Kunjungi Situs Natal
https://natal.sabda.org
Doa mengantarkan kita ke garis depan kehidupan rohani. Doa merupakan penyelidikan pertama di daerah yang belum diselidiki. Meditasi mengenalkan kita pada kehidupan batiniah, puasa merupakan sarana yang menyertainya, tetapi disiplin doa mengantarkan kita untuk memasuki pekerjaan roh manusia yang tertinggi dan terdalam. Sesungguhnya, doa menciptakan dan mengubah kehidupan. "Doa yang bersungguh-sungguh dan penuh kepercayaan adalah sumber semua kesalehan pribadi," tulis William Carey. Berdoa artinya mengubah. Doa adalah cara utama yang dipakai Allah untuk mengubah kita. Jika kita tidak bersedia diubah, kita mengabaikan doa sebagai ciri kehidupan kita yang nyata. Semakin kita mendekati hati Allah, semakin kita melihat kebutuhan kita dan kita semakin ingin menjadi seperti Kristus.
William Blake mengatakan, tugas hidup kita di sini ialah belajar menerima "sinar kasih" Allah. Betapa kita sering membuat mantel -- selubung yang kedap sinar -- untuk menghindari sang Kekasih Abadi. Tetapi ketika kita berdoa, Allah perlahan-lahan dan dengan penuh rahmat akan menyatakan tempat-tempat persembunyian kita dan membebaskan kita dari tempat-tempat itu. "Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu" (Yakobus 4:3). Berdoa dengan benar melibatkan niat untuk berubah -- diperbarui. Di dalam doa, kita mulai berpikir seperti yang Allah pikirkan; menginginkan apa yang Allah inginkan, mengasihi apa yang dikasihi-Nya. Kita diajarkan secara bertahap untuk melihat segala sesuatu dari sisi pandangan-Nya.
Semua orang yang hidup bergaul dengan Allah menganggap doa sebagai pokok utama kehidupan mereka. Markus 63:2 berkata, "Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana," merupakan penjelasan tentang gaya hidup Tuhan Yesus. Di dalam Mazmur, kerinduan Daud akan Allah memutuskan ikatan dengan tidur yang memanjakan diri, "pada dini hari aku mencari Engkau" (Mazmur 63:2). Pada waktu para rasul tergoda untuk mencurahkan energi mereka pada tugas-tugas yang penting, mereka memutuskan untuk senantiasa memusatkan perhatian pada doa dan pelayanan Firman (Kisah Para Rasul 6:4). Martin Luther berkata, "Urusan saya begitu banyak maka setiap hari saya harus berdoa selama tiga jam." John Wesley berkata, "Allah tidak melakukan apa pun selain menjawab doa-doa" -- ia mendukung pernyataan itu dengan kebiasaan berdoa dua jam setiap hari. Satu keistimewaan yang paling menarik perhatian dalam kehidupan David Brainerd ialah doa-doanya. Buku hariannya dipenuhi dengan catatan tentang doa dan puasa. "Saya senang menyendiri di pondok saya, di sana saya dapat menggunakan banyak waktu untuk berdoa .... Saya mengkhususkan hari ini untuk berdoa dan berpuasa kepada Allah."
Bagi para perintis iman yang berada di garis depan, doa bukan sekadar kebiasaan kecil yang disisipkan di sisi luar kehidupan mereka. Doa itu sendiri adalah hidup mereka. Doa adalah pekerjaan paling serius sepanjang tahun-tahun kehidupan mereka yang paling produktif. William Penn memberikan kesaksian tentang George Fox, "Ia, terutama sekali, mengutamakan doa ... tokoh berpostur paling memukau, paling hidup, dan paling terhormat yang saya pernah rasakan dan saksikan ketika ia sedang berdoa." Adoniram Judson memutuskan untuk menarik diri dari kesibukan tujuh kali sehari agar bisa berdoa. Ia mengawalinya pada tengah malam dan diulangi kembali pada waktu fajar, dilanjutkan pukul 09:00, pukul 12:00, pukul 15:00, pukul 18:00, dan pukul 21:00 -- ia meluangkan waktu untuk berdoa seorang diri. John Hyde dari India menjadikan doa sebagai ciri dirinya yang paling menonjol, sehingga ia dijuluki "Hyde sang Pendoa". Orang-orang ini dan yang lainnya memberanikan diri untuk menyelami kedalaman hidup batiniah, sebab bagi mereka doa sama seperti bernapas.
Akan tetapi, banyak di antara kita sudah berkecil hati, alih-alih merasa tertantang oleh keteladanan mereka. "Pahlawan-pahlawan iman" itu jauh melebihi segala sesuatu yang kita telah alami, sehingga kita cenderung untuk berputus asa. Alih-alih mencela diri sendiri karena kekurangan yang begitu jelas, kita sebaiknya mengingat bahwa Allah selalu berkenan untuk kita temui di tempat kita berada dan perlahan-lahan kita pun diantarkan pada perkara-perkara yang lebih dalam. Orang tidak bisa secara tiba-tiba mengikuti perlombaan maraton Olimpiade jika ia tidak sering berlari. Mereka harus menyiapkan diri dan berlatih secara berkala. Kita juga harus berbuat demikian. Jika kita mengikuti tahap-tahapan perkembangan itu, kita bisa berharap bahwa setahun kemudian kita akan berdoa dengan kuasa dan mencapai kerohanian yang lebih besar daripada sekarang.
Pada mulanya, kita sangat mudah dikalahkan karena kita telah diajarkan bahwa segala sesuatu di dalam alam semesta ini telah ditetapkan sehingga tidak dapat berubah. Kita mungkin merasa demikian murung, tetapi Alkitab tidak mengajarkan pandangan itu. Para tokoh Alkitab berdoa seolah-olah doa-doa itu akan mengubah sesuatu. Rasul Paulus dengan senang hati memberitahukan bahwa kita adalah "kawan sekerja Allah" (1 Korintus 3:9); artinya, kita sedang bekerja bersama dengan Allah untuk menentukan konsekuensi dari peristiwa-peristiwa yang sedang terjadi. Banyak orang yang menekankan persetujuan tanpa protes dan bersikap pasrah ketika menghadapi keadaan, mereka mengatakan bahwa sesuatu itu adalah "kehendak Tuhan". Sesungguhnya, pandangan mereka lebih dekat kepada Epictetus daripada kepada Kristus. Musa berani berdoa sebab ia percaya bahwa keadaan bisa berubah, bahkan juga pikiran Allah.
Sebenarnya, Alkitab tegas menekankan bahwa alam semesta senantiasa terbuka sehingga Allah mengubah pikiran-Nya sesuai kasih-Nya yang tidak berubah (Keluaran 32:14; Yunus 3:10). Pernyataan ini sulit diterima manusia modern. Kebenaran itu membebaskan banyak di antara kita, tetapi juga memberi kita tanggung jawab yang sangat besar. Kita bekerja bersama-sama dengan Allah untuk menentukan masa depan! Sesuatu akan terjadi di dalam sejarah jika kita berdoa dengan benar. Kita harus mengubah dunia dengan doa. Apakah yang meningkatkan motivasi kita untuk belajar melakukan tugas insani yang tertinggi ini? Doa merupakan subjek yang begitu luas dan terdiri atas beraneka tahapan. Oleh sebab itu, kita akan segera mengetahui bahwa semua aspek doa tidak mungkin dibicarakan dalam satu pasal, entah sekecil apa pun. Beribu-ribu buku mengenai doa telah ditulis dengan sangat baik, salah satu yang terbaik adalah "With Christ in the School of Prayer", ditulis oleh Andrew Murray.
Belajar Berdoa
Berdoa dengan sungguh-sungguh merupakan sesuatu yang harus kita pelajari. Murid-murid berkata kepada Yesus, "Tuhan, ajarkan kami berdoa" (Lukas 11:1). Mereka telah berdoa sepanjang hidup mereka, tetapi ada sesuatu mengenai mutu dan banyaknya doa Yesus yang menyebabkan mereka menyadari betapa sedikitnya pengetahuan mereka tentang doa. Jika doa mereka memengaruhi kehidupan manusia, mereka perlu mempelajari beberapa hal. Salah satu ciri yang paling mengherankan pada doa Yesus barangkali ialah ketika Ia mendoakan orang lain, Ia tidak pernah mengakhiri doa-Nya dengan berkata, "jika ini kehendak-Mu." Demikian juga para rasul dan nabi-nabi pada saat mereka mendoakan orang lain. Tidak dipungkiri bahwa mereka sudah mengetahui kehendak Allah sebelum mereka berdoa dengan iman. Mereka begitu penuh dengan Roh Kudus sehingga pada waktu menghadapi suatu situasi khusus, mereka mengetahui apa yang harus mereka lakukan. Doa mereka begitu positif sehingga doa itu sering berbentuk perintah, tegas, dan penuh otoritas, "Berjalanlah", "Jadilah sembuh", "Bangunlah". Saya menyadari bahwa ketika mendoakan orang lain -- tidak ada tempat bagi doa yang ragu-ragu, mencoba-coba, setengah berharap, yang mengatakan "jika itu kehendak-Mu".
Pada waktu yang sama, saya mulai berdoa bagi orang lain dengan harapan bahwa sesuatu perubahan pasti dan akan terjadi. Saya begitu bersyukur saya tidak menunggu sampai saya menjadi sempurna dahulu atau mengerti segala sesuatu sebelum berdoa bagi orang lain; sebab jika demikian, saya tidak akan pernah memulainya. P.T. Forsythe berkata, "Doa bagi agama sama pentingnya dengan riset awal bagi ilmu pengetahuan." Saya merasa sedang melakukan "riset awal" di sekolah Roh. Pengalaman itu sangat menggairahkan. Setiap pokok yang tampak seperti kegagalan mengantarkan pada proses pembelajaran yang baru. Kristus sekarang menjadi Guru saya maka lambat laun perkataan-Nya bertambah teguh dalam pengalaman saya. "Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya" (Yohanes 15:7). Pahamilah bahwa doa melibatkan suatu proses belajar, yang mencegah kita untuk bersikap angkuh menolaknya sebagai sesuatu yang palsu dan tidak nyata.
Jikalau kita menghidupkan televisi tetapi tidak mengamati gambar di layarnya, kita secara tidak langsung mengatakan bahwa apa yang disebut gelombang udara televisi itu sebenarnya tidak ada. Sebaliknya, kita menganggap ada sesuatu yang tidak beres, sesuatu yang kita bisa temukan dan perbaiki. Kita memeriksa kabel, tombol, tabung gambar, hingga kita menemukan sesuatu yang menghalangi aliran energi misterius di udara yang memancarkan gambar itu. Kita akan mengetahui bahwa masalahnya telah ditemukan dan diperbaiki dengan cara melihat apakah televisi itu bekerja atau tidak. Itu sama seperti doa. Kita bisa menentukan apakah kita berdoa dengan benar jika permohonan kita dikabulkan. Jika tidak, kita harus mencari penyebab terputusnya hubungan itu; mungkin saja kita salah berdoa, mungkin sesuatu perlu diubah di dalam diri kita, kita mungkin perlu mempelajari prinsip-prinsip baru, mungkin kita perlu bersabar dan bertekun. Kita mendengarkan, membuat penyesuaian yang perlu, kemudian mencoba lagi. Kita bisa mengetahui dengan pasti bahwa doa-doa kita sedang dijawab sama seperti kita ketahui bahwa televisi kita bekerja.
Salah satu aspek yang paling kritis dalam belajar berdoa untuk orang lain adalah mengadakan hubungan dengan Allah sehingga hidup-Nya dan kuasa-Nya dapat disalurkan melalui kita kepada orang lain. Kita sering mengira sedang berhubungan dengan Tuhan padahal tidak. Orang sering berdoa berulang-ulang dengan seluruh iman yang ada pada dirinya tetapi tidak terjadi apa pun. Tentu saja, itu karena tidak berhubungan dengan salurannya. Kita mulai mendoakan orang lain dengan memusatkan pikiran dan mendengarkan gemuruh ketenangan Tuhan semesta alam. Penyelarasan diri kita dengan napas ilahi merupakan pekerjaan rohani, sebab jika tanpa hal itu doa kita menjadi pengulangan permintaan yang sia-sia (Matius 6:7). Syarat pertama untuk doa syafaat yang berhasil ialah mendengarkan Tuhan. Soren Kierkegaard berkata, "Seseorang berdoa, dan mula-mula ia berpikir bahwa berdoa adalah berbicara. Tetapi kemudian, kian lama kian ia bertambah tenang hingga akhirnya ia menyadari bahwa doa adalah pendengaran."
Pekerjaan berdoa syafaat, yang kadang-kadang disebut berdoa dengan iman, mensyaratkan bahwa pemohon bimbingan itu terus-menerus menaikkan doa kepada Bapa. Kita harus mendengar, mengetahui, dan menaati kehendak Allah sebelum kita berdoa agar kehendak Allah terjadi dalam kehidupan orang lain. Doa memohon bimbingan selalu mendahului dan mengelilingi berdoa dengan iman. Jadi, titik permulaan dalam pembelajaran doa untuk orang lain ialah mendengarkan untuk memperoleh bimbingan Tuhan. Dalam soal-soal fisik, kita selalu cenderung mendoakan situasi-situasi yang paling gawat dahulu: kanker yang sudah parah atau sklerosis multipleks. Tetapi bila kita mendengarkan, kita akan belajar pentingnya memulai dengan perkara yang kecil seperti sakit selesma atau sakit telinga. Dalam hidup ini, keberhasilan dalam perkara kecil akan menghasilkan otoritas dalam perkara yang lebih besar. Jika kita tenang, kita tidak hanya belajar siapakah Allah itu, tetapi juga bagaimana kuasa-Nya bekerja.
Kita kadang-kadang khawatir bahwa kita tidak memunyai cukup iman untuk mendoakan seseorang. Kita harus menyingkirkan kekhawatiran itu, karena Alkitab berkata bahwa mukjizat besar bisa terjadi karena iman sebesar biji sesawi yang teramat kecil itu. Keberanian untuk pergi dan mendoakan seseorang biasanya merupakan ciri-ciri iman yang memadai. Yang sering kurang pada kita bukanlah iman, melainkan rasa berbelas kasihan. Tampaknya, empati sejati di antara orang yang mendoakan dan orang yang didoakan sering sangat berpengaruh. Kita diberitahu bahwa hati Yesus "tergerak oleh belas kasihan" kepada orang banyak. Rasa belas kasihan merupakan unsur nyata dalam setiap penyembuhan dalam Perjanjian Baru. Kita tidak mendoakan orang sebagai "benda" tetapi sebagai "pribadi" yang kita cintai. Jika kita menerima dari Allah, belas kasihan dan perhatian yang ditujukan kepada orang lain, kita akan bertumbuh dan dikuatkan dalam iman tatkala kita sedang berdoa.
Sesungguhnya, jika kita mengasihi orang dengan tulus hati, kita menginginkan bagi mereka jauh lebih banyak daripada yang kita mampu berikan, itulah yang menyebabkan kita berdoa. Hati yang berbelaskasihan merupakan petunjuk yang sangat jelas dari Tuhan bahwa Anda harus mendoakan hal ini. Pada waktu berdoa, mungkin muncul dorongan di dalam hati untuk berdoa syafaat -- suatu tindakan yang digerakkan oleh Roh. Allah memberi Anda persetujuan batin untuk mendoakan orang atau situasi tertentu. Jika Anda tidak tergerak oleh gagasan ini, Anda mungkin harus mengabaikannya. Allah akan menggerakkan orang lain untuk mendoakan perkara itu.
Bukit-Bukit Doa
Jangan sekali-kali membuat doa itu begitu rumit. Kita cenderung melakukannya setelah kita mengerti bahwa doa merupakan sesuatu yang harus kita pelajari. Kita mudah menyerah pada godaan untuk menjadikan doa itu semakin ruwet, karena semakin banyak orang bergantung kepada kita untuk belajar juga mengenai bagaimana berdoa. Tetapi, Yesus mengajarkan kita untuk datang seperti kanak-kanak yang menemui ayahnya. Komunikasi seorang anak dengan ayahnya ditandai dengan keterbukaan, kejujuran, dan kepercayaan. Keakraban antara orang tua dan anak melapangkan tempat untuk keseriusan dan gelak tawa. Meister Eckhart mengatakan bahwa "Jiwa akan melahirkan pribadi jika Allah memasukkan gelak tawa ke dalamnya dan jiwa itu mengembalikan gelak tawa itu kepada-Nya." Yesus mengajar kita agar berdoa untuk makanan setiap hari; seorang anak kecil meminta sarapan dengan keyakinan bahwa sarapan itu akan disiapkan. Ia tidak perlu menyimpan sebagian sarapan hari ini karena takut bahwa besok tidak akan ada sarapan. Seorang anak tidak merasa sukar untuk berbicara kepada ayahnya; ia juga tidak malu membawa keperluan sekecil apa pun untuk disampaikan kepada ayahnya.
Anak-anak mengajarkan kita tentang nilai imajinasi yang merupakan alat yang hebat dalam pelayanan doa. Kita mungkin segan berdoa dengan imajinasi karena merendahkan imajinasi itu. Anak-anak tidak merasakan keengganan yang seperti itu. St. Teresa dari Avila mengatakan, "Inilah metode doa saya karena saya tidak dapat membayangkan sesuatu dengan akal; saya berusaha membayangkan Kristus di dalam diri saya.... Saya melakukan banyak hal yang sederhana seperti ini ... Saya percaya jiwa saya memperoleh banyak keuntungan dengan cara ini, sebab saya mulai mempraktikkan doa tanpa mengetahuinya." Dalam "Saint Joan", karangan George Bernard Shaw, Jeanne d' Arc menyatakan bahwa ia telah mendengarkan suara-suara yang berasal dari Allah. Orang-orang skeptis mengatakan kepadanya bahwa suara itu berasal dari imajinasinya. Tanpa terpengaruh sedikit pun Jeanne menjawab, "Ya, memang begitulah Allah berbicara kepada saya." Imajinasi membuka pintu menuju iman. Jika kita bisa melihat dengan imajinasi bahwa suatu pernikahan yang berantakan akan dipulihkan kembali atau orang yang sakit akan disembuhkan, kita akan percaya bahwa itu akan terjadi tidak lama lagi. Anak-anak cepat memahami hal-hal ini dan mereka menanggapi doa dengan imajinasi itu dengan baik.
Pada saat saya diundang ke suatu rumah untuk mendoakan seorang bayi perempuan, Juli, yang sakit parah. Kakak laki-laki bayi itu, yang sudah berumur 4 tahun, berada di dalam ruangan itu. Saya mengatakan kepadanya bahwa saya memerlukan pertolongannya untuk mendoakan adiknya. Ia senang sekali -- saya juga demikian -- karena mengetahui bahwa anak-anak sering bisa berdoa dengan sangat efektif. Ia naik ke kursi di samping saya. "Mari kita mengadakan pertunjukan," kata saya "sebab kita mengetahui bahwa Yesus selalu menyertai kita. Mari kita bayangkan bahwa Yesus sedang duduk di kursi itu di seberang kita." Ia menunggu dengan sabar sampai kita memusatkan perhatian kepada-Nya. "Pada saat kita memandang Tuhan Yesus, kita mulai lebih banyak memikirkan cinta-Nya alih-alih penyakit Juli. Ia tersenyum, berdiri, dan menghampiri kita. Pada saat itu, kita berdua meletakkan tangan kita ke atas Juli dan pada saat kita melakukannya, Yesus akan meletakkan tangan-Nya di atas tangan-tangan kita. Kita akan melihat dan membayangkan bahwa terang Yesus sedang mengalir masuk ke dalam tubuh adikmu dan menyembuhkan dia. Kita membayangkan bahwa terang Kristus sedang berperang melawan kuman penyakit yang jahat itu sampai semuanya hilang!" Anak kecil itu mengangguk dengan serius. Kami berdoa bersama-sama, kemudian mengucap syukur kepada Tuhan bahwa apa yang kami "lihat" itu pasti akan terjadi. Ternyata, tindakan kami berdampak menggembirakan. Juli sudah sembuh pada keesokan harinya.
Anak-anak yang mengalami banyak kesulitan di sekolah akan mudah menanggapi doa. Seorang teman saya yang mengajar anak-anak cacat mental memutuskan untuk mulai mendoakan mereka. Tentu saja, ia tidak memberitahu anak-anak itu apa yang ia sedang lakukan; ia melakukannya saja. Pada saat seorang anak merangkak ke bawah mejanya dan berbaring meringkuk, teman saya akan mengangkat anak itu lalu mendoakan dia di dalam hatinya agar terang dan hidup Kristus menyembuhkan anak itu dari kesedihan dan perasaan membenci diri sendiri. Untuk tidak mempermalukan anak itu, guru ini berdoa dengan berjalan ke sekeliling ruangan sambil melanjutkan tugasnya seperti biasa. Tidak lama kemudian, ketegangan pada diri anak itu sudah mengendur dan ia segera duduk kembali di kursinya. Teman saya kadang-kadang bertanya kepada anak itu apakah ia pernah teringat mengenai rasanya jika memenangi pertandingan. Jika anak itu menjawab "ya", ia didorong untuk membayangkan dirinya sedang melewati garis akhir diiringi sorak-sorai semua kawan-kawan yang mengasihinya. Dengan cara ini, anak itu dapat berdoa bersama gurunya dan mengokohkan perasaan menerima dirinya sendiri. Pada akhir tahun pelajaran itu, setiap anak, kecuali dua orang, dapat kembali ke sekolah biasa. Apakah itu suatu kejadian kebetulan? Itu mungkin saja, tetapi seperti kata Uskup Agung William Temple, bahwa kejadian-kejadian yang seolah tampak kebetulan sering terjadi pada saat dia berdoa.
Pendeta dan kebaktian-kebaktian di gereja saudara selalu perlu didoakan. Paulus berdoa bagi umat Tuhan; ia meminta agar jemaat mendoakan dia. C.H. Spurgeon mengatakan bahwa keberhasilannya disebabkan doa jemaatnya. Frank Laubach mengatakan kepada orang-orang yang menghadiri kebaktian-kebaktiannya, "Saya sangat peka dan mengetahui apakah Anda mendoakan saya. Jika seseorang tidak mendoakan saya, saya dapat merasakannya. Jika Anda mendoakan saya, saya merasakan kekuatan yang luar biasa. Jika setiap orang di dalam gereja sungguh-sungguh berdoa ketika sang pendeta sedang berkhotbah, mukjizat pasti terjadi." Penuhilah kebaktian ibadah dengan doa-doa Saudara. Bayangkan hadirat Tuhan di takhta yang tinggi hadir memenuhi ruangan kebaktian itu.
Berbagai penyimpangan seksual dapat didoakan dengan penuh keyakinan bahwa suatu perubahan abadi sungguh akan terjadi. Seks tampak seperti sungai -- seks itu baik dan menjadi berkat jika tetap berada di dalam salurannya. Sungai yang meluap di kedua sisinya amat berbahaya. Demikian juga, penyalahgunaan gairah seks. Apakah batas-batas untuk seks yang diciptakan Tuhan? Seorang lelaki dan seorang wanita di dalam satu ikatan pernikahan seumur hidup. Pada saat mendoakan seseorang yang bermasalah di bidang seks, bayangkan saja sebuah sungai yang sedang meluap di kedua sisinya. Kemudian, mintalah Tuhan mengembalikan aliran air itu ke salurannya. Anak-anak Anda sendiri dapat dan harus berubah melalui doa-doa Saudara. Doakanlah mereka pada siang hari ketika mereka ikut mengambil bagian dalam doa itu; doakanlah mereka pada malam hari ketika mereka sedang tidur. Salah satu pendekatan yang menyenangkan ialah masuklah ke kamar tidur dengan tenang dan tumpangkan tangan Anda di atas anak itu.
Bayangkan terang Kristus sedang mengalir melalui tangan Anda dan menyembuhkan anak Anda dari setiap trauma emosi dan rasa sakit hati sepanjang hari itu. Penuhilah mereka dengan sukacita dan damai Tuhan. Anak sangat peka terhadap doa tatkala ia sedang tidur, karena ketika ia sedang terjaga (sadar), alam sadarnya cenderung membangun rintangan yang menghalangi pengaruh Allah yang lemah lembut. Sebagai seorang imam Kristus, Anda memunyai pelayanan yang sangat baik ketika menggendong anak-anak kecil dan memberkati mereka. Alkitab menceritakan bagaimana para orang tua membawa anak-anak mereka kepada Yesus. Mereka tidak berharap Ia akan bermain-main dengan anak-anak itu ataupun mengajari mereka, melainkan agar Ia berkenan menumpangkan tangan-Nya ke atas mereka dan memberkati mereka (Markus 10:13-16). Ia telah memberikan Anda kemampuan untuk bertindak sama. Berbahagialah anak-anak yang diberkati oleh orang-orang dewasa yang paham mengenai bagaimana memberi berkat!
Frank Laubach sudah mengembangkan gagasan "sekilas doa" yang sangat bagus di dalam bukunya tentang doa. Ia sudah belajar untuk hidup dengan cara sedemikian rupa sehingga "melihat seseorang berarti bersedia mendoakan orang itu! Pada saat mendengar suara orang, misalnya suara percakapan anak-anak, suara teriakan anak laki-laki, itu mungkin berarti saat untuk berdoa!" Naikkanlah sekilas doa yang sungguh-sungguh bagi orang-orang itu -- hasilnya bisa menarik dan merupakan sukacita khusus. Saya telah mencobanya. Saya sudah memohon di dalam hati agar sukacita Tuhan dan kesadaran akan kehadiran-Nya semakin bertumbuh di dalam hati setiap orang yang saya jumpai. Kadang-kadang, orang-orang itu tidak tampak menunjukkan tanggapan, tetapi pada saat lainnya mereka berpaling dan seolah-olah tersenyum menyapa. Ketika kita sedang menumpang sebuah bus atau pesawat terbang kita dapat membayangkan Yesus sedang berjalan di antara deretan kursi-kursi itu sambil menyentuh bahu-bahu mereka dan Ia berkata, "Aku mengasihimu. Aku ingin sekali mengampuni engkau dan memberikan semua perkara yang baik kepadamu. Engkau memunyai sifat-sifat baik yang belum berkembang. Aku ingin mengembangkan sifat-sifat itu jika engkau setujui. Aku ingin sekali memerintah di dalam hidupmu jika engkau perbolehkan."
Frank Laubach telah menyatakan bahwa jika beribu-ribu orang percaya mencoba menaikkan sekilas doa untuk setiap orang yang kita jumpai dan saling berbagi hasil-hasilnya, kita bisa belajar banyak tentang bagaimana berdoa bagi orang-orang lain. Kita dapat mengubah keadaan suatu bangsa jika beribu-ribu orang percaya terus-menerus menaungi setiap orang di sekitar kita dengan doa. "Unit-unit doa yang bersatu, bagaikan tetesan-tetesan air, membentuk samudera yang mampu menghadapi perlawanan." Jangan sekali-kali menunggu sampai kita merasa ingin berdoa sebelum kita berdoa bagi orang-orang lain. Doa itu bagaikan satu pekerjaan lain; kita mungkin saja tidak ingin bekerja, tetapi setelah kita memulainya sedikit demi sedikit, kita akan mulai ingin bekerja. Kita mungkin saja tidak ingin berlatih piano, tetapi setelah kita bermain sebentar, kita akan suka berlatih kembali. Dengan cara yang sama, otot-otot doa kita perlu agak dikendurkan dan jika aliran darah doa syafaat sudah mengalir, kita akan merasa ingin berdoa.
Kita tidak perlu cemas bahwa doa akan terlalu banyak menghabiskan waktu kita, sebab "ini tidak memakan waktu, melainkan mengisi semua waktu kita". Kita tidak berdoa setelah bekerja, melainkan berdoa seiring bekerja. Semua pekerjaan kita didahului, diliputi, dan disusul dengan doa. Doa berpadu dengan perbuatan. Thomas Kelly mengalami cara hidup ini: "Ada cara untuk mengatur kehidupan mental kita pada lebih dari satu tingkatan sekaligus. Pada satu tingkatan kita mungkin berpikir, berdiskusi, melihat, menghitung, dan memenuhi semua tuntutan yang menyangkut urusan lahiriah. Tetapi, jauh di kedalaman hati, di balik semua yang tampak, pada tingkatan yang lebih mendalam, kita mungkin juga sedang berdoa dan menyembah, menyanyi dan memuja, dan membuka diri terhadap apa pun yang Allah akan berikan." Begitu banyak perkara perlu kita pelajari, perjalanan yang harus kita tempuh masih jauh. Uskup Agung Tait telah mengungkapkan kerinduan hati kita yang sesungguhnya demikian, "Saya merindukan kehidupan doa yang lebih baik, lebih mendalam, dan lebih bersungguh-sungguh."
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku | : | Tertib Rohani |
Judul buku asli | : | Celebration of Discipline |
Judul artikel | : | Disiplin Doa |
Penulis | : | Richard J. Foster |
Penerbit | : | Gandum Mas, Malang 1990 |
Halaman | : | 54 -- 71 |