-situasi berat tertentu -- misalnya badai di danau -- untuk melatih iman murid-murid-Nya (Matius 14:22-33). Ia bukan hanya memberi teori, tetapi memberi latihan praktik yang nyata. Sebagai Guru, Yesus adalah seorang Motivator. Mengapa Ia berjalan di atas air dan mempertontonkannya di depan para murid? Tujuannya adalah merangsang minat mereka untuk melakukan hal-hal besar seperti Guru mereka. Terbukti, salah seorang murid-Nya, Petrus, tertantang dan sempat berhasil. Yesus tidak tanggung-tanggung memotivasi para murid. Ia bahkan mengatakan bahwa kita bisa seperti Dia, bahkan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari yang dilakukan-Nya (Yohanes 14:12).
Kehidupan Doa-Nya
Meskipun Dia Tuhan dan tahu bahwa doa-Nya selalu didengar oleh Bapa-Nya di surga (Yohanes 11:42), Yesus tetap tekun berdoa. Pagi hari adalah waktu yang baik bagi-Nya untuk berdoa. Injil mencatat, pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana (Markus 1:35). Sebelum memulai karya-Nya, Yesus berdoa terlebih dahulu. Waktu pagi juga dipilih-Nya sebagai antisipasi sebelum kesibukan pelayanan menyita habis seluruh waktu yang ada. Terbukti, Simon dan kawan-kawannya segera menyusul Yesus dan memberi kabar: "Semua orang mencari Engkau" (Markus 1:37). Para pemimpin yang supersibuk harus menjadikan doa sebagai prioritas, pun dalam pengalokasian waktunya. Jika kita mengambil waktu malam hari, kesibukan sepanjang hari membuat fisik mudah lelah sehingga doa pun tidak akan konsentrasi. Doa pagi juga memberi kesempatan bagi Tuhan untuk memberi penjelasan sebelum kita melakukan pekerjaan-pekerjaan dan pelayanan-pelayanan yang ditugaskan oleh-Nya.
Yesus juga berdoa sendirian di bukit atau gunung (Markus 6:46; Lukas 9:28). Hal itu menunjuk pada bentuk doa yang khusus dan pribadi. Hadirat Tuhan yang khusus pun dinyatakan dalam doa-doa seperti itu. Hal itu tentu tidak perlu secara berlebihan kita tafsirkan bahwa kita harus berdoa di bukit atau gunung untuk mencari hadirat Tuhan. Yesus sendiri pernah berkata bahwa kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung dan bukan juga di Yerusalem, tetapi menyembah di dalam roh (Yohanes 4:21, 23). Namun, jika sekarang ada banyak "bukit doa", tentu itu merupakan sarana yang bagus. Yesus berdoa semalam-malaman sebelum mengambil keputusan penting, yaitu memilih 12 murid (Lukas 6:12). Bagi pemimpin Kristen, ada banyak pengambilan keputusan yang perlu dikonsultasikan dengan Tuhan cukup serius dan lama. Sebagai Pemimpin, Yesus selalu menjaga anak buah-Nya di dalam doa. Mengetahui Petrus akan jatuh, Yesus berdoa khusus untuknya (Lukas 22:31-32). Yesus juga berdoa panjang lebar untuk para murid-Nya, yang salah satu pokok doa-Nya adalah permohonan agar umat-Nya tetap bersatu (Yohanes 17).
Kehendak-Mu Jadilah
Tahun 2004, Mel Gibson merilis film baru tentang penderitaan Yesus yang diberinya judul "The Passion of the Christ". Tontonan ini menarik dan mengharukan karena menggambarkan penganiayaan dan penyaliban Yesus. Yesus sudah mengetahui (omniscience) betapa berat kesengsaraan yang akan dialami-Nya itu. Ia pun sudah menceritakan kepada para murid-Nya, bahwa memang untuk misi itulah Ia turun ke dunia. Sekalipun demikian, sebagai manusia, Yesus miris menghadapi beban tersebut. Di taman Getsemani, Ia berkata kepada Petrus, Yakobus, dan Yohanes, "Hati-Ku sangat sedih, seperti mau mati rasanya" (Matius 26:38). Di sinilahs kerendahhatian-Nya. Seorang pemimpin sering kali gengsi dan menjaga martabatnya dengan menutup-nutupi ketidakmampuannya. Ketika mengalami stres dan depresi, ia berkata, "Ah, aku baik-baik saja kok! Percayalah kepadaku!" Yesus tidak demikian, ia berani jujur kepada para murid-Nya yang sangat hormat dan memuja-Nya. Yesus tidak merasa malu untuk meminta bantuan doa (Matius 26:36-38).
Dalam tekanan yang mahaberat, Yesus membutuhkan dukungan para murid-Nya. Sayang, semua tertidur, tak satu pun bertahan untuk berdoa bersama Yesus. Tetapi, Yesus tidak kecewa, hanya berkata, "Tidakkah kamu sanggup berjaga-jaga satu jam dengan Aku?" (Matius 26:40). Pemimpin sejati tidak akan kecewa dan putus asa ketika tidak ada orang yang mau mendukungnya di dalam doa. Bukan manusia yang dia andalkan, tetapi Tuhan. Seorang pemimpin yang dewasa akan memaklumi keterbatasan para pengikutnya. Perhatikan doa Yesus yang tiga kali dinaikkan-Nya: "Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki" (Matius 26:39, 42).
Banyak orang Kristen memakai jenis doa ini untuk penerapan yang salah. Jangan menganggap bahwa semua penderitaan -- sakit, miskin, teraniaya, celaka, maut -- adalah kehendak Tuhan. Ada yang memang merupakan salib karena iman kita, tetapi ada yang karena serangan iblis dan juga karena ksesalahan (dosa) kita sendiri. Jika itu karena iblis, kita harus berdoa peperangan, bukannya berserah. Jika penderitaan itu karena dosa, kita harus berdoa memohon pengampunan dan kemudian beriman supaya dipulihkan. Hanya jika penderitaan itu merupakan salib dari Tuhan, berdoalah supaya Tuhan memberi kita kekuatan untuk memikulnya.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku | : | Mezbah Doa Para Pemimpin |
Judul artikel | : | Yesus: Getsemani |
Penulis | : | Haryadi Baskoro |
Penerbit | : | Yayasan ANDI, Yogyakarta 2008 |
Halaman | : | 117 -- 122 |