Kunjungi Situs Natal
https://natal.sabda.org
Diringkas oleh: Novita Y.
Alkitab menjelaskan bahwa perjuangan kita melawan setan merupakan peperangan. Perjuangan rohani ini menghasilkan konsekuensi kekekalan. Setan disebut sebagai ilah zaman ini atau penguasa kerajaan di udara. Ia telah mengambil otoritas Allah dan membangun kerajaannya di bumi. Kuasanya mempesona. Ketika Yesus datang, Ia menyerang kerajaan setan. Pada saat itu, setan tidak hanya dipermalukan, tetapi kuasanya juga dipatahkan melalui kematian dan kebangkitan-Nya. Setan tidak menerima serangan tersebut begitu saja. Itulah sebabnya penyerongan terjadi, baik di Surga maupun di bumi (Matius 11:12). Ketika kita memasuki Kerajaan Allah, kita bisa memilih salah satu dari dua sikap ini: kita mundur dan melindungi diri kita dengan sikap bertahan atau kita bergerak maju dengan agresif dalam sikap menyerang. Mereka yang memilih sikap bertahan mencoba menghindari peperangan rohani.
Yesus datang untuk menyerang kerajaan setan. Ketika Ia melakukannya, suatu periode waktu yang panjang, yang ditutupi oleh Perjanjian Lama, secara permanen diubahkan. Yesus membawa suatu perjanjian yang baru. Kapankah tepatnya perubahan itu terjadi? Secara "de jure" kekalahan setan terjadi di atas kayu salib. Akan tetapi, suatu pertemuan kekuatan secara "de facto" terjadi lebih awal dan memberikan pengalaman tersendiri kepada setan. Pencobaan yang dialami oleh Yesus merupakan peperangan tingkat tinggi, di mana setan dikalahkan secara telak. Perhatikan bahwa sejak awal, Yesus sudah mengambil sikap menyerang (Matius 4:1). Kita juga bisa menjadi seorang pemenang jika kita disatukan dengan-Nya dan mengizinkan kuasa-Nya mengalir melalui kita.
Peperangan rohani bukanlah lelucon dan permainan. Setan dan iblis-iblis merupakan makhluk nyata dengan kepribadian yang menyesatkan, hati yang fasik, dan memiliki tujuan-tujuan yang jahat. Dibandingkan dengan manusia, mereka lebih berkuasa, tetapi mereka bukanlah Allah. Meskipun kuasa setan itu terbatas dan meskipun Allah sudah memberikan kuasa kepada kita atas mereka, hal yang paling berbahaya di dalam peperangan rohani adalah kepercayaan diri yang berlebihan. Banyak orang Kristen dihantam secara rohani, emosi, dan fisik karena mereka berlaku tidak bijaksana di dalam melakukan pendekatan. Di dalam menghadapi peperangan rohani, ada empat dimensi yang harus kita pertimbangkan dengan matang, yaitu senjata yang kita gunakan di dalam peperangan, otoritas kerohanian kita, pertempuran kita melawan musuh, dan rencana tindakan kita.
Senjata Kita dalam Peperangan (2 Korintus 10:3-4)
Kegiatan yang mendasar dalam peperangan rohani adalah doa. Di satu sisi, doa merupakan senjata peperangan dan di sisi lain, doa merupakan media yang melaluinya semua senjata lain dipergunakan (Efesus 6:12,18). Tanpa doa, kita menjadi tidak berdaya dalam perjuangan kita melawan musuh. Jika doa merupakan pusat aktivitas bagi peperangan rohani, pusat sikap kita dalam peperangan rohani adalah iman dan ketaatan (Matius 17:20).
Apakah yang dihasilkan oleh iman? Melalui iman, kita bisa mengadakan hubungan dengan Allah (Efesus 2:8; Efesus 6:16). Bagaimanakah kita tahu bahwa kita memiliki iman yang membawa kita dalam persekutuan dengan Allah? Iman tidak bisa dipahami dengan memisahkannya dari ketaatan kepada Allah (1 Yohanes 2:3-4) dan iman tanpa perbuatan adalah mati. Gabungan antara iman dan ketaatan adalah kekudusan. Kekudusan berarti dipenuhi dengan seluruh kepenuhan Allah sehingga tidak ada tempat bagi yang lainnya. Itu artinya, kita tidak lagi mencintai dunia ini atau hal-hal duniawi seperti keinginan daging, keinginan mata, serta keangkuhan hidup. Seorang yang sudah dikuduskan selalu melakukan kehendak Allah (1 Yohanes 2:14). Selain berdoa dengan iman dan dalam ketaatan, Allah juga menyediakan senjata-senjata khusus bagi kita untuk peperangan rohani. Apakah senjata-senjata khusus itu?
Nama Tuhan Yesus (Markus 16:17; Yohanes 14:14; Filipi 2:9)
Apakah pentingnya sebuah nama? Nama membawa suatu kuasa. Seorang duta besar Amerika Serikat bagi negara lain berbicara atas nama Presiden Amerika Serikat. Seorang polisi mengetuk pintu dan berkata, "Atas nama hukum, buka!" Ketika Yesus mengundang kita untuk menggunakan nama-Nya, Dia memindahkan kuasa kudus-Nya kepada kita. Nama Tuhan Yesus merupakan senjata yang penuh kuasa di dalam peperangan rohani, dan nama itu memiliki otoritas yang luar biasa, bila kita menggunakannya seturut dengan kehendak-Nya. Tak seorang pun pernah memiliki kuasa Yesus, kecuali kalau Yesus adalah Tuhan orang itu (Matius 7:22-23; Kisah Para Rasul 19).
Darah Tuhan Yesus (Wahyu 12:11)
Wahyu 12 menunjukkan satu dari episode-episode peperangan rohani yang paling dahsyat, yang dapat dibayangkan. Mikhael dan para malaikatnya berperang melawan naga. Mikhael mengalahkan dia "oleh darah Anak Domba". Ketika Yesus mencurahkan darah-Nya di atas kayu salib, sesungguhnya kuasa setan benar-benar sudah dipatahkan (Kolose 2:14-15). Setan paling tidak suka bila diingatkan tentang darah Yesus. Salib merupakan sesuatu yang sangat mempermalukannya. Setiap jiwa yang sudah diselamatkan melalui darah Yesus benar-benar mempermalukan setan. Setan tidak sanggup bertahan berdiri menghadapi darah Yesus.
Kesehatian (Kisah Para Rasul 2:1,14)
Dalam hal apakah kita sehati dan sepikir? Pertama, kita sehati dan sepikir mengenai apa yang sedang Allah firmankan kepada kita. Kedua, kita sehati dan sepikir dalam menyaksikan pekerjaan yang Bapa lakukan. Adalah mungkin bagi kita untuk memahami secara pribadi apa yang sedang Bapa lakukan, tetapi adalah lebih baik jika kita memiliki kesehatian dan pikiran yang sama dengan orang lain (Matius 18:19; Yohanes 5:19). Ini salah satu alasannya mengapa doa yang sehati dan sepikir begitu penting di dalam peperangan rohani. Jika sejumlah orang percaya dalam sebuah gereja atau dari berbagai gereja berkumpul bersama dan bersehati di dalam doa, maka kekuatan untuk melawan musuh akan meningkat dengan luar biasa.
Puasa
Puasa adalah suatu kegiatan tidak makan yang dilakukan secara sukarela dalam kurun waktu tertentu. Ada beberapa jenis peperangan rohani yang memprasyaratkan puasa, sebagai suatu syarat untuk memperoleh kemenangan (Matius 17:21; Kisah Para Rasul 13:2-3). Tingkat peperangan terbesar dari segala zaman adalah ketika Yesus dicobai di padang gurun. Salah satu bagiannya adalah Yesus melakukan puasa selama 40 hari. Apakah hal itu membuat Dia lemah? Secara fisik Ia lemah, tetapi secara roh hal itu menguatkan-Nya.
Kita harus berhati-hati mengambil sikap selama berpuasa. Berpuasa merupakan suatu hak istimewa yang membawa kita lebih dekat kepada Allah dan lebih sensitif dalam mendengarkan suara-Nya. Puasa bukanlah sebuah tanda penghargaan yang membuat kita lebih baik dari orang lain. Bukan pula merupakan suatu cara memanipulasi Allah, agar Allah mau melakukan sesuatu seperti yang kita inginkan. Yesus berkata agar puasa kita tidak diketahui oleh orang lain, jadi kita melakukannya secara tersembunyi di hadapan Bapa (Matius 6:16-18). Ini tidak berarti bahwa kita tidak boleh membicarakan puasa kita secara bijaksana, tetapi hal ini berarti bahwa kita tidak boleh menyombongkannya. Dengan sikap yang benar dan sesuai dengan waktu serta pimpinan-Nya, maka puasa merupakan salah satu senjata yang sangat berdaya guna.
Puji-Pujian
Kita sering kali menganggap pujian hanyalah sebagai ekspresi sukacita jika sesuatu yang baik terjadi atas kita. Namun, Alkitab mengajarkan bahwa dalam keadaan apa pun, kita harus memuji Allah (Mazmur 145:2; Kisah Para Rasul 16:25).
Firman Allah (Efesus 6:17)
Dari enam perlengkapan senjata Allah, lima di antaranya merupakan senjata untuk bertahan dan hanya satu senjata yang dipergunakan untuk menyerang: Pedang Roh, yaitu firman Allah. Ayat-ayat Alkitab merupakan sebuah senjata perang yang penuh kuasa. Sebagai balasan terhadap semua serangan Iblis, Yesus mengutip ayat-ayat dari kitab Perjanjian Lama sehingga Iblis tidak sanggup bertahan. Akan tetapi, ada juga firman Allah yang dinyatakan, yaitu rhema. Mendengar perkataan Allah yang baru difirmankan-Nya merupakan suatu bagian penting dalam menggunakan Pedang Roh (Yeremia 32:6,8; Yohanes 5:19; Efesus 6:18).
Doa yang benar adalah percakapan dua arah dengan Allah. Kita berbicara kepada-Nya dan Dia berbicara kepada kita. Mengetahui kehendak Allah dengan mendengar firman Allah dan melakukannya, merupakan hal terpenting di dalam keberhasilan peperangan rohani. Puasa juga dihubungkan dengan hal ini karena puasa membuat telinga rohani kita lebih sensitif. Kesehatian dengan orang-orang percaya lainnya akan melindungi kita ketika kita tidak peka. Jika kita sungguh-sungguh peka terhadap firman Allah, maka hal itu merupakan sebuah senjata yang benar-benar penuh kuasa.
Diringkas dari:
Judul buku | : | Roh-Roh Teritorial |
Penulis | : | C. Peter Wagner |
Penerjemah | : | Drs. Josep T dan Daniel S. E. P. Simamora |
Penerbit | : | Yayasan Pekabaran Injil "IMANUEL", Jakarta |
Halaman | : | 3 -- 15 |