Masih Ada Lagi

Enam minggu sebelum Paskah, ditetapkan dalam kalender Gereja kuno sebagai waktu persiapan untuk merayakan kematian dan kebangkitan Yesus, yang disebut Prapaskah. Kadang-kadang pencabutan direkomendasikan oleh berbagai denominasi selama masa Prapaskah yang dipandang sebagai cara untuk menjadi puas dengan hanya sedikit hal. Namun, sikap ini benar-benar memiliki lebih banyak kesamaan dengan ide tentang kepuasan orang Timur dibanding dengan konsep Kristen tentang hal itu. Dalam Buddhisme, ketidakpedulian adalah kepuasan. Mati rasa adalah ketenangan, semacam kematian dalam hidup.

Beberapa saat ini, ide ini tampak seperti alternatif yang baik untuk merasakan kerinduan dan kekecewaan yang merupakan bagian dari hidup di dunia yang rusak karena dosa. Anda tahu hari-hari yang saya maksud. Hari-hari merawat orang tua yang mengalami penuaan sementara kerabat, yang seharusnya membantu, malah mengkritik. Hari-hari lamban melalui kerja rutin dan relatif tidak berarti bagi manajer yang tidak pernah bahagia. Hari-hari melatih seorang anak yang menolak untuk menggunakan apa pun atau yang menolak jalan Allah. Hari-hari mencintai seseorang yang mau tidak mau telah Allah tempatkan dalam hidup Anda yang kebutuhan dan tuntutannya tidak pernah terpuaskan. Hari-hari berdoa tanpa melihat jawaban.

Keadaan mati orang Timur, ketabahan orang Timur memberikan cara untuk bertahan terhadap ujian kesabaran semacam ini. "Saya bisa tahan karena tidak ada yang penting." "Saya bisa tahan karena semuanya ilusi." Namun, itu hanyalah - kematian. Lari dari kenyataan.

Namun, itu bukan apa yang kita pelajari dari Yesus. Dia datang sebagai kekasih kita yang penuh gairah, siap menanggung setiap siksaan untuk menyelamatkan Mempelai-Nya. Mazmur 22 memberikan rincian kengerian salib:

"Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku? ... Allahku, aku berseru-seru pada waktu siang, tapi Engkau tidak menjawab, dan pada waktu malam, tetapi tidak juga aku tenang ... Semua yang melihat aku mengolok-olok aku ... Seperti air aku tercurah, dan segala tulangku terlepas dari sendinya. Hatiku menjadi lilin ... kekuatanku kering seperti beling, lidahku melekat pada langit-langit mulutku ... "(Mzm 22:1,2,7,14,15)

Saat para tentara Romawi hendak memaku Yesus di kayu salib, para tentara menawari Dia minum anggur dicampur dengan mur, obat penghilang rasa sakit. Kristus di kayu salib menolak konsep yang akan mematikan rasa kepekaan-Nya dan mengurangi rasa sakit-Nya. Ia menolak untuk melarikan diri dari kenyataan. Dia bertahan karena Dia memiliki rasa yang lebih besar dari realitas. Penderitaan saat ini bukan kata terakhir. Ini bukan gambaran keseluruhannya.

Bahkan Mazmur 22 tidak berakhir dengan salib. Yesus melihat lebih jauh melampaui penderitaan yaitu pada sukacita dan kemuliaan yang hanya akan didapatkan jika Dia sepenuhnya memasuki penderitaan itu.

"Aku akan memasyhurkan nama-Mu kepada saudara-saudaraku dan memuji-muji Engkau ... Orang yang rendah hati akan makan dan kenyang; mereka yang mencari Tuhan akan memuji-muji Dia ... Semua ujung bumi akan mengingatnya dan berbalik kepada Tuhan dan semua kaum dari bangsa-bangsa akan sujud menyembah di hadapan-Nya ... "(Mzm 22: 22, 25-27)

Kepuasan orang Kristen tidak didapatkan dari mati rasa. Kita akan merindukan sukacita demikian pula kesedihan. Itu tidak dicapai dari meminimalkan realitas. Hal itu dicapai dengan menegaskan bahwa masih ada lagi. Ada surga dan kekekalan di mana kerinduan itu akan terpenuhi dan penderitaan tidak hanya akan masuk akal, tetapi akan menghasilkan buah yang tidak bisa dilihat dari sini.

Kepuasan Kristen adalah perjalanan ke dunia yang lebih besar. Masih ada lagi... (t/Jing-Jing)

Download Audio

Diterjemahkan dari:

Nama situs : CBN
Alamat URL : http://www1.cbn.com/devotions/there-more
Judul asli artikel : There Is More
Penulis artikel : Kim Anderson
Tanggal akses : 8 Juli 2016

Komentar