Kunjungi Situs Natal
https://natal.sabda.org
Dunia melihat orang-orang Kristen merayakan kematian pada Jumat Agung, dan mereka tidak dapat mengetahui alasannya. Mereka berkata, "Itu sangat ekstrem! Mengapa, sebelum Allah dapat mengampuni manusia, Dia membutuhkan kematian Anak-Nya? Mengapa Dia tidak begitu saja, dengan murah hati, mengampuni dosa orang? Jika saya melakukan sesuatu yang menentang Anda, Anda hanya perlu memaafkan saya. Mengapa Tuhan tidak dapat melakukan itu?"
Namun, pertanyaan seperti itu menyingkapkan dua jenis kebodohan. Salah satunya adalah betapa kejinya dosa kita, dan yang lainnya adalah betapa besar dan sucinya Allah kita.
Tidak ada lagi yang berbicara tentang dosa. Bahkan, dosa hampir menghilang dari kosakata Amerika. Kita berbicara tentang "persoalan" atau "hambatan" atau "masalah". Dosa disebut sebagai "penyakit" atau disebut sebagai "kesalahan orang lain". Namun, Alkitab mengatakan dengan sangat jelas bahwa jika kita mengatakan bahwa kita tidak berdosa, kita adalah pendusta (1 Yohanes 1:8).
Seberapa seriusnya hal itu? Paulus berkata bahwa upah dosa adalah maut. (Roma 6:23) Kita berdosa karena itu adalah sifat kita. "Karena itu, seperti dosa telah masuk ke dalam dunia ini melalui satu orang dan maut masuk melalui dosa, begitu juga maut menyebar kepada semua orang karena semuanya telah berdosa." Roma 5:12, AYT Dan, kita berdosa karena pilihan. Setiap hari, kita melakukan tindakan-tindakan individual yang merupakan penghinaan terhadap Tuhan.
Tindakan-tindakan tersebut merupakan penghinaan karena Allah benar-benar suci. Anda lihat, Allah yang kudus sama sekali tidak bisa bersekutu dengan dosa dan kejahatan. "Mata-Mu terlalu suci untuk melihat kejahatan dan Engkau tidak dapat memandang kelaliman." (Habakuk 1:13) "... tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu." (Yesaya 59:2)
Allah yang sempurna dan kudus tidak dapat hidup berdampingan dengan manusia berdosa. Karena itu, kita terpisah, kita tersesat. Jadi, salah satu dari dua hal harus terjadi. Entah Allah yang kudus harus menghancurkan kenajisan, atau Allah yang kudus harus menyatakan bahwa yang tidak kudus adalah kudus.
Dan, hal itu membawa kita ke kayu salib. Yesus menjalani kehidupan yang sempurna yang tidak akan pernah bisa kita hidupi, dan kemudian mengambil semua akibat dosa kita pada diri-Nya. Jadi, secara efektif, Allah berkata, "Aku akan mengambil hukumannya. Aku akan mengambil segala kekejian dan kejahatan, dan Aku akan meletakkannya pada diri-Ku sehingga ketika Aku mati di kayu salib, itu akan selesai, sekali dan untuk selamanya."
Salib adalah satu-satunya tempat Allah akan bertemu dengan manusia. Salib adalah satu-satunya tempat di mana, baik rahmat maupun keadilan Allah, dapat bertemu. Bagaimana Allah dapat menjadi Allah yang mengasihi dan Allah yang adil pada saat yang sama? Bagaimana Allah yang suci dan yang sempurna dapat bertemu dengan manusia yang berdosa dan penuh pemberontakan? Hanya di kayu salib. Dia datang, Dia menanggung hukuman kita, dan kemudian Dia menyatakan Anda dan saya benar karena salib itu. (t/N. Risanti)
Diambil dari: | ||
Nama situs | : | Situs Paskah Indonesia |
Alamat URL | : | http://paskah.sabda.org/ekstrim |
Judul asli renungan | : | Extreme |
Penulis renungan | : | Skip Heitzig |
Tanggal akses | : | 2 Februari 2017 |