Kuasa Doa dalam Hidupku

Matius 7:7-8, "Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; Carilah maka kamu akan mendapat; Ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta menerima dan setiap orang yang mengetok baginya pintu dibukakan."

Empat tahun yang lalu saya masih seorang mahasiswa jurusan Akuntansi di Universitas Brawijaya, Malang -- sebuah kota yang cukup ramai dan indah di kaki Gunung Semeru. Kota pelajar di Jawa Timur ini cukup tenang untuk belajar dan kehidupan gereja di sana sungguh semarak. Terbukti adanya sekolah Alkitab di Batu -- kota dingin di dataran tinggi 15 kilometer dari Malang, maupun di kota Malang sendiri. Dalam suasana seperti itulah saya ditempa untuk menghadapi hidup ini.

Dalam keluarga saya, kami adalah tiga bersaudara. Kakak kuliah di jurusan Elektronika Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga -- sebuah Universitas beken di Jawa Tengah. Adik kuliah di jurusan Komputer Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Saya bangga dengan kemampuan kami sekeluarga untuk menerobos ke universitas-universitas yang bermutu. Waktu itu saya kasihan sekali melihat mama dan papa di Parakan -- sebuah kota tembakau di lembah antara dua gunung -- Gunung Sumbing dan Gunung Sindoro, Jawa Tengah, harus bekerja keras agar anak-anaknya bisa lulus kuliah. Mereka berdua hanya mampu membuka warung kecil yang menjual kebutuhan sehari-hari.

Untuk masuk ke Universitas, saya dan kakak beruntung dibantu oleh adik kakek yang cukup berada. Beliau sukses di penjualan jamu tradisional. Beliau sangat aktif di Gereja. Meskipun sudah tua, setiap pagi beliau selalu berdoa di gereja dan ayah saya mengantar beliau. Dari beliau pula kami sekeluarga mengenal gereja. Namun saat ini beliau telah tiada dan kami masih punya tugas meloloskan adik kami ke Universitas. Akhirnya saya mulai berpikir, saya harus menghidupi diri sendiri, tidak boleh bergantung terus pada orangtua. Saya mulai berdoa agar Tuhan mengabulkan keinginan saya.

Dari teman di gereja, saya dikenalkan pada seorang partner di Kantor Akuntan Publik (KPA). Akhirnya saya mulai bekerja dengan gaji awal Rp. 200.000. Meski tidak terlalu besar, namun gaji itu lebih dari cukup untuk hidup di Malang dan bahkan bisa menabung. Saya berharap tabungan itu bisa untuk membayar uang kuliah. Awal tahun 1992 saya ditinggalkan kekasih saya tanpa sebab (dia tidak seiman). Karena itu saya sempat frustasi dan kuliah yang seharusnya selesai awal tahun sempat mundur sampai Agustus 1992. Hidup saya mulai ugal-ugalan. Saya sempat mempermainkan seorang wanita. Untung saya cepat sadar dan kembali ke kehidupan semula.

Pekerjaan saya semakin maju, gaji mulai menanjak. Apalagi setelah lulus dengan gelar Akuntan di belakang nama, penawaran mulai meningkat. Bos semakin sayang pada saya. Saya semakin bercita-cita untuk membalas kebaikan orangtua saya. Saya rindu untuk memberikan hasil kerja saya kepada mereka. Saya ingin mereka bangga -- anaknya sudah berhasil dan bekerja. Pada saat itu saya mulai mengenal wanita yang bernama M. Dari dia saya semakin mengenal Tuhan dan semakin akrab dengan firman Tuhan.

Tuhan sungguh luar biasa untuk menjawab semua doa dan mencukupi kebutuhan anak-anak yang di kasihi-Nya. Pada bulan Desember 1992, datang surat panggilan dari sebuah kantor Akuntan Publik terbesar di Jakarta. Luar biasa, kado Natal dari Tuhan ini karena terus terang tabungan saya sudah mulai menipis untuk berbagai keperluan wisuda. Saya langsung berangkat ke ibukota untuk tes dan wawancara. Awalnya takut sekali karena sebelumnya saya belum pernah menginjakkan kaki di ibukota. Bekal saya hanya alamat kantor yang dituju dan alamat adik mama yang kebetulan tinggal di Jakarta.

Pagi sekali saya tiba di Stasiun Kota dengan Kereta Bima. Saya kebingungan karena pukul 08.00 harus sampai di tempat tes. Saya mandi di Stasiun, mencari sarapan, dan segera mencari alamat. Bahkan ganti pakaian pun saya lakukan di taksi, sambil berdebar-debar melihat argo taksi yang terus berjalan -- maklum uang di dompet sangat terbatas. Berkat kuasa Tuhan, tes berjalan dengan lancar. Selesai tes saya segera mencari alamat adik mama di kawasan Senen. Dengan susah payah akhirnya ketemu juga alamat tersebut. Hampir setengah bulan saya menumpang di keluarga tante sebelum akhirnya mencari kost sendiri.

Berkat kuasa Tuhan juga, di awal tahun 1993 saya sudah bisa bekerja di kantor yang sangat mentereng di kawasan Segi Tiga Emas. Puji Tuhan, luar biasa sekali orang desa seperti saya diberi kesempatan menginjakkan kaki dan hidup di lingkungan berdasi seperti ini. Setengah bulan pertama saya benar-benar hidup berhemat, karena uang tabungan sangat minim sekali. Saya harus membagi dengan hati-hati untuk keperluan makan, transportasi, dan membeli dasi. Selama setengah bulan itu pula, dasi saya cuma satu dan tak pernah berganti.

Tapi bulan-bulan berikutnya, Tuhan cukupkan kebutuhan dengan melimpah. Akhirnya saya berhasil juga mengajak dan mencarikan kerja buat M -- teman yang diberikan Tuhan untuk mendampingi saya. Setelah mulai mantap dalam pekerjaan, saya mulai punya cita-cita. Saya percaya dalam iman kepada Yesus, Dia akan jawab semua doa dan penuhi janji-Nya. Tahun pertama saya bercita-cita untuk sebuah komputer. Ini akan sangat mendukung pekerjaan saya sebagai seorang auditor. Tahun kedua saya bercita-cita memiliki sebuah mobil. Tidak usahlah mobil mewah, asal ber-AC untuk menahan panas kota Jakarta, ber-tape recorder bisa untuk mendengarkan lagu-lagu rohani dan belajar bahasa Inggris di jalanan, serta tidak mogok.

Tahun ketiga saya berangan-angan ingin memiliki sebuah rumah mungil. Tidak usahlah di daerah yang elite, tapi cukup untuk kami meniti rumah tangga kami nanti, dan jika perlu memboyong orangtua dari daerah. Tahun keempat saya bercita-cita untuk melangsungkan pesta pernikahan dengan wanita pilihan Tuhan yang selalu setia mendampingi saya di saat susah maupun senang. Pertengahan tahun 1993, saya berhasil membeli sebuah notebook. Saya tidak sia-siakan pemberian Tuhan ini, saya gunakan sebaik-baiknya untuk mendukung pekerjaan saya. Tahun 1994 menjelang Natal, agaknya Tuhan memunyai kehendak lain. Tahun yang kedua ini bukan mobil yang saya dapat, tapi sebuah rumah. Setelah mempertimbangkan segala sesuatunya, saya booking sebuah rumah di kawasan Bekasi Timur. Rumah mungil di Perumahan Bumi Anggrek yang terjangkau harganya. Keajaiban ini benar-benar pemberian yang harus disyukuri. Orangtua segera saya kabari, saya ingin mereka bangga dan bahagia. Rumah ini baru bisa ditempati awal tahun 1996. Menjelang Natal Tahun 1995, saya mendapat tawaran bekerja di tempat baru dengan kompensasi yang sangat menarik dan sebuah kendaraan dinas. Luar biasa, kado Natal seperti bertubi-tubi datang kepada hamba-Nya yang kecil ini. Saya semakin mencintai-Nya dan semakin percaya Dia Maha Kuasa dan mampu melakukan segala sesuatu. Dia akan berikan apa yang sejak awal tidak pernah saya bayangkan.

Bagaimana dengan tahun ke empat (1996) nanti? Pasrahkan semua pada- Nya. Jika Tuhan memunyai rencana, Dia akan jawab semuanya. Tidak ada yang terlalu lambat dan tidak ada yang terlalu cepat. Semuanya datang tepat waktu. Ketekunan dan imanlah yang dituntut dari kita. Kesabaran dan percaya kepada Tuhan bahwa Ia akan menjawab semua doa.

Diambil dari:

Judul majalah : Pukat, Tahun XVI, Edisi Januari - Februari 1996
Penulis : SW dan MS
Penerbit : GBI Mawar Sharon, Jakarta
Halaman : 28 -- 30

Komentar