Doa Getsemani yang Misterius

Ada kisah tentang orang-orang kudus yang hebat yang kesulitan untuk berdoa saat menghadapi kesulitan besar. Hal tersebut dapat mengherankan sebelum kita mencoba untuk masuk ke dalam penderitaan Kristus dan memerhatikan gerakan hati-Nya di hadapan kasih Bapa yang penuh belas kasih. Sebelum kita merenungkan doa dari perkataan Bapa, pergumulan untuk berdoa sering dianggap hanya sebuah tahap yang kita lewati. Namun, di taman Getsemani (lihat Lukas 22:35 dst.), keringat darah Anak Allah mengungkapkan pergumulan ini sebagai momen tertinggi dari kontemplasi Kristen, sebuah standar yang dahsyat di mana kebenaran dari semua doa kita yang lain dapat dilihat.

Himne pujian yang terdengar dari Hamba yang menderita di Bukit Zaitun diselimuti oleh misteri. Pendekatan terapeutik terhadap doa seharusnya dilihat bertentangan dengan misteri tersebut. Ledakan psikologis atau fisik dibungkam di hadapan seruan otentik dari hati yang disampaikan oleh Anak Manusia. Kasih-Nya bagi para murid dan pengabdian kepada Bapa-Nya melawan sikap konsumeris apa pun yang menentang Allah. Kesedihan dan kemiskinan rohani-Nya membantu kita untuk merasakan malu yang seharusnya kita miliki atas semua keinginan yang rakus terhadap pertolongan mental atau pengalaman euforia. Melawan kengerian dari kegelapan yang dihadapi Yesus di dalam doa, konsumerisme rohani hanya dapat dilihat sebagai membatasi kebebasan yang diperlukan dalam percakapan kita dengan Tuhan.

Firman yang telah menjadi daging itu dibaptiskan setiap saat dalam kehidupan duniawi-Nya melalui doa semacam ini. Setiap detak jantung dan setiap napas begitu dipenuhi dengan semangat untuk Bapa dan orang-orang yang diberikan Bapa kepada-Nya, kasih ilahi meledak-ledak dalam kemanusiaan-Nya yang kudus dengan keheningan yang bergema, tanda-tanda yang menakjubkan, keajaiban yang memilukan, dan kata-kata bijak yang bahkan setelah dua ribu tahun masih membuat dunia berpikir dengan serius sebelum melakukan sesuatu. Setiap ayat dalam Injil mencoba untuk menunjukkan kepada kita keilahian pengosongan diri-Nya, yang secara nyata melemparkan kemanusiaan-Nya yang penuh doa dengan kekuatan kasih yang tak terkalahkan ke atas kayu Salib.

Di Getsemani, kita melihat sekilas bagaimana Anak Manusia menarik diri-Nya kepada dorongan misterius kasih Bapa, kasih tak terduga yang tidak nyaman bagi kemanusiaan kita yang terbatas. Akal manusia biasa tidak dapat menembus gairah ilahi yang memaksa-Nya masuk ke dalam kesendirian pegunungan tersembunyi dan taman yang terpencil. Doa berjaga-jaga-Nya di Bukit Zaitun hanya dapat dipahami sebagai puncak dari percakapan yang sedang berlangsung di mana Dia dengan rela membuat kemanusiaan-Nya menjadi sangat rentan.

Jika, dalam gerakan hati yang memuncak ini, Kristus mengeluarkan keringat darah, kita yang telah memutuskan untuk mengikuti jejak Guru kita yang telah disalibkan seharusnya tidak terkejut dengan saat-saat penderitaan besar dalam percakapan kita sendiri dengan Allah. Dalam menghadapi misteri ini, kita harus membiarkan Tuhan yang bangkit untuk memberi kita keberanian-Nya. Apa yang terungkap di Bukit Zaitun membantu kita melihat mengapa doa Kristen dapat tumbuh menjadi penyerahan yang indah, gerakan kasih yang memberikan kemuliaan kepada Bapa dan memperluas karya penebusan Sang Penebus di dunia. Apa yang dilihat melalui kontemplasi Kristen dengan Anak Allah dapat melibatkan pergumulan yang sangat sulit, melalui kekuatan yang berasal dari sang Juru Selamat, bahkan saat-saat menakutkan dari doa tersebut dapat teratasi dalam penyerahan yang penuh kepercayaan: "Bukanlah kehendak-Ku ... kehendak-Mulah yang terjadi." (t/Jing Jing)

Diterjemahkan dan disunting dari:

Nama situs : Beginning to Pray
Alamat URL : http://beginningtopray.blogspot.com/2013/03/the-mysterious-prayer-of-gethsemane.html
Judul asli artikel : The Mysterious Prayer of Gethsemane
Penulis artikel : Anthony Lilles
Tanggal akses : 15 Juli 2014

Komentar