Doa Adalah Perjuangan Iman 2

Adakalanya TUHAN segera datang dan memberikan pertolongan kepada umat-Nya, seperti yang terjadi di pantai laut Teberau, tatkala bangsa Israel dalam keadaan terjepit. Di hadapan bangsa itu terhampar lautan nan luas membentang. Di kanan dan kiri mereka tebing tinggi dan terjal mengepung. Sementara itu, musuh di belakang mereka sedang mengejar dan semakin mendekat! Ke manakah gerangan tempat untuk dapat melepaskan diri dari bahaya maut yang sedang mengancam? Musuh dengan segala ancamannya siap merenggut jiwa, semakin mendekat dengan pasti. Pekik ketakutan dan kepanikan semakin menjadi-jadi. Di sisi lain, alam turut mempersulit pelarian umat pilihan Allah. Ke mana lagi mereka dapat berlari untuk menyelamatkan diri?

Sumpah-serapah dan caci-maki bertubi-tubi menyerang dan menghujam kalbu Musa, selaku pemimpin pelarian. Di manakah tangan Allah yang telah menimpakan berbagai tulah ke atas bangsa kafir yang tidak mengenal Allah? Tidak mampu lagikah tangan itu terulur untuk menolong di saat-saat kritis, tatkala musuh telah mencapai jangkauan? Telinga Musa mendengar suara yang memerintahkan agar ia mengacungkan tongkatnya ke arah laut Teberau. Suara itu begitu tegas dan berwibawa. Bagi Musa, suara itu tidak asing. Suara itu tak lain adalah suara Allah yang pernah di dengarnya di semak belukar yang menyala-nyala. Suara yang penuh wibawa, yang memerintahkannya untuk menimpakan sepuluh tulah ke atas bangsa Mesir.

Tetapi, mengapa baru sekarang suara itu terdengar? Mengapa suara itu baru terdengar pada saat musuh telah mencapai jangkauan? Masih adakah kesempatan untuk menghindarkan diri dari ancaman maut? Begitu tangan Musa terangkat dan mengacungkan tongkatnya, seperti yang diperintahkan suara itu, Laut Teberau pun terbelah menjadi dua. Dengan demikian, bangsa Israel dapat melanjutkan pelariannya menuju tanah perjanjian. Namun, ternyata persoalan tidak selesai sampai di situ saja. Karena ternyata musuh pun turut memanfaatkan mukjizat Allah itu. Mereka turut menyeberangi Laut Teberau yang terbelah dua! Dengan sikap yang semakin garang dan ganas, dengan senjata yang teracung di tangan mereka masing-masing, musuh semakin bersemangat memburu bangsa Israel yang tanpa senjata! Kepanikan bangsa Israel pun kembali meluap-luap!

Ketika barisan terakhir bangsa Israel mencapai seberang lautan, sementara barisan musuh yang turut menyeberang tepat berada di belakang mereka, tiba-tiba suara itu terdengar kembali di telinga Musa dan memerintahkan agar ia mengacungkan kembali tongkatnya ke arah Laut Teberau. Sesuatu yang dahsyat kembali terjadi! Laut Teberau yang semula terbelah dua, kini menyatu kembali seperti semula. Sementara itu, bala tentara Mesir, musuh keji yang memburu bangsa Israel, belum ada seorang pun dari mereka yang berhasil mencapai pantai seberang! Seketika itu juga musuh-musuh bangsa Israel terbenam hidup-hidup di dasar laut Teberau, tanpa seorang pun dapat menyelamatkan diri. Melalui peristiwa ini, jelas bahwa cara Allah bertindak tidak dapat ditentukan oleh manusia. Akan tetapi, segala keputusan dan tindakan-Nya tidak pernah terlambat ataupun terlalu dini. Pertolongan-Nya senantiasa tepat pada waktunya!

Tatkala Daud berseru dan mengharapkan pertolongan TUHAN, pertolongan itu seolah tak kunjung datang. Di sisi lain, saat Musa terjepit menghadapi musuh dan sumpah-serapah bangsa Israel, Allah segera datang menolongnya. Adakah perbedaan antara Musa dengan Daud? Tidak ada. Yang membedakan adalah kebijaksanaan Tuhan. Kapan Allah datang dan menolong Musa dan mengapa Ia menunda untuk menjawab doa Daud sepenuhnya merupakan kebijaksanaan TUHAN. Sebab itulah Daud tidak berputus asa, sekalipun ia harus terus-menerus berseru kepada Allah yang sama dan tidak memperoleh tanggapan. Kendati demikian, Daud tetap menyadari bahwa Tuhan itu baik! Sebab itu, ia tidak memunyai alasan untuk kecewa kepada-Nya dan tetap mampu berharap kepada-Nya: "Tetapi aku, kepada kasih setiaMu aku percaya, hatiku bersorak-sorak karena penyelamatan-Mu. Aku mau menyanyi untuk TUHAN, karena Ia telah berbuat baik kepadaku." (Mazmur 13:6)

Bagi orang beriman seperti Daud, ucapan syukur kepada Allah senantiasa dapat mengalir dengan deras dan indah setiap saat. Sekalipun pertolongan itu belum nyata dan dialaminya, akan tetapi dengan jujur ia mengakui bahwasanya Allah itu terlalu baik baginya. Bagaimana mungkin Daud dapat memiliki sikap yang sedemikian ini? Bukankah Allah belum datang menolongnya? Bukankah Allah belum datang dan mengulurkan tangan-Nya kepada jeritan dan seruannya?

Bilamana pertanyaan-pertanyaan seperti ini kita ajukan kepada Daud, niscaya ia akan menjawab bahwa kita ini seperti orang-orang bodoh yang tidak tahu berterima kasih kepada Allah! Sebagai jawabannya, Daud pasti akan menantang kita untuk mengenang dan mengingat-ingat perbuatan Allah yang dahsyat, yang telah mengurapi dan menolongnya dalam menghadapi setiap tantangan dan kesulitan yang dialaminya. Bahkan sampai detik terakhir, ia mendapati, bahwa tidak satupun senjata musuh yang dapat menyentuh kulitnya. Siapa lagikah yang dapat melindunginya sedemikian rupa jikalau bukan Allah?

Demikian pula dalam kehidupan pribadi kita masing-masing, bila kita mau mengakui dan bersikap jujur seperti yang dilakukan oleh Daud, betapa Tuhan telah berbuat baik kepada kita. Paulus membahasakan perbuatan baik Allah itu dengan berkata, "Karena waktu kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita orang-orang durhaka pada waktu yang ditentukan oleh Allah. Sebab tidak mudah seorang mau mati untuk orang yang benar--tetapi mungkin untuk orang yang baik ada orang yang berani mati--. Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa." (Roma 5:6-8)

Jika untuk keselamatan jiwa kita saja Allah merelakan Yesus Kristus, anak-Nya yang tunggal, untuk dikorbankan, maka tentu saja untuk hal-hal seperti kebutuhan jasmani Allah pasti menyediakannya. Itu sesuatu yang sangat mudah untuk dilakukan-Nya. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi kita untuk tidak berharap dan bersandar kepada-Nya. Doa adalah perjuangan iman! Kita dituntut untuk tidak mudah menyerah dan cengeng!

Diambil dari:

Judul majalah : Pukat, Edisi Mei - Juni 1997
Penulis : Pdp. Itnawanto
Penerbit : GBI Mawar Sharon, Jakarta 1997
Halaman : 54 -- 57

Komentar