Kunjungi Situs Natal
https://natal.sabda.org
Penjelasan Allah akan apa yang akan dikerjakan dan yang menjadi prinsip-Nya di sepanjang Habakuk 2, membawa Habakuk kepada responsnya kepada Allah di pasal 3. Habakuk merespons pernyataan Allah tersebut melalui suatu doa yang menggambarkan pengenalannya akan Allah dan kerelaannya untuk taat kepada Allah yang telah berfirman kepadanya. Sering kali, kita belajar mengerti tentang Allah, ada keinginan untuk mengenal Allah, tetapi kita berhenti sampai di sana. Tidak ada respons yang kita berikan kembali atas pengenalan itu, atau terkadang kita bahkan memberikan respons yang berlawanan dengan apa yang seharusnya. Melalui doa Habakuk ini, kita bisa melihat respons yang tepat kepada firman.
Doa Habakuk
Pada awalnya, Habakuk selalu bertanya-tanya tentang apa yang TUHAN kerjakan karena ia sulit untuk mengerti realita semu yang dihadapinya. Akan tetapi, setelah TUHAN menyatakan realita yang sejati, responsnya berubah total. Tidak ada lagi kalimat kritik yang muncul dari mulut Habakuk. Yang ada hanyalah satu doa dengan nada ratapan. Satu doa dengan hati yang remuk karena dia sekarang mengerti bahwa TUHAN yang menyatakan firman-Nya itu ternyata tidak sama dengan konsepnya selama ini.
Melalui peristiwa ini, kita melihat bagaimana jawaban TUHAN betul-betul menjadikan Habakuk semakin dekat dengan TUHAN, dan semakin mau menyatakan respons dirinya kepada TUHAN.
Respons seperti ini sangat unik. Jika kita melihat di sepanjang Alkitab, kita akan melihat seluruh pola yang sama. Sebab, ketika hamba-hamba Tuhan mendapat penyataan dari Allah, ia segera meresponsnya dengan berdoa dan menyatakan kerendahan hatinya di hadapan Allah. Mereka tidak menjadi sombong dan bahkan menganggap diri hebat karena mendapat penyataan Allah. Hal ini ditambah lagi dengan nuansa ratapan dalam doa tersebut.
Ketika Yesaya bertemu dengan TUHAN, Yesaya menyerukan satu kalimat, “Celakalah aku! Aku binasa! Sebab aku ini seorang yang najis bibir, dan aku tinggal di tengah-tengah bangsa yang najis bibir, namun mataku telah melihat Sang Raja, yakni TUHAN semesta alam” (Yes.6:5). Demikian juga ketika Petrus melihat apa yang telah Tuhan Yesus perintahkan sehubungan dengan pekerjaannya untuk menjala ikan, Petrus tersungkur di depan Tuhan Yesus dan berkata, “Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa” (Luk.5:8, AYT). Semangat keremukan hati karena pengenalan akan Tuhan ini juga dialami Habakuk. Habakuk sadar bahwa selama ini ia mau percaya kepada TUHAN, ia merasa mengenal TUHAN, tetapi sebenarnya belum terjadi ketaatan mutlak kepada TUHAN. Ia hanya berharap TUHAN mau bertindak seperti yang ia bayangkan dan inginkan. Kini, setelah TUHAN membuka kebenaran-Nya kepada Habakuk, ia sadar penuh bahwa sikap sedemikian adalah sikap yang sama sekali salah.
Selama ini, konsep-konsep kita yang salah tentang Tuhan perlu dikoreksi, seperti yang dialami oleh Habakuk. Ketika dia berhadapan dengan firman, dia berubah. Dia mulai mengerti, dan pengertian itu tercermin dalam doanya. Doa bukan memaksa Tuhan untuk mengikuti kemauan kita. Doa adalah satu cetusan pernyataan di mana saya mengerti Tuhan dan mau taat kepada Tuhan.
Tuhan adalah Tuhan yang konsisten dan tidak berubah, tidak bisa diubah dan tidak perlu berubah. Dia adalah Allah yang kekal dan sumber kebenaran. Dia tidak perlu dikoreksi. Akan tetapi, kitalah yang perlu dikoreksi. Pada prinsipnya, Dia adalah kemutlakan yang tidak perlu diganti oleh apa pun yang tidak mutlak. Dengan demikian, ketika kita berdoa bukan Tuhan yang harus berubah, tetapi kitalah yang harus berubah. Itulah doa yang sejati, yakni mencocokkan diri saya dengan apa yang Allah ingin untuk saya lakukan sehingga makin lama kita makin cocok dengan kehendak Tuhan.
Hari ini, banyak orang salah mengerti tentang apa itu doa. Ketika mereka berdoa, mereka memaksa Tuhan untuk mengikuti keinginan mereka demi kepentingan diri mereka sendiri. Mereka merasa memiliki otoritas yang besar. Bahkan lebih besar daripada otoritas Tuhan. Doa macam apakah itu? ltulah doa yang sifatnya jahat sekali. Sebenarnya, itu bukan doa. Itu adalah penuntutan seorang tuan yang palsu kepada Tuan yang asli. Inilah sikap anak-anak yang kurang ajar dan harus dihukum dengan keras. Tuhan ingin agar kita belajar berdoa secara benar, bukan berdoa menurut nafsu kita sendiri dan berdasarkan keyakinan diri kita sendiri (Yak. 4:3-4). Tuhan tidak akan menuruti kemauan dan nafsu kita (mungkin Setan yang justru akan memenuhinya). Hanya dengan pengertian yang benar akan siapa diri kita dan siapa Allah, maka kita bisa berespons dan berdoa dengan benar kepada Allah.
Ratapan Habakuk
Ketika berdoa, Habakuk memanjatkan doa itu dalam nuansa ratapan. Gambaran ratapan adalah gambaran ketika seseorang mengalami kepedihan yang sangat. Ratapan biasanya dikaitkan dengan pengakuan dosa. Di sepanjang PL, orang yang meratap biasanya karena adanya dosa yang perlu diratapi. Dosa yang diratapi itu menggambarkan bahwa dosa yang mengerikan itu perlu diselesaikan.
Nuansa saat Habakuk berdoa sangat berbeda dengan nuansa dan emosi Habakuk sebelum penyataan Allah tiba kepadanya. Jika pada saat sebelumnya, Habakuk penuh dengan emosi yang meletup-letup, ketidakpuasan dan kejengkelan yang meluap, kini nuansanya berbeda sama sekali. Yang tercetus dalam doa Habakuk justru kepedihan melihat bangsanya, bahkan kepedihan melihat orang Kasdim dan bangsa-bangsa lain yang menyerang umat Allah karena pada akhirnya mereka juga akan menghadapi murka Allah.
Ratapan Habakuk merupakan reaksi yang spontan setelah mengetahui bagaimana Allah akan menindak mereka. Habakuk berubah sikap dari sikap yang jengkel dan menganggap orang-orang fasik itu bisa sewenang-wenang dan menindas semaunya, menjadi sikap yang iba karena tahu bahwa mereka sedang menghadapi murka Allah yang jauh lebih dahsyat dari apa yang mereka lakukan.
Ketika kita tidak melihat tangan Allah yang bertindak, kita tidak memiliki perasaan iba terhadap orang fasik, dan sifat kejahatan yang akan menghancurkan diri sendiri. Itulah alasannya mengapa Tuhan membukakan kedahsyatan murka-Nya kepada Habakuk.
Pada zaman modern ini, kita sering kali gagal melihat kedahsyatan murka Allah. Kita sering kali dibuai dengan gambaran Allah yang berbeda daripada Allah yang dinyatakan di dalam Alkitab. Gambaran Allah yang menyediakan neraka bagi orang fasik dan mendatangkan penghukuman-Nya yang dahsyat terhadap mereka yang melawan Dia, sering kali tidak pernah dikumandangkan lagi dari mimbar-mimbar gereja. Akibatnya, manusia juga kehilangan visi, yakni betapa mengerikannya nasib yang akan dialami oleh orang fasik. Hal itu akan menghasilkan dua hal: 1) mencurigai Allah itu kurang cinta kasih, bahkan kurang mengasihi umat-Nya sehingga umat-Nya mengalami berbagai kecelakaan tanpa ada harapan, dan 2) merasa marah dan jengkel terhadap orang fasik yang kelihatan begitu jaya dan begitu nikmat menghancurkan orang yang benar.
Inilah hal yang Yunus rasakan dan alami. Ia mengerti bahwa Allah penuh kasih dan maha pengampun. Ia tidak bisa melihat Allah yang dahsyat dan bisa menghukum dengan cara yang luar biasa. Yunus pun perlu mengalami hal itu terlebih dahulu, baru ia bisa merasa iba. Iba terhadap dirinya, dan iba terhadap orang-orang yang akan celaka.
Jika kita sebagai orang Kristen tidak memiliki pengertian murka Allah, kita akan sembarangan berbuat dosa, dan kita tidak memiliki perasaan iba melihat nasib orang fasik yang berada di bawah murka Allah. Akibatnya, kita tidak lagi memiliki semangat untuk mendoakan dan menginjili mereka. Habakuk begitu gemetar melihat kedahsyatan Allah yang akan menghancurkan setiap orang fasik, baik bangsanya sendiri maupun semua bangsa lainnya. Baiklah kita pun memiliki pengertian ini. Baiklah kita meratapi keadaan bangsa kita, meratapi keadaan bangsa-bangsa di dunia yang berdosa ini, yang sedang harus berhadapan dengan murka Allah. Kita perlu menyadari jika Allah murka, tidak ada hal apa pun yang bisa menahan murka-Nya. Betapa dahsyat dan ngerinya mereka yang harus menghadapi murka Allah.
Diambil dari: | ||
Judul Buku | : | Pergumulan Mengerti Kehendak Allah |
Judul Bab | : | Doa Ratapan Habakuk |
Penulis | : | Sutjipto Subeno |
Penerbit | : | Momentum |
Halaman | : | 75 -- 79 |