Kunjungi Situs Natal
https://natal.sabda.org
Di mana kita harus berdoa? Di mana saja. Bukan cuma di konser doa tahunan, tetapi di mana-mana. Seperti Paulus mengatakan pada Timotius, "Oleh karena itu aku ingin, supaya di mana-mana orang laki-laki berdoa dengan menadahkan tangan yang suci, tanpa marah dan tanpa perselisihan" (1 Tim. 2:8).
Hanya ada satu cara untuk berdoa di mana saja sepanjang menyangkut kota, yaitu dengan membuka sel-sel doa di seluruh pelosok kota. Inilah yang dilakukan para gembala di Resistencia. Mereka membuka lebih dari 600 mercusuar di seluruh kota. Tak satu pun lingkungan tempat tinggal yang tersisa tanpa adanya rumah doa.
Bagaimana kita harus berdoa? Menadahkan tangan yang suci. Ini berurusan dengan kekudusan pribadi dan bersama. Ini satu hal kunci. Penginjilan doa seperti dihadirkan dalam pasal ini bukanlah sebuah program melainkan suatu gaya hidup, seperti contoh yang diuraikan dalam Kis. 2:42-47.
Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa. Maka ketakutanlah mereka semua, sedang rasul-rasul itu mengadakan banyak mukjizat dan tanda. Semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagibagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing. Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati, sambil memuji Allah. Mereka disukai semua orang. Tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan.
Tidak cukup hanya mengembangkan sebuah rencana untuk melingkupi setiap lingkungan tempat tinggal di dalam kota. Pertama dan yang terpenting, kekudusan harus merembesi gereja. Gereja harus menemukan kembali keindahan dan keefektifan doa yang menjadi ciri gereja mula-mula. Ketika sekelompok gembala penduduk asli di Resistencia merayakan Perjamuan Kudus bersama-sama, mereka berurusan dengan dosa-dosa, seperti misalnya keangkuhan pribadi dan denominasi, yang telah menumpuk untuk waktu yang lama. Setelah mengambil Perjamuan Kudus, ada pertunjukan kekudusan yang jelas terlihat dalam diri mereka masing-masing. Sekarang, tangan-tangan mereka mampu mengoyakkan kegelapan rohani yang membungkus Resistencia karena telah menjadi tangan-tangan yang suci.
Bagaimana lagi kita harus berdoa? Tanpa marah dan perselisihan. Kata "perselisihan" dalam versi King James adalah "meragukan" (1 Tim. 2:8). Ini mengindikasikan dua kondisi yang diperlukan bagi doa efektif: kebebasan dari gangguan terhadap rekan-rekan sesama kita (tidak ada kemarahan) dan keyakinan kepada Allah (tidak ragu-ragu). Kenneth Wuest mengatakan bahwa kata "meragukan" berarti "memperdebatkan alasan, pertanyaan skeptis atau kritik ..., apakah mengenai karakter serta urusan Allah, ataukah mengenai karakter serta perilaku mereka yang didoakan." Supaya bisa mengimplementasikan hal ini dengan efektif, kita harus sepakat berjalan dalam terang, seperti Ia adalah terang, dan mengakui dosa-dosa kita kepada Allah dan kepada satu sama lain sehingga darah Yesus akan menyucikan kita (gereja) dari segala ketidakbenaran (1 Yoh. 1:7). Ini merupakan jenis kesatuan yang digambarkan Yesus dalam Yoh. 17:23 yang membuat dunia percaya bahwa Bapa sungguh-sungguh mengutus Dia.
Semua jemaat di dalam kota harus menyadari bahwa, berbicara secara alkitabiah, hanya ada satu gereja di dalam kota. Yakni sebuah gereja yang memenuhi kebutuhan banyak jemaat, namun masih tetap satu Gereja. Meskipun di bawah banyak gembala yang menjaga jemaat-jemaat tersebut, hanya satu Gembala Agung mengamati gereja itu (lihat Ibr. 13:20).
Di Calgary, Alberta, Kanada, rekan saya Phil Nordin, seorang gembala karismatik, memutuskan untuk mengajarkan kebenaran ini kepada jemaatnya dengan suatu cara obyektif, Phil mengundang beberapa jemaat di dalam kota untuk mengutus seorang wakil setiap hari Minggu untuk berbagi dari atas mimbar permohonan-permohonan doa dari jemaat tertentu tersebut. Setelah itu, Phil beserta penatua-penatuanya akan memimpin doa bagi jemaat sahabat tersebut. Mendahului inisiatif doa baru ini, gereja Phil dan sebuah gereja Baptis lokal telah saling berselisih selama bertahun-tahun. Akar permasalahan ini sudah ada sebelum masa jabatan Phil, tetapi meskipun demikian itu sangat nyata. Kebencian begitu kuatnya sehingga sudah menjadi rahasia umum. Merupakan contoh klasik perselisihan seperti yang ditunjukkan oleh Paulus dalam 1 Tim. 2:1-8.
Akhirnya, Phil mengundang gembala Baptis tersebut untuk mengutus seorang wakil pada hari Minggu yang ditentukan. Yang membuatnya lega, gembala tersebut sangat sepakat. Namun, 10 hari sebelum waktu yang ditentu kan, ia menelepon untuk meminta penundaan, dengan berkata, "Saya khawatir saya tidak akan sanggup memenuhinya."
Phil berkata kepadanya, "Anda tidak mengerti, saudaraku. Anda tidak perlu datang sendiri. Kirimkan saja wakil kepada kami."
Gembala Baptis menjawab, "Andalah yang tidak paham. Saya perlu pergi secara pribadi, dan saya berencana membawa serta para penatua saya."
Saya dijadwalkan berkhotbah di gereja Phil pada hari ketika gembala tersebut dan para pemimpinnya yang diundang datang. Pada waktu yang ditentukan, mereka berjalan menuju podium dan bapak gembala itu berkata, "Saya datang ke sini. untuk bertobat karena dua hal, secara pribadi dan secara bersama, untuk semua hal-hal tidak baik yang pernah diutarakan mengenai Anda oleh saya dan gereja yang saya wakili. Kami tidak pernah menyebutkan nama Anda dari mimbar kami, tetapi setiap orang tahu bahwa Andalah yang kami maksudkan. Maukah Anda memaafkan saya? Maukah Anda memaafkan kami?"
Dengan sangat tersentuh, Phil bangkit berdiri, menyampaikan pengampunan dan juga meminta pengampunan karena gerejanya mengambil bagian dalam masalah itu. Saat kedua gembala berangkulan, saya yakin para malaikat bernyanyi sukacita karena memandang pertunjukan kasih karunia Allah yang demikian dramatis itu. Tak satu mata pun yang kering dari antara hadirin. Betapa suatu pengesahan dramatis atas kebenaran rohani yang dalam bahwa hanya ada satu gereja yang dapat eksis tanpa adanya kernarahan atau perselisihan!
Diambil dari:
Judul asli buku | : | That None Should Parish |
Judul buku terjemahan | : | Supaya Tak Seorang pun Binasa |
Penulis | : | Ed Silvoso |
Penerjemah | : | Ester Anggawijaya |
Penerbit | : | Harvest Publication House, Jakarta 2000 |
Halaman | : | 98 -- 101 |