Doa yang Berpusat pada Allah

Sangat mudah untuk bersikap kritis terhadap doa, khususnya doa orang lain. Kata-kata Robert Murray McCheyne sering dikutip karena kata-kata itu tetap benar adanya: "Anda ingin merendahkan hati seseorang? Tanyakan kepadanya tentang kehidupan doanya."

Doa-doa kita mengungkapkan banyak hal tentang kita. Doa dengan sedikit atau tanpa penyembahan dan berfokus pada kebutuhan kita (biasanya kesehatan) mengungkapkan kecenderungan yang menyimpang dan bersifat seperti Adam. Apa yang mereka ungkapkan adalah sikap mementingkan diri sendiri, yang oleh Martin Luther disebut sebagai 'homo in se incurvatus' (manusia condong ke dalam dirinya sendiri). Dengarkanlah doa-doa dalam persekutuan doa di gereja (jika masih ada). Anda akan menemukan bahwa sebagian besar doa adalah "doa organ" -- doa untuk hati, ginjal, atau jantung seseorang. Bukan berarti kita tidak boleh berdoa untuk masalah kesehatan, tetapi fokus pada kesehatan itu sendiri merupakan cerminan betapa sedikitnya kita memahami mengapa kita menginginkan kesehatan yang baik. Kita menginginkannya agar orang yang kita doakan hidup bagi Yesus Kristus.

Doa adalah "berbicara kepada Allah" (buku "Prayer and the Knowledge of God" karya Graeme Goldsworthy, hlm. 15). Kadang-kadang, mungkin terlalu sering, "pembicaraan" itu adalah tentang kita. Kita semua pernah mengalami percakapan menjengkelkan yang hanya sepihak dengan orang lain, sebuah percakapan yang menunjukkan sedikit atau bahkan tidak adanya ketertarikan pada diri kita. Semuanya tentang lawan bicara kita -- kepentingan, keinginan, kebutuhan, dan keluhan mereka. Doa pun bisa menjadi seperti itu: kita mencurahkan kesengsaraan kita, menjadi sangat mementingkan diri sendiri, dan tidak menunjukkan ketertarikan pada dialog dan "mendengarkan" apa yang Allah katakan. Allah itu sabar dan, dalam kasih karunia-Nya, Dia merespons. Akan tetapi, seharusnya tidak seperti itu. Ketika Yesus mengajarkan kita untuk berdoa, Dia menunjukkan bahwa doa kita dimulai (dan terus berlanjut) dengan Allah: "Bapa kami yang di surga, dikuduskanlah nama-Mu" (Matius 6:9). Perhatikanlah struktur Doa Bapa Kami, dan ini akan menunjukkan kepada Anda bahwa setidaknya setengah dari doa kita harus ditujukan untuk memuji dan menyembah Allah.

Pribadi

Banyak faktor yang memengaruhi Tertulianus ketika ia menciptakan istilah 'personae' untuk menggambarkan ketritunggalan Allah, tetapi ia menggunakan istilah ini terutama karena Bapa, Anak, dan Roh Kudus "berbicara" satu sama lain. Mereka berelasi secara pribadi -- satu sama lain dan dengan kita. Dengan kata lain, Allah berkomunikasi dengan diri-Nya sendiri dan dengan umat-Nya. Oleh karena itu, masuk akal jika doa harus terdiri dari persekutuan pribadi -- berbicara kepada Allah dengan rasa ingin tahu tentang sifat dan keinginan-Nya, serta keinginan untuk belajar tentang hal-hal yang menyenangkan dan yang tidak menyenangkan Dia.

Gambar: gambar

Permohonan pertama dari Doa Bapa Kami, antara lain, mengingatkan kita bahwa harus ada fokus yang jelas dari pihak kita tentang jati diri Allah dan seperti apa Allah itu. Para teolog telah merenungkan bagaimana kita mengenal Allah dan apa yang kita ketahui tentang Dia. Jawabannya sering kali muncul dalam bentuk seperti ini: kita hanya mengetahui sedikit sekali untuk menjawab pertanyaan "Siapakah Allah itu?" Apa yang kita ketahui (karena Allah telah mewahyukannya kepada kita) adalah sebagai jawaban atas pertanyaan "Seperti apakah Allah itu?" Allah menunjukkan kepada kita seperti apa Dia dengan menyatakan kepada kita nama-Nya.

Pikiran kita, baik secara sadar maupun tidak, adalah (meminjam istilah John Calvin) "pabrik berhala," yang secara terus-menerus menyerah pada formula "Saya suka berpikir tentang Allah sebagai ...", yang semuanya sangat keliru, yang dikandung oleh bias anti-Allah yang terus menerus dalam sistem mental, moral, dan rohani kita. Untuk menghindari penyembahan berhala dalam doa, kita harus mulai dengan mengingatkan diri kita sendiri akan nama-Nya -- entah nama perjanjian Allah "AKU ADALAH AKU" atau Yahweh (yaitu, ada dengan sendirinya, berdiri sendiri, mandiri, menentukan diri sendiri, ada di mana-mana, dan selalu memegang kendali); atau, seperti yang dirangkum dengan indah dalam Doa Bapa Kami, "Bapa" (yang mengekspresikan kebaruan dari perjanjian yang baru, dan akses serta status yang diperkenalkan oleh karya Penebus kita); atau, "Bapa, Anak, dan Roh Kudus" (seperti yang diungkapkan oleh Yesus sendiri dalam Amanat Agung, seperti yang tercatat dalam Matius 28: 19). Ketika Yesus menugaskan murid-murid-Nya untuk membaptis dalam "nama" (tunggal) "Bapa, Anak, dan Roh Kudus," Dia mengungkapkan kebenaran yang tidak dapat ditembus bahwa ada lebih dari satu di dalam Allah yang esa.

Doa yang berpusat pada Allah berhenti sejenak untuk merenungkan sifat Allah, seperti apa Dia -- sifat-sifat-Nya. Hal itu juga merupakan fokus dari kisah yang di dalamnya Allah memberitahukan nama-Nya kepada Musa. Konteksnya (Kel. 34) adalah tentang kekejian anak lembu emas, hasil dari pabrik berhala manusia yang sedang bekerja lagi. Setelah membereskan kekacauan ini, Musa naik ke gunung Sinai lagi hanya untuk menerima penyataan tentang nama Allah sekali lagi (Yahweh, Kel. 34:5), tetapi sekarang diperluas dengan penjelasan tentang sifat-Nya: "TUHAN lewat di depannya dan berseru: "TUHAN, TUHAN, Allah, yang penuh kasih dan murah hati, yang lambat marah dan berlimpah dalam kebaikan dan kebenaran, yang memelihara kebaikan untuk beribu-ribu orang, mengampuni kesalahan, pelanggaran, dan dosa, yang sama sekali tidak membiarkan yang bersalah tidak dihukum, melainkan membalaskan kesalahan ayah atas anak-anaknya, atas cucu-cucunya, kepada keturunan yang ketiga dan yang keempat." Kasih karunia, kemurahan, dan kekudusan adalah atribut yang Allah berikan kepada diri-Nya sendiri -- kekudusan adalah kesempurnaan moral-Nya yang merespons sebagai pembalasan atas pelanggaran hukum dan rasa tidak tahu berterima kasih. Doa yang berpusat pada Allah membutuhkan pengenalan yang benar akan Allah dalam kemuliaan Tritunggal-Nya.

Pujian

"Haleluya! Sebab, adalah baik bermazmur kepada Allah kita. Sebab, itu menyenangkan, dan puji-pujian itu layak." (Mazmur 147:1, AYT)

Allah itu patut dipuji. Menanamkan fakta tersebut di dalam diri kita tidaklah semudah yang kita bayangkan. Doa yang berpusat pada diri sendiri (yang merupakan salah satu bentuk penyembahan berhala) gagal memahami bahwa tujuan kita di bumi adalah untuk memuji Pencipta dan Penebus kita. Dengarkanlah pemazmur saat ia memuji-muji Allah. Mazmur dulunya merupakan makanan pokok bagi orang Kristen. Orang-orang Kristen menyanyikan mazmur di sekitar meja makan dan dalam kebaktian di gereja pada hari Minggu. Secara subliminal, pujian yang berpusat pada Allah dari kitab Mazmur menjadi bahasa doa. Karena nyanyian mazmur telah berkurang, pujian yang meninggikan Allah yang kaya yang diwakili oleh kitab Mazmur juga berkurang.

J.I. Packer mengingatkan kita akan perlunya membedakan antara pujian dan ucapan syukur, dan memastikan bahwa kita melakukan keduanya:

"Doa syukur berfokus pada diri kita sendiri. Kita bersyukur kepada Allah atas karunia-karunia khusus yang diberikan kepada kita dan orang lain secara pribadi, dan atas karunia-karunia umum yang diberikan kepada semua orang. Di sisi lain, pujian berfokus langsung kepada Allah. Kita memuji-Nya untuk siapa dan apa Dia. Ini adalah perbedaan antara pasangan yang berkata kepada pasangannya, 'Kamu adalah orang yang paling pengertian yang saya kenal; itulah salah satu alasan saya sangat mencintaimu' dan 'Terima kasih untuk roti lapisnya; saya membutuhkannya.'" ("Praying: Finding Our Way Through Duty to Delight", hlm. 31).

Kehadiran

Doa yang berpusat pada Allah berhenti sejenak untuk merenungkan sifat Allah, seperti apa Dia -- sifat-sifat-Nya.



Memuji Allah bukan sifat alamiah kita. Kita harus bersungguh-sungguh melakukannya. Itulah sebabnya Yesus memperingatkan murid-murid-Nya dalam kata pengantar Doa Bapa Kami tentang pertunjukan keagamaan yang lebih mementingkan tontonan lahiriah dan upacara, daripada kesungguhan batiniah dan penyembahan yang benar. "Munafik" adalah istilah yang digunakan Yesus (Matius 6:5), sebuah istilah yang keras, baik pada zaman itu maupun pada masa kini. Bersandiwara, berpura-pura berdoa, berdoa tanpa menyadari bahwa kita berada di hadirat Allah, adalah sikap yang dikecam dengan keras oleh Yesus secara benar. Ketika kita melakukan hal-hal seperti itu, kita berdoa untuk meninggikan diri kita sendiri, bukan Allah. Sikap mementingkan diri sendiri yang menjangkiti kita, perlu dicabut dan dihancurkan. Doa yang otentik, doa yang berpusat pada Allah, menyadari bahwa jaminan dari doa itu adalah Allah sendiri. Berada di hadirat Allah adalah hadiah terbesar dari doa. Orang-orang saleh selalu menikmati hal ini:

"Ya TUHAN, aku mencintai rumah kediaman-Mu, tempat kemuliaan-Mu berdiam." (Mazmur 26:8, AYT)

"Diberkatilah orang yang Kaupilih dan mendekat untuk diam di pelataran-Mu! Kiranya kami dipuaskan dengan kebaikan-kebaikan rumah-Mu, pada bait-Mu yang kudus." (Mzm. 65:4, AYT)

Apakah Anda mengetahui hal ini? Jika belum, kejarlah Dia sampai Anda menemukan-Nya. "Carilah TUHAN selagi Dia berkenan untuk ditemui. Panggillah Dia selagi Dia dekat." (Yes. 55:6, AYT)

Praktik

Bagaimana kita dapat memastikan bahwa doa-doa kita berpusat pada Allah? Perhatikan strategi lima langkah berikut ini:

1. Ingatkan diri Anda bahwa hanya ada satu Allah di alam semesta, dan bahwa Anda bukanlah Dia.

2. Dahulukan untuk memuji Allah sebelum pengakuan dosa, ucapan syukur, atau permohonan. Sembahlah Tuhan dalam doa Anda.

3. Bacalah sebuah mazmur sebelum Anda berdoa, dan cobalah untuk mengikuti apa yang Anda temukan: kesatuan dengan Allah dalam segala sifat-Nya yang beraneka ragam. Temukan mazmur-mazmur sukacita atau dukacita, pujian atau ratapan, dan perhatikan bagaimana pemazmur menghabiskan waktu bersama Allah, dan menjadikan Dia pusat dari pikiran serta keinginannya.

4. Belajarlah untuk menyukai nama-nama Allah sehingga mengucapkan dan mengulang-ulangnya memenuhi Anda dengan sukacita yang tak terkatakan, sebuah pengingat tentang siapa Dia dan kesetiaan perjanjian-Nya kepada Anda di dalam Injil anugerah-Nya.

5.Belajarlah untuk "menantikan" Tuhan. Perhatikan bagaimana pemazmur, yang "kebingungan" karena memikirkan masalahnya sendiri, menemukan kelegaan dengan sengaja berfokus pada hal-hal besar yang telah Allah lakukan: "Aku akan mengingat perbuatan-perbuatan TUHAN, ya, aku akan mengingat keajaiban-keajaiban-Mu pada zaman purbakala. Aku akan merenungkan semua pekerjaan-Mu, dan membicarakan perbuatan-perbuatan-Mu" (Mzm. 77:11-12, AYT). (t/Jing-jing)

Diterjemahkan dari:
Nama situs : Ligonier
Alamat situs : https://ligonier.org/learn/articles/god-centered-prayer
Judul asli artikel : God-Centered Prayer
Penulis artikel : Derek Thomas

Komentar