Fungsi Doa Syafaat (1)

Saluran-Saluran Belas Kasihan

Doa syafaat dimulai dengan belas kasihan supernatural yang sama. Kepedulian seperti itu adalah suatu karunia yang datangnya hanya dari Tuhan. Dia memberikannya kepada siapa saja dan kepada semua orang percaya yang mau menyediakan dirinya. Karena hanya Tuhan yang dapat memberikan perasaan ini, maka kita harus mendekat kepada Dia untuk mendapatkannya.

Paulus berkata kepada orang percaya untuk "hidup di dalam kasih" (Efesus 5:2), atau dalam terjemahan lain "hendaklah penuh dengan kasih". Karena Tuhan adalah kasih, hidup di dalam kasih atau "hendaklah penuh dengan kasih" artinya dipenuhi dengan Tuhan. Ini berarti kita harus banyak meluangkan waktu untuk berada dalam hadirat-Nya dan bersekutu dengan Dia. Jadi, belas kasihan adalah jantung hati doa syafaat.

Belas kasihan itu lebih dari sekadar mengasihani. Belas kasihan adalah kasih yang dinamis, yaitu kasih yang dinyatakan melalui perbuatan. Belas kasihan adalah suatu kehidupan yang terlibat dalam pergumulan orang lain.

Kristus telah memberikan kepada kita ungkapan sepenuhnya dari belas kasihan yang aktif pada waktu Ia mati di atas kayu salib untuk menyingkirkan penderitaan umat manusia yang disebabkan oleh dosa. Yesus tidak menjadi seorang pendoa syafaat hanya ketika Ia berdoa, seperti yang telah kita lihat; tetapi Ia menjalani kehidupan seorang pendoa syafaat. Yesus adalah belas kasihan. Ketika Ia berdoa, doanya adalah doa yang penuh belas kasihan. Melihat Kristus berdoa adalah melihat Kasih yang bertumpu pada lutut.

Bagaimana seseorang hidup akan menentukan bagaimana orang itu berdoa. Seperti Andrew Murray menulis, "Kehidupan doa seseorang ditentukan oleh bagaimana ia menjalani hidupnya. Kehidupan itulah yang berdoa." Jadi seorang pendoa syafaat tidak dibentuk mulai dengan suatu beban untuk berdoa, melainkan dengan suatu beban untuk mengasihi -- suatu beban yang pada akhirnya akan memimpin pendoa syafaat itu kepada suatu kegiatan doa penuh belas kasihan yang sangat dalam yang mengalir ke luar dari tujuh fungsi doa syafaat.

Pada edisi kali ini, kita akan membahas dua dari tujuh fungsi tersebut.

  1. Panggilan untuk Melayani

    Doa syafaat adalah pelayanan. Doa syafaat adalah penyediaan diri. Pikirkan teladan yang diberikan oleh Yesus, Pendoa Syafaat utama kita. Ia berkata, "dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya. Karena Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Markus 10:44-45)

    Pelayanan adalah denyut jantung dari doa syafaat. Tidak ada seorang pun yang dapat berdoa dengan efektif bagi orang lain kalau ia tidak memiliki roh pelayan dari Kristus. Dalam bahasa Yunani, kata untuk melayani dalam Markus 10:45 adalah "doulos" yang artinya "terikat karena pilihan". Yang artinya menyerahkan diri secara sukarela ke dalam pelayanan kepedulian.

  2. Panggilan Untuk Berperang

    Doa syafaat adalah peperangan. Doa syafaat berarti terlibat dalam peperangan rohani. Sekilas hal ini sepertinya keluar dari fungsi melayani. Namun dengan jelas suatu roh peperangan mewarnai doa syafaat yang sungguh-sungguh. Hal ini adalah lukisan yang paling baik digambarkan oleh Kristus dalam pengalaman "peperangan rohani" Getsemani-Nya (Lukas 22:39-44). Karena Lukas adalah seorang dokter, maka terutama sangat berharga sekali untuk mempelajari kesungguhan dari pernyataannya: "Dan ketika berada dalam penderitaan yang mendalam, Dia semakin bersungguh-sungguh berdoa. Dan peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang jatuh ke tanah." (Lukas 22:44, ILT) Kata "penderitaan yang mendalam" yang dipakai Lukas di sini berasal dari kata Yunani "agonia", yang menunjukkan "suatu tempat untuk bertanding" atau suatu medan pertempuran. Akar katanya adalah "agon", yang menggambarkan suatu tempat orang Yunani berkumpul untuk merayakan pertandingan- pertandingan mereka yang paling khidmat.

    Puji Tuhan -- Yesus keluar dari taman Getsemani dalam keadaan hidup, menang dalam peperangan rohani yang begitu dahsyat yang dapat membunuh-Nya bahkan sebelum Ia sampai pada kayu salib. Dan bahkan kematian-Nya di atas kayu salib, ketika Kristus menjadi perwujudan hidup dari doa syafaat, bukanlah merupakan kekalahan seperti yang diyakini oleh Setan, tetapi merupakan suatu kemenangan yang dimeteraikan oleh mukjizat kebangkitan. Sekali lagi Kristus keluar dengan hidup! Paulus memakai tema peperangan ini ketika ia memohon doa-doa dari orang-orang percaya di Roma: "Tetapi demi Kristus, Tuhan kita, dan demi kasih Roh, aku menasihatkan kamu, saudara-saudara, untuk bergumul bersama-sama dengan aku dalam doa kepada Allah untuk aku." (Roma 15:30) Di sini kata untuk "bergumul" dalam bahasa Yunani adalah "sunagonizomai", di mana akar kata "agonia" tampak lagi, yang merupakan kata yang sama yang diterjemahkan dengan "penderitaan yang mendalam (sangat ketakutan)" dalam penjelasan Lukas mengenai peperangan rohani Kristus di taman Getsemani. Yang ingin Paulus katakan adalah, "Apabila engkau sedang berdoa, masuklah dalam peperangan rohani melawan kuasa-kuasa kegelapan yang akan menghalangi keberhasilanku memberitakan Injil." Ketika kita berdoa syafaat untuk orang lain, kita terlibat dalam pertempuran demi mereka. Yang paling menarik, kadang-kadang kemenangan yang kita raih dalam doa bagi orang lain sesungguhnya membawa berkat untuk kita!

Selama bertahun-tahun saya memunyai kebiasaan untuk menuliskan nama hamba-hamba Tuhan yang saya jumpai di dalam daftar doa saya. Tentu saja, daftar doa ini menjadi semakin panjang dengan berjalannya waktu, yang membuat saya cenderung untuk memilih-milih dalam menambahkan nama-nama tersebut. Standar penilaian utama saya adalah saya pernah bertemu dengan orang itu dan Roh Kudus mendorong saya untuk mencantumkan nama tersebut. Jadi, apabila seorang mahasiswa sekolah Alkitab datang kepada saya dalam suatu pertemuan dan minta kepada saya untuk menambahkan nama seorang temannya yang baru saja pindah ke Arab Saudi dalam daftar doa saya, maka hal itu kemungkinan besar tidak dapat saya lakukan. Pertama, temannya itu bekerja di perusahaan sekuler dan kebijakannya adalah saya hanya mencantumkan hamba-hamba Tuhan pada daftar saya, dan kedua, saya tidak bertemu muka dengan muka dengan temannya itu ataupun dengan istrinya. Sebelum saya dapat mengemukakan keberatan saya, mahasiswa itu berkata, "Namanya adalah George Puia dan istrinya adalah Lynn." Ia mengeja nama itu dengan cepat dan menjelaskan walaupun George bekerja di perusahaan sekuler, kerinduannya adalah untuk memulai suatu kelompok doa kecil dan juga bersaksi kepada Kaum Mayoritas bila ada kesempatan.

Sambil mengingat nama itu dalam hati, saya katakan kepadanya dengan jujur, "Saudaraku, saya harus mengatakan kepadamu bahwa saya hanya akan melakukan ini jika Roh Kudus mendorong saya." Mahasiswa tersebut setuju dan membenarkan hal ini. Pada waktu ia pergi meninggalkan saya, secara jujur saya menyingkirkan masalah tersebut dari pikiran saya, antara lain karena pasangan itu tidak sesuai dengan standar penilaian daftar doa saya. Tetapi, 2 hari kemudian terjadilah suatu hal yang aneh. Ketika saya sedang berdoa untuk pria dan wanita yang ada dalam daftar doa saya hari itu, nama George dan Lynn Puia timbul dalam pikiran saya. Suatu kesan yang lembut timbul dalam hati saya: Aku ingin engkau masukkan nama mereka dalam daftar doamu. Dua atau tiga tahun telah berlalu ketika saya terus berdoa untuk George dan Lynn Puia. Saya selalu ingin tahu bagaimana rupa mereka dan pekerjaan apa yang dilakukan George. Lalu pada suatu hari saya sampai pada nama mereka dalam daftar doa saya dan saya bertanya-tanya apakah doa-doa saya menghasilkan perubahan. Saya berpikir, "Saya tidak mengetahui sedikit pun siapa mereka sebenarnya." Saya sepertinya mendengar dalam roh bahwa waktunya telah tiba bagi saya untuk berhenti berdoa syafaat bagi mereka. Tanpa pikir panjang lagi saya meraih pena dan mencoret nama mereka dari daftar doa saya.

Beberapa minggu kemudian saya berada di Chicago untuk tampil dalam sebuah acara televisi Kristen. Dalam perjalanan menuju studio, saya berjalan menyusuri suatu tikungan dan bertabrakan dengan seseorang yang berjalan tergesa-gesa dari arah yang berlawanan. Saya minta maaf dan demikian pula orang itu yang memerhatikan saya dengan teliti. Lalu ia berkata' "Hei, saya mengenalmu! Saudara adalah Dick Eastman. Engkau telah mendoakan saya dan istri saya. Saya adalah George Puia." Yang mengherankan saya adalah bahwa George dan Lynn ternyata kembali ke Amerika kira-kira pada hari ketika saya mencoret nama mereka dari daftar doa saya. Rupanya Tuhan ingin saya berdoa syafaat bagi keluarga Puia selama mereka berada di Arab Saudi. Tetapi yang sungguh membangkitkan semangat saya adalah ketika George menerangkan bahwa buku dan kaset kami merupakan sarana yang dipakai oleh dia dan istrinya untuk memulai suatu kelompok doa di negeri yang keras itu. Hal ini menarik sekali karena hukuman bagi mereka yang memasukkan bahan bacaan seperti itu ke negara seperti Arab Saudi sangat berat.

Tetapi sekali lagi, di sini kita melihat bahwa doa-doa pendukung dari orang-orang yang berdoa syafaat bagi George dan Lynn telah membuat suatu perbedaan dalam praktiknya. Suatu hari ketika harus melalui pemeriksaan imigrasi, George merasakan suatu dorongan aneh dalam hatinya yang menyebabkan ia melangkah mundur dan membiarkan seorang Arab yang berada di belakangnya untuk mendahuluinya. Tiba-tiba terjadilah suatu keributan di meja panjang untuk melayani para pendatang. Polisi yang bersenjata maju ke depan. Orang Arab yang mendahului George dan Lynn tertangkap basah menyelundupkan kaset video pornografi yang merupakan suatu pelanggaran yang harus segera ditindak dengan menahan orang yang bersangkutan. "Oleh karena adanya keributan tersebut", kata George, "maka pejabat imigrasi hanya mengisyaratkan kepada Lynn dan saya untuk mengambil barang-barang kami dan pergi."

Diambil dan disunting dari:

Judul buku : Kasih yang Bertumpu pada Lutut
Judul buku asli : Love on Its Knees
Penulis : Dick Eastman
Penerjemah : Liana Kosasih
Penerbit : Nafiri Gabriel, Jakarta 2000
Halaman : 27 -- 34

Komentar